Surat Cinta untuk Teman yang Berutang Uang Kepadaku, Semoga Hatimu Tergerak untuk Segera Membayarnya

Hai, Temanku.

Advertisement

Di mana saja kamu berada, aku doakan semoga kamu selalu diberikan kebahagiaan. Oh iya, bagaimana kabarmu? Kemarin aku baru saja melihat story-mu yang sedang asyik berlibur di vila mewah yang berada di tepi pantai yang indah. Bagaimana perasaanmu saat liburan itu? Ah, pasti indah sekali rasanya. Harga untuk bermalam di vila mewah itu tentu tidak murah. Wah, tampaknya kondisi keuanganmu sangat sejahtera, ya! Hehehe…

Dear, Temanku yang baik.

Beberapa hari lalu juga aku sempat melihat posting-anmu di media sosial saat kamu sedang asyik menyantap hidangan mewah di sebuah restoran terkenal. Pengunjung yang datang ke restoran itu tentu adalah orang-orang berdompet tebal. Berarti, bisa dibilang kalau kamu termasuk dalam kategori orang kaya, ya. Hehehe…

Advertisement

Aku juga senang melihat kamu semakin eksis dengan barang-barang branded super mahal yang sering kamu tunjukkan ketika hangout. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, kamu menggunakan berbagai merek terkenal dengan harga jutaan. Terasa berbanding terbalik denganku yang lebih memilih untuk memburu flash sale di e-commerce. Hehehe…

Dear, Temanku yang keren dan hits.

Advertisement

Semoga kamu juga masih ingat kalau ada seseorang yang selalu menunggu kepastian darimu untuk melunasi semua utangmu. Yaitu aku. Aku yang dulu mati-matian berusaha memenuhi permintaanmu dengan landasan pertemanan sekaligus rasa kasihan.

Kita memang sudah berteman cukup lama dan sudah sangat akrab. Wajar saja jika kita sering berbagi dalam segala hal termasuk uang. Kamu pernah mentraktirku, begitu pula aku. Kita saling bergantian dalam urusan bayar-membayar dengan jumlah yang mungkin tidak banyak. Ketika kita ingin menggantinya, kita selalu berdalih: Sudahlah, nggak usah diganti. Kayak sama siapa aja.

Tapi kali ini, saat kamu membutuhkan uang dalam jumlah yang besar dan dengan wajah memelas, awalnya aku cukup banyak pertimbangan. Karena nominal yang ingin kamu pinjam tidak sedikit jumlahnya. Bagiku, nominal tersebut cukup untuk membiayai hidupku selama dua-tiga bulan.

Namun, dengan alasan kemanusiaan dan pertemanan yang sudah terjalin cukup lama, akhirnya aku rela melepas tabungan yang sudah aku kumpulkan dengan susah payah untuk aku pinjamkan kepadamu. Kamu pun berjanji untuk mengembalikannya dalam tempo yang sudah kita sepakati bersama.

Namun, bulan demi bulan, tahun demi tahun, aku sama sekali tidak pernah mendengar itikad baikmu untuk mengembalikan uangku. Dari jutaan rupiah yang kamu pinjam, belum ada satu rupiah pun yang kamu kembalikan. Setiap kali aku menanyakan perihal itu, kamu selalu berusaha untuk mengelak dan menjauh dariku. Bahkan kamu sampai memblokir nomorku dan semua media sosialku.

Ditambah dengan gaya hidupmu yang semakin seperti sosialita. Aku jadi berpikir heran, kenapa kamu bisa liburan, makan di restoran, dan membeli barang-barang mewah, sementara utangmu padaku masih bertumpuk?

Aku selalu mencoba untuk menagih hakku dengan attitude yang baik dan tidak terkesan seperti rentenir. Namun, rupanya hatimu belum luluh untuk mengembalikan uangku. Aku sampai bingung dengan cara apa lagi aku harus menagih uangku. Seandainya aku adalah pinjol, pasti bunga utangmu sudah membengkak.

Aku yang hatinya terlalu tidak enakan, membuatku tidak sanggup untuk menagihnya dengan cara yang keras. Aku selalu mempertimbangkan perasaanmu di atas perasaanku. Padahal, sikap tersebut justru semakin menyiksa batinku. Sebagai seseorang yang berutang, pernahkah mau merasakan perasaan itu?

Aku sudah pasrah jika memang kamu tidak berniat mengembalikan uangku. Tapi meskipun pasrah, jauh di dalam hati aku belum ikhlas untuk merelakan sesuatu yang menjadi hakku.

Bagiku, pertemanan tidak bisa dinilai dengan uang. Namun, sekarang tampaknya uanglah yang merusak pertemanan kita.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Masih berusaha untuk menulis ditengah kesibukan mengurus anak