Surat untuk Para Ibu di Dunia, yang Sudah Banyak Berjuang Demi Keluarga

ibu pahlawan keluarga

Untuk para bunda yang telah memberikan semua yang dimiliki untuk anak-anaknya hingga lupa bagaimana cara merawat dirinya sendiri. Untuk para bunda yang bertahun-tahun tidak pernah membeli satu pakaian pun atau perawatan untuk dirinya sendiri. Untuk para bunda yang setiap hari harus bangun pagi, mengurus rumah tangga dan anak-anaknya di rumah, hingga hanya bisa menunggu waktu tidur tiba.

Advertisement

Saya mengalaminya, sama seperti bunda-bunda lain di luar sana, yang sama-sama sedang berjuang membentuk generasi masa depan. Harus bangun pagi-pagi buta sebelum anak terbangun, mencuci pakaian, melayani suami dan anak-anak yang masih kecil. Menidurkan dan menenangkan mereka setiap kali mereka merengek atau menangis.

Saya merasa seolah-olah tidak punya waktu untuk diri sendiri. Rambut yang selalu berantakan, hingga harus disanggul setiap hari. Mengenakan pakaian lusuh dan berkeringat, atau pakaian yang basah terkena susu. Berjalan di sekitar rumah untuk membersihkan segala macam barang yang diberantakin anak-anak. 

Namun di balik itu semua, ada hari dimana saya ingin menyerah. Mengakhiri jeritan di rumah. Semua ini membuat saya tidak bisa beristirahat, bahkan di malam hari, apalagi jika memiliki bayi. Terkadang ada pertanyaan sekilas yang melintas, "kapan saya punya waktu untuk diri saya sendiri?"

Advertisement

Sejujurnya, mengasuh anak itu sulit. Apalagi bagi saya, yang seorang anak yatim piatu, anak bungsu, dan diasuh dengan pola yang manja. Tapi, bukankah semua ini adalah fitrah kita sebagai seorang wanita? Lalu, saya berpikir ulang. Apakah kegundahan ini terasa karena saya menjalaninya karena terpaksa? 

Ketika rasa lelah bercampur amarah tersusun tinggi di kepala saya, suami pun mulai mengingatkan dan memberi motivasi. Ia mengatakan bahwa rasa lelah itu harus disyukuri. Kita diberikan titipan seorang anak karena Tuhan mempercayai kita. Di luar sana, banyak yang berjuang dengan tenaga dan finansial hanya untuk mendapatkan seorang anak.

Advertisement

Akhirnya, setiap hari, saya menganggap semua ini sebagai rutinitas harian, bukan tugas yang memberatkan. Saya mulai memahami, tanpa disadari, anak-anak sebenarnya memperhatikan saya. Ketika saya stres misalkan, anak saya menyadari apa yang sedang dirasakan ibunya. Anak-anak bisa melihat bagaimana kita memperlakukan diri kita sendiri dan mereka memahami tingkah laku kita. Mereka pun akan mencontoh ibunya sebagai peran utama di rumah. Kita pun tidak ingin jika anak kita mencontoh perilaku buruk ibunya, bukan. 

Inilah saatnya para bunda, khususnya mama muda untuk membuang emosi negatif dan mengubahnya menjadi energi positif. Berhentilah mengatakan pada diri sendiri bahwa bunda tidak punya waktu untuk diri sendiri. Sebaliknya, luangkan waktu untuk diri sendiri meskipun hanya lima menit saja. Contohnya menikmati teh hangat di sore hari. Atau mungkin, istirahat 15 menit di siang hari bersama anak yang juga sedang tidur siang. 

Tidak mengapa anak-anak kita melihat rasa lelah kita dengan berjuang dari waktu ke waktu. Jangan biarkan stres menguasai kita. Cobalah luangkan waktu untuk mengingatkan siapa diri kita. Jangan egois dan mengorbankan anak-anak kita yang tidak bersalah. Hanya karena kita adalah seorang ibu, bukan berarti kita harus kehilangan kendali kita sendiri. Karena anak-anak kita pantas mendapatkan seorang ibu yang terbaik. Memang tidak ada orang tua yang sempurna, tapi setidaknya, sebagai orang tua, kita harus selalu memantaskan diri. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Killing my time with arts, literature, phraseology, visualization, and manipulate. https://ameliasolekha.blogspot.com/

Editor

Not that millennial in digital era.