Siapkah Sekolah Menerapkan Kurikulum Merdeka?

Pandemi covid-19 yang terjadi di Indonesia selama kurang lebih 2 tahun kemarin juga berdampak pada sistem pendidikan di Indonesia. Pemerintah terpaksa meliburkan sekolah-sekolah guna meminimalisir penyebaran virus corona. 

Advertisement

Awalnya hanya libur 1 minggu, tapi diperpanjang terus karena pandemi makin merebak. Sampai pada akhirnya diterapkannya pembelajaran daring di Indonesia.

Guru pun makin dibuat pusing. Terutama guru SD kelas bawah di desa. Karena masih kelas satu, siswa belum pegang HP sendiri ditambah kedua orangtuanya yang bekerja. Orang tua siswa juga banyak yang masih gaptek akan teknologi, karena kebanyakan hanya lulusan SD maupun SLTP. Belum lagi ada juga siswa yang dalam keluarganya tidak ada HP. 

Sekarang masa-masa sulit tersebut sudah berakhir. Pembelajaran langsung di sekolah juga sudah berjalan. Namun, ada hal yang berbeda, yaitu kurikulum yang digunakan. 

Advertisement

Saat ini Indonesia sudah mulai menerapkan kurikulum merdeka untuk kelas 1 & 4 SD, 7 SMP, dan 10 SMA. Namun, apakah sebenarnya sekolah sudah siap dalam menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum merdeka? 

Dilansir dari ditpsd.kemdikbud.go.id, Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.

Advertisement

Dalam kurikulum merdeka juga dikenal adanyan P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Sekolah semestinya menyisihkan waktu untuk melakukan kegiatan P5. Alokasi waktu untuk kegiatan P5 yang ditetapkan pemerintah adalah 20% dari total JP per tahun untuk SD, 25% dari total JP per tahun untuk SMP, dan 30% dari total JP per tahun untuk SMA.

Fakta di lapangan, masih ada sekolah yang 'menerapkan kurikulum merdeka' namun penyelenggaraan P5nya tidak berjalan. Para guru mengaku masih bingung dengan kurikulum merdeka.  Pihak sekolah seolah sedikit 'terpaksa' menerapkan kurikulum merdeka. Para guru hanya mendapat pelatihan selama beberapa hari ditambah di desa masih banyak sekolah-sekolah yang kekurangan guru. Oleh karena itu, sebenarnya masih ada sekolah yang belum benar-benar siap menerapkan kurikulum merdeka, namun mau nggak mau harus menerapkannya. 

Kurikulum merdeka mungkin saja bagus jika diterapkan di sekolah-sekolah yang mempunyai fasilitas belajar memadai dan juga kualitas gurunya yang mumpuni. Namun tidak dengan beberapa sekolah-sekolah di pedesaan.

Sayangnya pemerintah kurang memperhatikan hal tersebut. Apakah pemerintah tahu beban yang dirasakan guru di lapangan? Segala bentuk laporan memakai aplikasi. Guru yang sudah tua pun hanya bisa pasrah.

Beban guru sekarang tidak hanya mengajar dan mendidik para siswanya. Guru juga harus membuat segala macam administrasi sekolah. Belum lagi kalau merangkap menjadi operator sekolah, aset,  maupun bendahara BOS, maka pekerjaan guru pun semakin bertambah banyak. Akibatnya, guru menjadi kurang maksimal dalam mengajar.

Sebenarnya, apa yang diharapkan dari kurikulum merdeka itu baik. Hanya saja, guru masih minim pengetahuan dan memerlukan bimbingan lebih dalam menerapkan kurikulum merdeka. Perlu diingat, di Indonesia ada banyak guru yang sudah tua dan gaptek akan teknologi, terutama di pedesaan. Sehingga, jika presensi dan segala macam laporan menggunakan aplikasi, mereka akan kebingungan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa pendidikan matematika uns