Setelah Beberapa Lama, Baru Kusadari Bahwa Ternyata Aku Mencintai Temanku Sendiri

Orang bilang, cinta itu datang karena terbiasa. Aku setuju. Sebab, mencintai itu memang butuh waktu. Bahkan, ketika sudah mencintai seseorang pun, kita tidak pernah tahu apakah rasa itu akan tetap bertahan atau justru memudar. Orang bilang, cinta itu datangnya tiba-tiba dan aku juga setuju dengan pendapat ini. Sebab, kita memang tidak pernah tahu akan ke mana dan kepada siapa hati ini akan berlabuh. Mungkin, kita seringkali berharap bahwa seorang yang dinantikan itu masih berada nun jauh di sana. Padahal mungkin saja dia sudah ada, di dekat kita. Hanya saja kita masih menutup mata untuk mengakui kehadirannya.

Advertisement

Entah kenapa mengingat masa lalu hampir selalu membuatku tersenyum. Masih jelas dalam ingatanku ketika beberapa tahun yang lalu kamu masih orang asing bagiku. Bukan siapa-siapa. Hanya sekadar teman. Tanpa tendesi dan pretensi apapun.

Dipertemukan dalam suatu kebetulan, tak lantas membuat kita langsung saling mengenal kan? Hanya sekali dua kali kita mengobrol, itupun bukan hal yang terlalu penting. Toh, aku lebih banyak menghabiskan waktuku bersama teman-temanku yang lain. Begitu juga denganmu. Lalu bagaimana kita menjadi dekat? Sejujurnya, aku lupa. Yang jelas, tak lama kemudian, kamu pun menjadi salah satu yang terdekat dalam lingkaran pertemananku.

Dan kini, sudah hampir tiga tahun aku mengenalmu. Dan kamu masih menjadi orang yang sama. Kamu yang suka berkata-kata "manis" dengan caramu sendiri, kamu yang suka berceletuk hal-hal tidak biasa, kamu yang suka berkomentar seolah-olah dirimu yang paling benar, dan kamu yang suka membuatku kesal setengah mati karena caramu berbicara. Terdengar menyebalkan ya? Tapi, memang begitulah dirimu.

Advertisement

Jujur, aku sebal harus mengakui ini, tapi aku tak bisa memungkiri bahwa diriku juga turut mengagumimu. Aku selalu suka membaca tulisan-tulisanmu. Dari awal hingga akhir, aku terus saja membacanya dengan senang hati. Di lain kesempatan, aku menemukan dirimu tengah asyik membaca buku. Dan aku terkesima. Ya ampun, lelaki ini selalu saja membuat perhatianku tertuju kepadanya, untukku saat itu.

Kupikir, kekaguman itu hanyalah perasaan sesaat saja. Namun, lagi-lagi aku sebal harus mengakui ini, penilaianku terhadapmu pun berubah. Bahkan mungkin menjadi lebih baik.

Advertisement

Kukira kamu memang orang yang "tidak berperasaan", apalagi jika mengingat tingkah lakumu yang menyebalkan. Tapi benarlah kata pepatah bahwa don't judge a book by its cover. Sekali lagi, kamu membuatku terpana ketika kamu dengan mudahnya mengobrol bahkan tertawa bersama teman-temanku yang pada saat itu memang baru kukenalkan kepadamu. Kamu, sosok yang kukira sedingin es, ternyata bisa menjadi pribadi yang hangat dan menyenangkan.

Di lain waktu, lagi-lagi aku harus terkesima, ketika kita sedang berada dalam suatu perhelatan. Aku, yang sampai saat ini masih terheran-heran, memintamu untuk berfoto denganku. Senangnya, kamu lantas mengiyakan ajakanku. Dan hingga saat ini, foto itu masih aku simpan di ponsel pintarku yang seringkali membuatku tersenyum ketika mengenangnya.

Mungkin karena itulah, penilaianku terhadapmu benar-benar sudah berubah. Kamu bukan lagi kamu yang kukenal. Namun, aku hanya bisa menepis perasaan itu. Apalagi jika mengingat aku bukan siapa-siapa di hidupmu. Hanya teman. Ah, betapa berpura-pura itu sungguh berat ya.

Dulu, aku berpikir bahwa menjalin pertemanan dengan lawan jenis bisa saja memang murni karena pertemanan. Tanpa tendensi atau pretensi apapun. Tapi, malam itu, runtuh sudah idealisme yang sudah aku rajut selama bertahun-tahun.
Malam itu, untuk pertama kalinya aku sadar, bahwa memang kamulah yang aku cari. Kamulah teman mengobrol yang selama ini aku rindukan.

Maka, benarlah jika hati itu sifatnya berbolak-balik. Kita bisa menjalin hubungan dengan siapa saja, tapi kita tidak pernah tahu kepada siapa hati ini akan berlabuh. Bisa saja dia yang tadinya bukan siapa-siapa, lalu entah bagaimana menjadi siapa-siapa bagi kita.

Lucu ya, betapa hidup ini selalu penuh dengan teka-teki yang tidak bisa kita jawab sendiri. Dan kita seringkali berbahagia karena ketidaktahuan kita sendiri. Tapi, bukankah ada banyak hal yang tidak harus dijawab saat itu juga? Toh, ada waktu yang siap menjawab, dengan caranya sendiri, yang mungkin tidak pernah kita sangka-sangka.

Dan kepada kamu, temanku yang terkasih… Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku bahagia mengenalmu. Terima kasih untuk setiap cerita yang kamu bagikan kepadaku. Terima kasih untuk setiap ucapan sederhana yang kamu kirim kepadaku ketika aku sudah terlelap dan ketika aku sudah terjaga dari mimpiku. Terima kasih untuk genggaman tanganmu yang meyakinkanku bahwa aku tidak akan pernah merasa sendirian di dunia ini. Terima kasih untuk pelukan hangat yang selalu menguatkanku bahwa semua akan baik-baik saja.

Dan terima kasih, karena kamu sudah menyayangiku, sebagaimana aku juga menyayangimu.

Terus jadi temanku ya❤️️

Dari,

Temanmu yang selalu merindukan cerita dan pelukanmu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

​​Blogger dan Podcaster di Equality by Pijak Podcast

4 Comments

  1. Agustin Hayati berkata:

    i have the same story, so hurt but so nice moment