Apa sih yang ada dibenak kalian ketika mendengar spill the tea? teh, ngeteh, atau orang yang numpahin teh? Eh nggak salah kok, jika kalian berfikir seperti ini. Sohip pasti pernah melihat ini  di beberapa komentar netizen yang sering kita temui pada postingan orang seperti kak beli baju dimana? Spill  nama tokonya dong! atau wah siapa tuh? Spill dong nama pacarnya! Pasti kalian nggak asing dong sama kalimat-kalimat itu.
Sebenarnya istilah spill the tea sendiri sering dipakai untuk membocorkan fakta atau biasa digunakan untuk membagi cerita entah itu informasi, rumor, atau pengalaman pribadi. Biasanya seseorang membagikan ceritanya lewat twitter dengan thread yang panjang sehingga bisa menarik perhatian publik.
Namun, akhir-akhir ini spill the tea menjadi populer karena digunakan untuk menumpahkan cerita terutama dalam kasus pelecehan seksual yang sedang ramai entah itu berhubungan dengan tokoh agama, tokoh masyarakat ataupun organisasi. #namabaikkampus menjadi salah satu contoh tagar yang pernah ramai di twitter, dimana ada salah seorang mahasiswa yang mengalami pelecehan seksual dikampusnya sehingga ia menyuarakan rasa keprihatinanya lewat media sosial. Tak berlangsung lama kasus ini pun menjadi trending di twitter dan banyak mengundang perhatian banyak kalangan.
Pada hakekatnya tindakan berbagi cerita atau mengungkap informasi seperti ini merupakan semua hak terlebih orang yang mengalaminya, menumphkan cerita bagi para penyintas dianggap menjadi jalan terakhir terlebih mereka yang sulit memiliki akses entah itu perlindungan hukum, atau pelindungan pribadi.
Mereka menganggap bahwa menumpahkan ceritanya lewat media sosial bisa menjadi salah satu jalan untuk mendapat dukungan, bahkan beberapa orang pun ikut tergerak untuk berbagi cerita lewat sosial media, kisah mereka pun menjadi perhatian publik karena adanya spill the tea ini karena tidak sedikit bisa menggiring penegak hukum untuk memproses kasusnya.namun, tidak sedikit juga korban pelecehan yang menumpahkan ceritanya bukannya mendapat simpati malah mendapat intimidasi dari publik sehingga hal ini sering mengundang trauma para penyintas.
Walaupun berbagi ceita disosial media dianggap alternatif untuk melawan, hal ini juga mengundang resiko. Terlebih ketika para lawan dari korban yang menuntut balik dengan alasan pencemaran nama baik, sehingga hal ini pun menjadi masalah serius alih-alih mendapat keadilan justru penyintas mendapat ancaman.
Sebenarnya tindakan berbagi cerita atau kisah lewat media sosial tidaklah selalu mengarah pada akhir yang bahagia karena dianggap belum menyelesaikan akar dari masalah. Nah kalau Sohip sendiri setuju nggak dengan adanya budaya spill the tea ini?
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”