Sunyi Dermaga
Kau tak sadar bahwa dermaga beku itu setia menantimu. Telinga dan mata diutusnya agar selalu awas pada suara dan lintas keadaan. Meski bunyi hanya sekilas tanda, dan kejadian hanya sekejap tatap muka. Namun ia -dermaga itu- selalu berharap bahwa yang tiba mendekat sebagai perahu adalah dirimu. Bukan kesunyian, bukan semu pengharapan, dan bukan pula detik sia-sia.
Dermaga itu tak percaya pada sinar lampu mercusuar. Baginya, semua pendar tak pernah mengarahkanmu sampai padanya. Mungkin kau menyimpan kompas ganda yang jarum-jarumnya menunjuk arah ke mana kau harus berada. Tapi, celakanya kau justru melupakan peta yang harus dibawa dan meninggalkannya tepat di garis samudera.
Katakan! Jika kau tersesat, dermaga itu harus mencarimu ke mana?
Apakah yang di kejauhan itu siluet tubuhmu? Tanya dermaga pada kesiur angin, deburan ombak, dan anomali cuaca di hasyiah samudera. Namun, tsemua yang nampak hanyalah sebuah tipuan optik untuk mata. Mungkin rindu yang teramat gebu tak bisa ditunaikan selain dengan bertemu. Sementara penantian, pelan-pelan menjadi amuk badai di dada tercuram.
Desau angin; suara yang sepadan dengan ratap doa dermaga. Langit menggantung kesunyian, berayun dari hampa ke lengang, dari senyap kepada ketiadaan. Sembari menunggu, ia merajut rindunya dari benang-benang tangis yang getas. "Biar menjadi selendang, jadi penutup bahuku yang guncang." desisnya. Ketiadaan jadi lanskap yang dekat dengan matanya.
Entah, di manakah waktu menyembunyikanmu, wahai perahu?
Kembalilah, jika kau tak ingin melihatnya moksa bersama debur ombak dan kepakan camar. Atau menghilang di arus laut yang tak mempunyai akhir dan terus berputar.
9 November 2013
Saat Badai
Â
kita kemudian memilih
untuk saling menentramkan
dan berpegangan
di atas geladak kapal yang diguncangkan
oleh ngeri laut dan ombak
kenestapaan
Â
kita kelasi pengecut nan gagal
meringkuk, memeluk tubuh yang digigilkan nasib di pekat buritan
sembari menebak arah mercusuar
dan mengira-ngira
ke mana arah pulang dan muasal tujuan
atau mencari penjuru untuk sekedar menjatuhkan sauh
sebelum kapal yang kita tumpangi kabur dari ketakutan
Â
maka, beginilah kita di tengah badai
-saling menentramkan dengan santun kata-kata-
meskipun maut kian dekat mengendap-endap
menyamar sekawanan lanun
yang akan merampas nyawa
tiba-tiba
Â
inilah badai! sebenar-benar badai
Juni 2013
Â
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”