#PuisiHipwee Sunyi Dermaga

Sunyi Dermaga

Sunyi Dermaga

Advertisement

Kau tak sadar bahwa dermaga beku itu setia menantimu. Telinga dan mata diutusnya agar selalu awas pada suara dan lintas keadaan. Meski bunyi hanya sekilas tanda, dan kejadian hanya sekejap tatap muka. Namun ia -dermaga itu- selalu berharap bahwa yang tiba mendekat sebagai perahu adalah dirimu. Bukan kesunyian, bukan semu pengharapan, dan bukan pula detik sia-sia.

Dermaga itu tak percaya pada sinar lampu mercusuar. Baginya, semua pendar tak pernah mengarahkanmu sampai padanya. Mungkin kau menyimpan kompas ganda yang jarum-jarumnya menunjuk arah ke mana kau harus berada. Tapi, celakanya kau justru melupakan peta yang harus dibawa dan meninggalkannya tepat di garis samudera.


Katakan! Jika kau tersesat, dermaga itu harus mencarimu ke mana?


Advertisement

Apakah yang di kejauhan itu siluet tubuhmu? Tanya dermaga pada kesiur angin, deburan ombak, dan anomali cuaca di hasyiah samudera. Namun, tsemua yang nampak hanyalah sebuah tipuan optik untuk mata. Mungkin rindu yang teramat gebu tak bisa ditunaikan selain dengan bertemu. Sementara penantian, pelan-pelan menjadi amuk badai di dada tercuram.

Desau angin; suara yang sepadan dengan ratap doa dermaga. Langit menggantung kesunyian, berayun dari hampa ke lengang, dari senyap kepada ketiadaan. Sembari menunggu, ia merajut rindunya dari benang-benang tangis yang getas.  "Biar menjadi selendang, jadi penutup bahuku yang guncang." desisnya. Ketiadaan jadi lanskap yang dekat dengan matanya.

Advertisement


Entah, di manakah waktu menyembunyikanmu, wahai perahu?


Kembalilah, jika kau tak ingin melihatnya moksa bersama debur ombak dan kepakan camar. Atau menghilang di arus laut yang tak mempunyai akhir dan terus berputar.

9 November 2013

Saat Badai

 

kita kemudian memilih

untuk saling menentramkan

dan berpegangan

di atas geladak kapal yang diguncangkan

oleh ngeri laut dan ombak

kenestapaan

 

kita kelasi pengecut nan gagal

meringkuk, memeluk tubuh yang digigilkan nasib di pekat buritan

sembari menebak arah mercusuar

dan mengira-ngira

ke mana arah pulang dan muasal tujuan

atau mencari penjuru untuk sekedar menjatuhkan sauh

sebelum kapal yang kita tumpangi kabur dari ketakutan

 

maka, beginilah kita di tengah badai

-saling menentramkan dengan santun kata-kata-

meskipun maut kian dekat mengendap-endap

menyamar sekawanan lanun

yang akan merampas nyawa

tiba-tiba

 

inilah badai! sebenar-benar badai

Juni 2013

 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Lahir 1 Juni di Batang, Jawa Tengah. Seorang guru di SMP Negeri 6 Batang. Menyukai Puisi. Buku kumpulan puisinya berjudul "Senandika Pemantik Api".