Anak-anak akan seringkali menangis karena hal-hal yang kita anggap sepele. Meski tidak habis pikir mengapa, tapi kita sebenarnya bisa memaklumi. Mengapa? Karena kita semua pernah melalui fase anak-anak.
Walaupun pernah menjadi anak-anak, namun ingatan kita pasti tidak bisa mengingat semua pengalaman memalukan masa kecil. Tidak semua 'kan ingat pengalaman menangis di muka umum, mogok makan, kabur dari rumah, merengek minta mainan, tantrum dengan melempar barang, menjaga dan mengurus adik-adik termasuk mengalah mau tidak mau karena adik-adik (terutama dirasakan anak pertama). Kita bisa mengerti keinginan mereka untuk diperhatikan dan dilimpahkan kasih sayang. Kita juga bisa mengerti keinginan mereka untuk dipuji dan dituruti keinginannya. Karena kita pernah menjadi mereka di masa lalu.
Mungkin inilah susahnya memahami hubungan dengan orang tua. Kenapa? Ya karena kita belum pernah menjadi orang tua dan hanya bisa melihat segalanya dari posisi kita sebagai anak. Kita seringkali gagal paham pada setiap keputusan-keputusan mereka. Pada setiap perkataan atau tindakan mereka. Seringkali kita mengartikan kata tidaknya mereka sebagai tanda mereka tidak sayang pada kita. Padahal orangtua melarang karena khawatir dengan keadaan kita nantinya.
Seringkali pula kita mengartikan arti 'terserah' atau diamnya mereka sebagai tanda bahwa mereka tidak peduli. Padahal mereka mungkin sedang melatih kita untuk berani mengambil keputusan beserta risikonya sendiri. Seringkali kita mengartikan bahwa tidak pernahnya mereka mengontak atau menanyakan kabar sebagai tanda tidak lagi sayang, padahal bisa jadi mereka menunggu kita yang mengontak duluan karena takut mengganggu kegiatan kita saat menelepon terlebih dahulu. Alih-alih menelepon karena takut mengganggu, mereka mendoakan supaya kita sehat dan baik-baik saja di tempat rantau.Â
Nyatanya kita sulit mengerti apa apa tentang orangtua kita karena kita belum pernah mengalaminya. Saat kita menjadi orangtua kelak mungkin kita akan mengerti apa-apa yang dulu mereka lakukan adalah yang mereka rasa terbaik untuk kita. Apa-apa yang mereka larang adalah apa-apa yang dianggapnya membahayakan bagi kita, anaknya tersayang.
Lagi-lagi setiap orangtua punya cara tersendiri dalam mendidik anak-anaknya dan hal itu tidak bisa disamaratakan antara satu sama lain karena kebutuhan tiap anak juga berbeda. Mereka dan kita sama-sama belajar, disaat kita belajar menjadi anak, mereka belajar menjadi orang tua. Akan ada saatnya kita berganti peran, kita yang menjadi orangtua, dan mereka yang menjadi kakek-nenek yang mungkin bersikap layaknya anak-anak. Lalu pusaran yang sama akan terulang, kembali sama-sama belajar. Begitulah hakikatnya menjadi manusia, menjadi pembelajar.
Lagi-lagi persoalannya hanya semudah mencoba memahami tanpa perlu menjalani, mencoba mengerti tanpa perlu banyak bertanya. Akan ada saatnya kita mengerti mengapa orang tua kita berlaku seperti itu. Ada saatnya kita akan paham bagaimana perasaan orang tua kita sebenarnya. Ya mungkin lewat cara yang sama, yaitu menjadi orang tua.
Ada saatnya nanti kita akan dapat memahami bagaimana payahnya orang tua kita melahirkan dan mengasuh kita. Ada saatnya nanti kita akan dapat memahami bagaimana perasaan orang tua kita saat kita jauh darinya. Ada saatnya nanti kita akan dapat memahami bagaimana paniknya kita saat terjatuh ataupun sakit walaupun hanya demam biasa. Ada saatnya nanti kita akan menjadi keduanya, menjadi anak juga orang tua. Baru kita akan lebih mudah dalam mengerti semuanya. Baru kita akan lebih mudah mengerti betapa sulitnya menjadi orang tua.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”