Kurang lebih hampir 5 tahun saya mengabdi di sekolah swasta tingkat SMA. Dalam masa pengabdian, saya sering menjumpai murid-murid saya terutama perempuan yang kepengin untuk menikah muda. Bahkan ada beberapa yang terang-terangan mengaku sudah bertunangan dengan pacarnya saat masih bersekolah. Ketika mendapati murid-murid saya yang seperti itu, saya hanya bisa menasihatinya.
Mbak, jangan buru-buru nikah dulu. Kuliah dulu, kerja dulu, raih cita-citamu dulu. Mendengar nasihat saya, mereka hanya tersenyum dan membalas dengan guyonan seperti ini, Haduh bu, saya sudah capek belajar. Pengen cepat-cepat dilamar.
Saya yang baru berani menikah di usia 25 tahun, merasa shock mendengar jawaban murid saya. Walaupun saya tahu itu hanya candaan tapi dalam lubuk hati yang paling dalam saya merasa sedih. Kalau dilihat dari usia murid-murid saya di kelas 3, mereka berumur antara 17-19 tahun. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 sebagai Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun. Itu berarti ketika lulus sekolah nanti, hanya beberapa anak yang bisa lolos persayaratan usia untuk menikah.
Beberapa bulan setelah lulus sekolah, saya sering mendapat kabar bahwa murid saya sudah melangsungkan pernikahan. Mendengar kabar tersebut perasaan saya campur aduk. Ada senangnya karena jodohnya dimudahkan. Tapi, banyak sedihnya karena saya merasa gagal menjadi seorang guru. Tugas guru yang salah satunya untuk memotivasi murid-muridnya agar selalu gigih dalam meraih cita-cita setinggi langit dan menjadikan murid-muridnya menjadi orang yang berpendidikan, terpatahkan begitu saja. Ada rasa kecewa yang mendalam ketika tahu bahwa masa muda mereka yang seharusnya bisa untuk kuliah ataupun bekerja, berubah menjadi peran baru dalam mahligai pernikahan.
Sebagai seorang guru, rasa kecewa dan merasa gagal ketika melihat murid yang langsung menikah ketika lulus sekolah merupakan suatu tamparan keras bahwa ternyata  masih banyak anak-anak zaman sekarang yang belum bisa meraih cita-citanya bahkan tak sedikit yang tidak punya cita-cita. Mereka hanya berpikir ketika sudah mengambil keputusan untuk menikah muda, kehidupannya akan ditanggung penuh oleh pasangannya.
Padahal dalam kenyataannya, tidak semua orang bisa mendapatkan kehidupan yang nyaman dan mapan. Kesiapan mental dan fisik adalah yang paling utama. Belum lagi kalau langsung diberi kepercayaan untuk hamil dan mempunyai anak. Akan banyak rintangan yang akan dihadapi. Karena pada dasarnya menikah itu harus siap menghadapi masa senang dan susahnya. Ini yang sering menjadi masalah. Mau senangnya tapi nggak mau saat susah. Memang, kedewasaan seseorang tidak bisa dinilai dari berapa usianya. Tapi, setidaknya menikahlah di waktu yang tepat dan dengan orang yang tepat. Jangan terburu-buru. Apalagi baru saja lulus sekolah..
Pentingnya menyampaikan pengertian bahwa sebaiknya menghindari untuk menikah muda apalagi setelah lulus sekolah, harus lebih sering disampaikan. Dukungan orang tua agar mau bersama-sama agar anaknya tidak menikah muda sangat penting untuk dilakukan. Sengotot-ngototnya guru kalau tidak ada dukungan dari orang tua ya percuma. Setiap orang memang mempunyai hak untuk memutuskan kapan untuk menikah.
Kalau misalnya usianya sudah mencukupi batas minimal, nggak masalah dong menikah muda. Iya memang betul. Urusan jodoh memang bukan ranahnya manusia. Tapi kalau boleh usul, setidaknya anak-anak sekolah yang baru lulus jangan buru-buru menikah dulu deh. Kuliah dulu yang rajin. Kalau belum punya kesempatan untuk kuliah, kerja dulu nggak papa, kok. Percaya deh, menikah itu bukan perkara aku cinta kamu doang.
Ada tanggung jawab yang harus dijalani seumur hidup. Menikah bukanlah suatu perlombaan lari yang tercepat dialah juaranya. Menikah merupakan suatu proses ibadah terpanjang yang dijalani oleh manusia. Kalau belum betul-betul siap, jangan nikah dulu deh ya. Salam, dari gurumu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”