Surat Terbuka untuk Seorang Ayah yang Sosoknya Tak Pernah Ada

Surat terbuka untuk ayah

Langit masih cerah di terik yang sama, dinginnya angin masih sama. Ada seorang anak kecil yang tumbuh berlari mengejar cahaya kunang-kunang hanya karena ingin hidupnya memiliki arti. Senyum tanpa beban. Tawa sangat lepas. Tak ayal tangisnya pun begitu kencang. Masa demi masa, terulang seperti itu. Roda kehidupan manusia yang tak pernah lelah berputar pada poros yang sama.

Advertisement

Lalu anak itu dikuatkan dengan malaikat bertameng baja, hati selembut sutra dan hebat melebihi pahlawan yang selalu diceritakan manusia lainnya. Anak itu masih dengan riangnya bermain, tak peduli senja datang lebih cepat merenggut waktunya. Ketika bulan melaksanakan tugasnya, anak itu mulai sedikit demi sedikit terpejam. Sekali lagi, ada peluk yang menghangatkan anak itu sehingga ia tak perlu khawatir akan ada hal buruk apa di depan nanti. Karena ia yakin, selalu ada yang melindunginya.

Hari demi hari, anak itu tumbuh menjadi seorang gadis. Dunia semakin nampak di kelopak matanya. Mulai mengerti antara benar dan salah. Bisa memilih untuk berkata iya atau tidak. Mulai bisa mengerti bahwa di sekelilingnya bukan hanya dia sendiri, dia harus bisa bercengkrama dengan sesama. Maklum saja, dari kecil anak itu jarang menemui orang diluar rumahnya sendiri. Dia lebih nyaman di dalam bersama orang-orang yang dari dulu dekat tanpa sekat.

Kamu tahu? Anak itu rentan sejak kecil. Tak boleh terkena angin menjelang hujan hingga saat hujan turun. Tak boleh terlalu lelah. Lemah ya? Hehe. Kalaupun diceritakan lebih mendalam, selamanya kamu tak akan pernah paham karena kamu memilih tidak peduli. Sejak dulu. Bahkan sejak anak itu dilahirkan.

Advertisement

Tenang saja, anak itu tlah didampingi orang hebat kiriman Tuhan. Yang tak membiarkannya jatuh hingga terluka. Selalu mendekap tanpa dipinta. Mencurahkan segala kasih sayang yang beliau punya untuk anak itu. oh ya lupa, kamu masih tidak peduli ya? Untuk apa aku ceritakan ini? Kamu telah menghangat bersama orang-orang itu. Tak pernah menengok barang sedetikpun wajah anak itu (lagi).

Dengan sangat menyesal, ternyata anak itu telah merindunya sesekali. Kemudia sesaat sadar bahwa untuk apa merindu? Sosok apa yang dirindukan? Dia terjerembab dalam abstraksinya sendiri. Ingatan menyayat hati secara perlahan. Lalu badai air mata datang tak terduga, terisak-isak. Meringkuk renta memohon agar tak ada yang datang bertamu mengaku sebagai yang katanya sosok pimpinan keluarga.

Advertisement

Anak itu semakin tumbuh dewasa, mengerti lebih dalam tentang dunia luar. Menghadapi pukulan demi pukulan sendiri. Yang harusnya kau kuatkan, ternyata ia hadapi sendiri. Menghadapi hujatan demi hujatan. Yang harusnya kau lindungi, ternyata ia harus menyiapkan tamengnya sendiri.

Saat semua temannya memiliki panutan, lalu anak itu siapa panutannya? Siapa sosok yang harus ia banggakan? Tidak ada. Bahkan guratan wajahnya saja tak terbayang di benak anak itu. menyakitkan, ya? Atau bagimu ini biasa saja?

Dia tumbuh dengan segala didikan baik oleh malaikat hebat tetapi tak bisa dipungkiri dendam dan benci akan sosokmu pun tak bisa ia hapus begitu saja. Dia menjadi sosok yang tak percaya pada kebaikan kaum adam. Di benaknya pasti takut akan sama saja sepertimu. Terulang lagi dan lagi. Genggaman tak memiliki arti. Semakin sesak saja, tapi tulisan ini akan mengutarakan segalanya.

Siang ia riang, malam baginya kelam. Menyelami lagi rasa sakit ditinggal yang sebenar-benarnya ditinggal. Mengorek lagi mungkin ada setitik kebaikan yang kau berikan padanya. Baginya, kau tak lebih dari sosok yang tak bisa ia jadikan tempat teduh. Hanya selalu membuatnya rapuh. Jangan meminta maaf. Persediaan untukmu tak ada, bahkan tak pernah ada.

Terkadang anak itu bertanya-tanya. Mengapa bisa meninggalkan dengan begitu mudahnya sementara membentuk sempurna adalah dengan menjadi utuh? Lalu menghilang seolah sudah bebas meninggalkan yang menjadikanmu beban.

Menghormatimu mungkin akan dilakukannya, tapi tidak untuk pengakuan. Baginya, tak ada sosok sepertimu selama hidup tidak masalah. Karena selama dua dekade dia hidup, ragamu tak pernah ada untuknya. Darahnya mungkin terdapat aliran darahmu tapi nyatanya ia berjuang sendiri tanpa didukung olehmu sedikitpun.

Anak itu tak menyesali takdir Tuhan. Sejarah yang terukir tak bisa ia usir. Sedikit kata untukmu, kelak ketika tak sengaja bertemu bersikaplah seolah-olah kalian harus melakukan perkenalan kembali. Tapi tak usah menjabat, cukup tatap. Semoga senyum anak itu masih ada untukmu. Semoga ikhlas masih tertanam dihati anak itu. Kau telah melukainya di ribuan waktu. Membiarkannya berjalan sendiri tanpa kau dampingi.

Doa pada Tuhan selalu ia panjatkan agar kau baik-baik saja dan diampuni segala dosa-dosanya. Hiduplah yang baik. Beribadahlah tanpa kenal putus. Anak itu sudah bisa berdiri sendiri, tak perlu lagi kau temui tubuhnya.

Sekian. Semoga bahagia.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

seorang pegawai swasta yang ingin menjadi penulis. lebih intinya lagi, ingi berhasil dengan ridho Allah.

Editor

Not that millennial in digital era.