Kita Tidak Bisa Kuat Setiap Waktu. Sesekali Mengakui Kelemahan Itu Sangat Wajar

mengakui kelemahan diri sendiri


“Anak perempuan pertama, bahunya harus sekuat baja, hatinya harus sekuat tembok”

Advertisement

“Anak laki-laki tidak boleh menunjukkan kelemahannya”

“Pundakmu harus kuat diterpa badai setiap harinya”


Ungkapan-ungkapan itu seringkali kita dengar dari para motivator ulung, di media sosial, bahkan di kehidupan kita sehari-hari. Hidup di dunia yang serba ketat, keras, dan jahat di berbagai hal tentunya menuntut manusia untuk bisa dan kuat menghadapi semua hal yang terjadi.

Advertisement

Benar, sebagai manusia, di dunia dan orang-orangnya yang keras terhadap satu sama lain, kita harus jadi entitas yang kuat. Kita harus kuat setiap harinya menghadapi berbagai macam peristiwa nggak enak di hidup kita. Tapi, apakah kita harus selamanya menjadi kuat, dan mengesampingkan ketakutan atau kelemahan yang kita punya?

There’s Always Good and Bad Side In Life

Advertisement

Di dunia ini ada yin dan yang, ada hitam dan ada putih, yang diciptakan berdampingan dalam kehidupan manusia. Sama halnya dengan manusia itu sendiri. Ketika seseorang terlihat kuat di luar, ada bagian kecil dari dirinya yang butuh perlindungan dan bisa capek sewaktu-waktu.

Ketika dunia menuntutmu untuk menjadi kuat, namun nyatanya kamu tidak bisa, lantas apa yang bisa kamu lakukan? Mungkin kamu harus tahu kemampuan dirimu lebih dahulu.

Menjadi vulnerable (lemah) adalah hal yang paling sering dihindari orang-orang, terutama ketika lingkungan menuntut mereka untuk kuat setiap saat. Guru contohnya, apakah harus kuat setiap saat? Saya rasa ketika mereka masuk angin, mereka juga akan menjadi manusia yang butuh bantuan. Tapi, kadang sebagai manusia, kita nggak mau mempertunjukkan kelemahan kita di hadapan orang lain. Kita cenderung buat menyimpan rapat-rapat kelemahan kita, kalo perlu nggak usah dipikirin deh kelemahan kita apa aja.

Brené Brown, professor dari University of Houston bilang, vulnerability adalah tentang bagaimana kita menunjukkan diri kita yang sebenarnya. Banyak orang nggak berani menunjukkan kelemahan mereka. Kita cenderung untuk mengubur dalam-dalam semua kelemahan kita, sehingga orang lain nggak bisa lihat kelemahan itu.

Bahkan kadang, bisa aja kita sendiri nggak bisa melihat apa kekurangan atau kelemahan yang kita punya. Padahal, ketika kita berani menunjukkan diri kita apa adanya—salah satunya kelemahan, berarti kita sudah menerima diri kita sendiri apa adanya, dan sadar kalau “ini loh, ada aspek ini dalam diri saya, yang harus saya hargai dan saya ubah kalau memang merugikan buat saya.”

Risiko yang Harus Dihadapi

Menjadi vulnerable tentu memiliki banyak risiko. Ketika kita menunjukkan kelemahan kita, pasti ada saja celah buat orang lain menolak, atau bahkan menghancurkan kita. Risiko-risiko ini hanya satu dari sekian banyak sudut pandang yang kita lihat tentang kelemahan kita.

Di sisi lain, mungkin ada banyak orang yang siap buat mendukung kelemahan-kelemahan kita dan menjadikan diri kita lebih baik lagi. Menjadi vulnerable berarti kita mulai mencintai diri sendiri, dan dengan mencintai diri sendiri, kita bisa lebih mencintai orang lain.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini