Apa kabar, Pa?
Hari ini tepat setahun kepergianmu. Pun setahun sudah kehilanganku. Doa-doa selalu menjadikanmu topik utama. Teruntuk matahari dalam hidupku, rindu yang berirama dalam doa adalah satu-satunya cara memelukmu di sana.
Tahukah Pa, rupanya waktu berlarian sangat cepat, anak perempuanmu pun telah terbiasa dan harus dituntut untuk tumbuh menjadi kuat. Meski terkadang perasaan kehilangan telah memberi luka yang teramat. Aku tahu, Dia tidak pernah benar-benar memberi sakit yang bertahta lama. Aku hanya harus percaya, bahwa bahagia akan merekah sesuai waktuNya.
Pa, kini anak perempuan mu sedang memulai melangkah kembali. Sepenuh penerimaan atas segala uji yang menghampiri. Meski terkadang rasa rindu serta iri berjalan beriringan. Membuatku kadang tak mampu menahan kerinduan. Semoga rindu yang bernapaskan doa, akan selalu menempatkanmu di sisi Allah yang paling cahaya.
Papa tercinta,
Maaf jika sekali lagi bahkan berkali-kali anakmu mengetuk pintu waktumu. Anak perempuanmu hanya belum terbiasa berjalan sendiri tanpamu. Hadirmu dalam hidup rupanya hanya beberapa hitungan waktu. Namun, kehilanganmu begitu menyita ribuan waktu.
Papa tercinta,
Bolehkah aku bercerita?
Dulu, saat aku pernah berada di dalam kecemasan, sepenuh juang akan sebuah kehilangan kucoba untuk menuju sepenuh ikhlas atas semua kejadian. Bahkan seringkali ketika aku menjumpai jalanan yang terjal. Hatiku merutuki keadaan, menyalahkan siapa pun bahkan diri sendiri. Rasanya sendiri saat ini begitu menyiksa tanpa suaramu yang menguatkan. Aku semakin rindu padamu.
Hidup memang tidak pernah memberi apa yang sesuai kata kita, bukan?
Seiring waktu, aku mencoba memahami dan sepenuh menerima bahwa kehilangan tidak selalu menghadirkan luka saja. Terkadang Allah memiliki jalan cerita yang mungkin tidak sesuai katamu. Namun aku percaya jalan cerita yang telah Dia rancang untukku dan kita adalah jalan cerita yang terbaik untukku dan kita.
Aku pernah dengan sengaja melepas semua yang kuperjuangkan. Semua yang ku persiapkan. Untukmu dan mama. Tanpa sesiapa yang mengetahui, aku terus memaksa diri untuk mampu. Mengejar satu-satunya mimpi; Sebuah Rumah.
Kabar duka itu seperti bom waktu, Pa. Dalam sehari aku kehilangan semuanya. Harapan, tujuan dan keinginan. Aku membuang semuanya.
Ya, Pa. Anakmu mengalami kejatuhan yang teramat. Bahkan jika saat itu aku berada di tepi jurang yang dalam. Maka aku memilih untuk jatuh di dalam kegelapan itu.
Kepergianmu menghadirkan duka yang dalam bagiku. Aku menjadi bukan sesiapa tanpamu. Aku kehilangan tujuan yang ingin ku capai. Aku kehilangan tempat untuk berbangga akan prestasi yang ku raih. Ya. Kehilanganmu membuatku kosong tak bernyawa.
Ketika mengingat pesan terakhir mu yang menginginkan ku menjaga mama. Aku berupaya menyembuhkan lukaku terlebih dahulu. Barulah aku mampu mengobati luka yang lainnya.
Untuk membuat mama kembali memiliki seseorang yang berarti. Maka aku harus membuatnya menyadari bahwa masih ada anak perempuan nya yang terus berupaya meraih mimpi. Mimpi- mimpinya. Dan aku belajar dari kehilangan. Tidak selamanya kehilangan memberi kepayahan. Aku saja yang mungkin belum terlalu paham dan sepenuh menerima takdirNya.
Dia, matahari dalam hidupku. Maaf Pa, jika anak perempuanmu masih belum sepenuhnya bisa mengendalikan segala emosi. Seringkalinya aku mungkin masih terbuai olehnya bahkan tanpa sadar aku menjadi terbiasa olehnya. Ya, walau sebenarnya kita manusia memang dibekali semua emosi itu. Anakmu terus berupaya belajar melepaskan dengan pelan-pelan.
Katakan padaku, apa itu luka? Apakah rasanya sama dengan duka? Apa bedanya jika dua-duanya hadir dalam Damai dan badai?
Satu hal yang kupelajari dari Kehilangan adalah bisa jadi Allah sedang menerpa jiwa kami menjadi lebih kuat. Memberi petunjuk akan sebuah hikmah yang bisa kami petik dari kejadian yang menurut kita menyakitkan itu. Ya, Karena dengan memungut hikmah, kita akan bersyukur, kita akan tahu kenapa Allah memberi ujian. Tidak selamanya badai membawa kehancuran, kau hanya harus berprasangka baik bahwa setelah badai akan selalu ada kedamaian.
Papa tercinta,
Aku tahu kau tak pernah benar-benar pergi. Kau yang akan selalu hidup di setiap ukiran senyumanku, kau yang akan selalu memberi napas dalam setiap nasihatmu. Mendoakanmu, Pa. Cara rinduku menemukan rumahnya.
Papa tercinta,
Aku merasa kau akan selalu mendekapku dalam pelukanmu saat samudera kehidupan berusaha menenggelamkan. Karena ku tahu, kau tak pernah benar-benar jauh. Kau akan selalu mengangkatku saat jatuh hingga aku kembali bangkit dan tegar menghadapi segala rintangan.
Teringat waktu itu, ketika langkah kecilku membuatmu bangga. Dan selalu ku dapati engkau yang selalu bangga dan berada di garis depan ketika aku memamerkan kehebatanku di depan banyak orang. Bahkan seringkali aku ingin selalu membuatmu bangga. Meskipun kehebatanku tidak seberapa, namun engkaulah yang selalu setia untuk bertepuk tangan untukku.
Papa tercinta,
Doaku tidak terhenti dalam kata-kata. Ia selalu memenuhi rongga dada. Rindu yang tidak pernah jeda, selalu menghadirkan kau sebagai topik utama.
Terima kasih telah menjadi lentera di saat kegelapan memenuhi. Meski ragamu telah tiada. Pesanmu tidak akan binasa.
Papa, terimakasih telah hadir dalam hidupku. Terimakasih telah memberi kasih dan sayang paling lengkap untukku. Mendapatimu sebagai pelindungku adalah anugerah terbesar yang pernah Allah berikan. Maka aku tidak pernah menyimpan penyesalan.
Kau matahariku, penerang dan penghangat jiwaku. Tetaplah bersinar disana pa, agar nanti dapat dengan mudah kutemukan kau saat Allah menjemput waktuku.
Batam, 14 Juli 2019
Putri tercintamu
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”