Sepucuk Surat Penuh Rindu kepada Ayah Tercinta, dari Seorang Gadis yang Kini Beranjak Dewasa

surat penuh rindu kepada ayah

Ayah, inilah aku, bidadari kecilmu yang sudah dewasa. Hangatnya gendonganmu masih membekas di benak ingatanku. Ikatan rambutku masih mencium bau tanganmu yang 15 tahun belakangan tidak pernah lagi  kurasakan. Aku merindukan waktu itu, sungguh aku rindu dan ingin kembali. Sekarang tubuhku tidak semungil dulu dan sekarang jarak semakin menjauh di antara kita. Aku tau ini normalnya anak perempuan dengan ayahnya.

Advertisement

Sebenarnya aku tidak rela akan hal ini, ayah. Ada jarak yang membelenggu di antara kita. Rasa sungkan semakin besar tiap harinya. Komunikasi yang dulunya terjalin hangat dan penuh canda ria berubah menjadi dingin. Tidak ada lagi gurauan bersama dalam waktu berdua yang kita habiskan. Aku kembali, ini karena aku bukan lagi bidadari kecil. Inilah aku bidadari sesungguhnya yang telah dewasa. Aku telah mengerti arti jarak itu sekarang. Meski tidak harus aku ataupun engkah jelaskan dengan kata-kata.

Ayah, banyak yang bertanya, siapa lelaki yang paling mencintaimu. Kebanyakan mereka menjawab kekasih mereka ayah, namun aku tau jawaban itu sebenarnya salah besar. Tiada yang mengalahkan cintamu padaku. Cinta seorang ayah adalah cinta seorang lelaki yang paling tulus menurutku. Aku percaya engkau adalah seorang lelaki yang sudah pasti tidak akan mengecewakan diriku. Dalam darahku mengalir darahmu dan darahmu adalah bagian dariku dan bagaimana mungkin ada bibit menyakitkan yang akan engkau lakukan padaku. Itu tidak mungkin ayah.

Ayah, jarak dunia nyata kini pun turut memisahkan kita. Engkau memberikan jalan padaku agar aku menjadi generasi cerdas. Generasi yang unggul tanpa melupakan kasih sayang pada keluarga. Meski sekarang tidak ada batas ruang dan waktu untuk berkomunikasi dengan siapa saja, termasuk juga denganmu ayah. Tapi setiap kali deringan telepon yang masuk pada ponsel ini berbunyi, aku hanya bisa mendengar suaramu dalam durasi yang singkat. Engkau segera memberikan pembicaraan pada ibu. Aku bertanya, mengapa ayah. Namun aku tau jawabannya, inilah aku yang sudah dewasa.

Advertisement

Ayah, sekarang aku berjalan menempuh kehidupan. Aku tau sudah banyak bekal yang engaku berikan. Aku tahu harapanmu yang besar. Aku tahu pikiranmu penuh terisi. Aku tahu engkau selalu memikirkan aku. Dan, aku tahu kekhawatiranmu padaku. Aku tahu berat beban pikiranmu itu ayah. Meski tidak terucap di bibirmu, namun itu terlukis di wajahmu. Ikatan batin kita telah menyatu. Merasakan hal dalam suasana dan nuansa yang sama.

Ayah, kurangkai pesan untukmu. Pesan yang mungkin hanya sebaris dari keseluruhan pesan yang masih ada di benakku. Namun inilah yang dapat kusampaikan dalam huruf-huruf yang telah kupelajari. Inilah untaian kalimat perasaanku bidadarimu kini. Bagaimanapun dilemanya aku menghadapi situasi saat ini. Satu hal yang paling aku yakini, ayah. Cintamu padaku abadi dan tidak akan pernah sirna.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Editor

une femme libre