Pergilah sebelum aku berubah pikiran.
Jemputlah dia calon makmum-mu yang telah sukses mengeser posisiku di hatimu. Setialah di sisinya apapun keadaannya.K arena kau telah memilihnya; bahagiakan dia karena kelak dari rahimnya akan lahir anak-anak keturunanmu! Ukirlah sebanyak-banyaknya senyum di wajahnya. Luangkan waktumu untuknya ciptakan momen terindah kalian; melebih momen indah yang pernah kita lewati.
Aku bukan gambaran wanita kuat dari karakter novel roman.
Yang ku katakan semua itu bohong. Ikhlas katamu? TIDAK. Aku rapuh dan sakit. Yang ku ucapkan itu tak benar. Aku tak rela melepasmu demi dia. Kata manis dari bibirku hanya untuk menutupi luka yang menganga dan kau pelakunya. Seharusnya dalam cerita ini aku jadi karakter antagonis. Wanita dalam fiksi roman yang melakukan segala cara untuk merebut kembali miliknya; meski dengan cara yang kotor. Namun malangnya aku bukan karakter Sellina dalam novel Marrying Mr Perfect–nya Millea. Pun aku bukan karakter fiksi; hanya wanita biasa yang berlagak sok tegar dan seolah tak terjadi apa-apa meski nyatanya hatiku menjerit menangisi kemalanganku!
Kenapa dia, dan bukan aku?
Kurangkah 3.120 hari untuk mengenalku?! Memahami perasaanku jika kamu adalah laki-laki yang ku inginkan, apa kau masih butuh waktu lagi untuk mengenalku? Aku siap meski harus menunggu bertahun-tahun sampai kau bisa menerima baik-buruk diriku. Jangankan 3.120 hari, aku siap melewati ribuan hari lain untuk membuatmu percaya di hatiku hanya ada kamu.
Dihitung lamanya denganku, ah dia tak ada bandingnya. Lalu kenapa dia? Kenapa dia yang baru kau kenal dengan mudah mendapatkan hatimu, menggeser posisiku yang telah lama terisi di hatimu? Kenapa? Apa salahku? Apa kurangku? Sebegitu mudahkah kau berpaling mana janji setiamu? Biar kini kau ku deru pertanyaan atas omong kosongmu!
Happy Ending adalah bualan 'kita' rupanya.
Nyatanya Tuhan hanya menitipkanmu untuk aku, dan bukan untuk menyatukan kita. Hah. Aku tidak akan memarahi Tuhan yang telah menulis takdir kita jadi begini. Aku pun tidak menyesal mengenalmu. Bersamamu, aku pernah merasa dicintai meski akhirnya dikhianati.
Aku sadar diri, kau bukan pelabuhan destinasi hati ini.
Untuk terakhir kalinya ku pandangi kertas sampul ungu dilapisi tinta keemasan. Di dalamnya terukir nama laki-laki yang baru enam bulan lalu mengakhiri hubungan denganku; setelah bertahun-tahun kami lalui sebagai sepasang kekasih. Sakit? haha, jangan tanya. Lukaku belum sembuh; masih berdarah.
Aku yang menyedihkan, atau dia yang beruntung mendapatkanmu? Entahlah.
Doa tulus ku panjatkan pada Tuhan semoga hanya maut yang dapat memisahkan cintamu dan dia. Maaf atas ketaksiapanku 'tuk melihat kau bersanding dengannya.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.