Wanita bergaun itu putih itu kembali terlihat terduduk menatap kepergian senja ditemani keheningan. Sekilas seutas senyum tipis terpasang di wajah menawannya. Namun perlahan senyum itu menghilang seiring hilangnya sinar dari sang surya.
"Alea, kenapa kamu selalu disini lagi, sih? Ayo masuk!" ujar laki-laki berperawakan tinggi besar dengan nada memaksa. Ia berjalan ke arah Alea sembari menatap kesal wanita itu.
"Ayolah, jangan disini," bujuk pria itu lagi dengan nada memelas. Sayangnya gadis yang ia panggil Alea itu sama sekali tak bergeming dari tempat duduknya.
"Aku sedang menunggu, Raka" ujar wanita itu tanpa mau menatap laki-laki di hadapannya yang mulai terdiam mendengar jawabannya.
"Kamu sedang nunggu apa? Disini tak ada apapun" tanya laki – laki itu kebigungan, "Alea, kamu jangan mulai ngomong aneh-aneh, deh,"
"Raka, kamu percaya gak, kalau Tuhan gak memberi cobaan melampaui batas kekuatan hambanya?" Alea masih senantiasa menatap langit gelap tanpa adanya sinar rembulan ataupun bintang di sekelilingnya.
"Tuh kan, udah mulai nanya aneh-aneh. Udah ah, ayo buruan masuk!" Raka pun mulai menarik tangan Alea yang tak dibalas pergerakan apapun dari si pemilik tangan tersebut.
"Rak, apa mungkin Tuhan terlalu menilai gue kuat ya sampai ngasih gue cobaan di luar akar pikiran gue?" Raka kembali terdiam mendengar pertanyaan gadis mungil di hadapannya itu.
Sejujurnya ia sedang berusaha untuk merangkaikan jawaban terbaik, yang akan keluar dari bibirnya. Namun tenggorokannya sepertinya sedang tidam bersahabat, hingga ia tak mampu lagi mengeluarkan suaranya.
"Jujur aja, gue merasa ini terlalu berat. Tapi kalau dipikir lagi mungkin itu karena Tuhan pengin banget ketemu gue, deh" Alea mulai mengeluarkan tawa sumbangnya. Tawa yang terdengar sangat gambang dan menyedihkan.
"Semua terasa indah, Rak. Sampai sinar itu lama-lama memudar. Hidup gue yang awalnya bahagia meskipun gak semuanya berjalan mulus. Perlahan-lahan mulai redup, Rak. layaknya surya yang perlahan kehilangan sinarnya."
Raka perlahan mendekat ke arah Alea memeluk gadis yang terkenal sangat tegar itu. Kini Raka tahu gadis itu sedang rapuh, bahkan sangat rapuh. Mungkin saat ini gadis itu sedang berusaha menyusun kembali pecahan-pecahan kelas kehidupannya menjadi kesatuan untuk yang memiliki bekas luka.
"Dia yang selalu gue sanjung, ternyata sebajingan itu sampai buat nyokap gue jadi kehilangan akalnya. Si bajingan itu rela ninggalin gue dan mama demi gadisnya itu. Dan gue harus apa ketika gue udah mulai berusaha tegar, tapi Tuhan meminta secara gak langsung gue buat pergi. Gue bisa apa, Rak?" tanya Alea dengan suara yang mulai sumbang.
Gadis itu terus menunduk berusaha menyembunyikan segala kesakitan dalam dirinya. Ia malu menunjukkan sisi rapuhnya pada orang lain sekalipun itu sahabatnya.
"Rak, seandainya gue emang nantinya dipanggil lebih cepat. Gue mohon sama lo, jangan biarin nyokap gue kesepian. Gue minta tolong untuk yang terakhir kalinya."
"Alea, lo harus optimis lo pasti bisa laluin semuanya." ujar Raka berusaha untuk menghibur gadis dalam pelukannya itu.
Sejenak semua terasa hening hanya ada suara isak tangis tertahan dari Alea yang mengisi kesunyian malam itu.
Dan sebenarnya hanya sampai malam itu saja Alea menanti panggilan itu. Karena tepat di malam itu juga seperti yang ia mau, segalanya telah lepas dari tanggung jawab yang ia pikul selama ini. Ia telah diminta untuk kembali kepadanya, kepada dia yang mengatur segala kesakitan di hidupnya. Dan kepada dia, Sang maha pencipta.
Â
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”