Aku seorang mahasiswa, anak rantau yang sedang mempertaruhkan jarak ratusan kilometer dari keluarga tersayang demi IPK terbaik dan soft skills yang bisa diandalkan. Jauh dari Ibu membentukku menjadi anak yang mandiri dan tangguh dalam menghadapai segala masalah, namun bukan berarti hubunganku dengan Ibuku menjadi pudar oleh jarak dan segala kesibukanku.
Ibuku seorang wanita karir, yang pandai multitasking dan juga gesit. Dia lah tempat pulang ternyaman. Bahunya yang lembut namun kokoh yang aku rindukan jika tak kuasa menahan segala gelisah dan risau dalam ratusan kilometer. Telinganya siap mendengar rentetan kegelisahanku, bahkan masalah yang membuatku gelisah sungguh tak ada apa-apanya dibanding masalahnya, aku tau saat itu Ibuku juga sedang lelah pulang kantor, macet, dan beberapa pekerjaan rumah yang juga masih menumpuk. Begitulah beliau, ikhlas mendengar kemudian setelah itu ditutup dengan kalimat kalimat menenangkan darinya, caranya memelukku dari jauh.
Meskipun jauh, namun hampir tak ada hari yang terlewatkan dari pesan singkat Whatsapp untuk sekedar menanyakan apa yang sedang ia lakukan, sudah dirumah atau belumkah Ibuku. Sampai suatu hari Ibuku datang berkunjung ke Yogyakarta, itu pertama kalinya Ibuku datang berkunjung setelah aku melewati beberapa semester perkuliahan. Segala agenda rapat atau tugas lain aku singkirkan sementara, karena aku ingin membuat hari-hari yang menyenangkan untuknya selama dia disini.
Mulai dari mengajak Ibuku ke tempat makan yang biasa aku singgahi karena harganya yang murah, kuliner-kuliner enak di Jogja, sampai ketika aku pulang kuliah, lemariku sudah rapih dan bersih. Ibuku merapikan lemari bajuku yang waktu itu lembap dan banyak jamur di lemari, akhirnya beliau melapisi dinding-dinding lemari dengan kertas koran, aku terkesan. Ibuku memang tau apa yang aku butuhkan dan aku sadar, ternyata aku belum pandai mengurus diriku sendiri.
Selama ada dia sudah pasti makannya enak-enak, bisa beli segala keperluan kos tanpa harus mempertimbangkan harganya, belanja baju baru juga, dan segala yang aku butuhkan, yeay! Senang sekali rasanya. Kamar kosku jadi seru, cerita cerita sama Ibuku sampai tawa kami menggelegar, tidur dipeluk Ibu, beres-beres kosan juga jadi ada yang nemenin.
Sampai ketika Ibuku akan pulang, waktunya aku mengantar Ibuku ke bandara. Pastilah diakhir pertemuan selalu Ibuku berikan pelukan hangat. Semua terjadi sewajarnya dan biasa saja. Namun ketika malam itu kamar kosku menjadi hening lagi, air mataku tiba tiba menetes, yang aku sadari adalah ketika Ibuku ada disini aku bahagia bukan karena segala kebutuhanku terpenuhi tapi karena ada dia aku merasa aman saat sandaranku ada bersamaku..
Sisi postif merantau, aku jadi lebih menghargai semua waktuku bersamanya, dan sadar betapa menenangkannya kehadiran seorang Ibu.