Sudah menjadi kewajiban bagi orangtua untuk mengasuh dan mendidik anak dengan pola pengasuhan terbaik. Kata “terbaik” ini memiliki definisi yang berbeda-beda bagi setiap orangtua. Sebagai orangtua, jangan sampai kita lalai dalam memenuhi hak anak. Tidak hanya pemenuhan hak secara fisik seperti memberikannya makan dan minum dengan gizi terbaik agar mereka bisa tumbuh dan berkembang, atau memberikannya pakaian terbaik, tetapi juga memberikannya perlindungan, kasih sayang, dan bimbingan.
Pola pengasuhan anak menjadi hal yang sedikit tricky dan challenging. Apalagi di zaman teknologi seperti ini. Jangan sampai kehadiran kita sebagai orangtua digantikan oleh gadget. Tetapi adanya teknologi juga membantu kita, para orangtua untuk lebih mudah mengakses referensi yang terkait dengan ilmu parenting. Bahkan sebelum memasuki jenjang pernikahan, ilmu parenting menjadi salah satu hal dasar yang bisa dipelajari oleh para pasangan / calon orangtua.
Tidak ada pola pengasuhan yang mutlak benar. Itu semua tergantung dari kebutuhan sang anak. Setiap orangtua memiliki cara tersendiri dalam mendidik buah hatinya dan itu semua bertujuan baik, agar sang anak tumbuh menjadi pribadi yang bermanfaat, mudah beradaptasi, dan dapat hidup selaras dengan lingkungan. Karena setiap anak memiliki keunikannya sendiri, maka antara pola asuh orangtua satu dengan yang lainnya tidak bisa disamakan, seperti halnya definisi ‘terbaik’ tadi.
Salah satu metode parenting yang bisa digunakan yaitu metode tough love. Tough love sering diartikan sebagai pola didikan yang otoriter, padahal sangat jauh berbeda. Sama halnya dengan metode parenting yang lain yang memiliki tujuan yang baik, tough love ini juga memiliki tujuan yang sangat baik bagi perkembangan anak agar anak dapat hidup dengan tough (kuat/tabah) di tengah-tengah keadaan apapun yang sedang dialaminya.
Jika pola pengasuhan yang otoriter cenderung menggunakan hak sebagai orangtua dengan cara yang otoriter agar anak patuh, berbeda dengan tough love yang menyisipkan rasa empati dan kehangatan agar anak mendapatkan pelajaran hidup yang nantinya berguna saat mereka dewasa.
Alih-alih memanjakan mereka, tough love justru mengajarkan mereka bagaimana bertahan di tengah dentuman keras kehidupan. Mereka diajarkan dan dihadapkan pada hal-hal yang sulit atau berat agar mereka terbiasa nantinnya dan mampu bertahan saat kondisi sulit menyapa hidup mereka. Jika mereka terbiasa dengan kondisi sulit tersebut, mereka akan lebih menghargai setiap nikmat yang mereka dapatkan. Bukannya mencegah mereka dari perasaan senang, tetapi menunda kesenangan atau biasa disebut delayed gratification agar mereka merasakan sakit terlebih dahulu sebelum senang. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Begitulah kata pepatah.
Tough love juga mengajarkan kepada anak agar lebih bertanggung jawab atas kehidupan dan setiap perilaku, serta keputusan mereka. Orangtua yang menerapkan pola didikan tough love tidak akan melindungi atau membantu langsung sang anak dalam menghadapi setiap konsekuensi yang telah mereka ambil. Para orangtua ini akan membiarkan anak mereka menghadapi dan menyelesaikan setiap konsekuensi tersebut sendiri.
Bukan bermaksud kejam, hanya saja orangtua mengharapkan agar sang anak mendapat pelajaran hidup dari kejadian tersebut dan dapat lebih bertanggung jawab dan jeli dalam mengambil keputusan maupun berperilaku. Orangtua disini hanya berperan sebagai fasilitator, bukan mendikte.
Pola pengasuhan tough love bisa jadi sulit diterapkan karena seringnya anak malah memberontak. Namun, jika dilakukan dengan benar, karakter dan perilaku anak dapat terbentuk ke arah yang lebih baik . Dalam pola pengasuhan tough love ini, anak tidak hanya dibiarkan saja menebak-nebak sendiri mengapa orangtua mereka tega menempatkan mereka dalam ‘kondisi sulit’.
Peran orangtua untuk turut menjelaskan dan memberikan pengertian kepada sang anak sangat dibutuhkan. Orangtua harus bersikap terbuka dan jelas sehingga anak tidak merasa dirinya dibenci atau bahkan dikekang dan mencegah bentuk kesalahpahaman lainnya.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”