Sepenggal Kisah Dibalik Layar Ospek Mahasiswa Zaman Saya

Ospek adalah hal yang paling dinanti oleh para senior kampus. Atau lebih tepatnya oleh para akitivis kampus. Yap, saya juga salah satunya yang merasakan hal itu. Dulu saya juga dipelonco habis-habisan oleh para senior yang sok ganteng dan sok cantik itu. Dulu kepala saya dibotak. Dicincang habis-habisan. Dibentak-bentak. Saya paling benci dengan kepala gundul. Tapi apa boleh buat, para senior itu memaksa para mahasiswa baru untuk memotong rambutnya hingga satu sentimeter. Pokoknya tidak boleh lebih. Wah, ada salah satu teman saya, dia melanggar aturan itu. Oleh para senior, teman saya itu dicukur habis-habisan tanpa sisa. Kepalanya kelimis kayak melon. Hal itu pun dilakukan di depan seluruh mahasiswa baru. Betapa merah muka teman saya itu. Wah, para senior ini benar-benar kejam. Takpunya perasaan.

Advertisement

Ternyata, saya tahu mengapa mereka memperlakukan itu kepada mahasiswa baru. Ya, karena dulu mereka diperlakukan seperti itu juga. Jadi, intinya mereka balas dendam. Dan kamilah yang menjadi korban penistaan ospek waktu itu.

Kini saatnya saya yang membalas dendam kejadian waktu itu. Sebenarnya saya kasihan terhadap adik kelas saya yang akan dijadikan korban. Tapi tak apalah. Itung-itung mencari suasana baru. Apalagi sudah menjadi tradisi, setiap ada mahasiswa baru, pasti ada incaran yang harus jadi korban. Salah satunya korban hati. Ya, korban hati. Dan kami—para senior—sudah siap menerima segala risiko yang bakal terjadi.

Biasanya yang laris dalam kepanitiaan itu adalah menjadi mentor. Ya, karena mentor akan lebih dekat dengan menti-mentinya (baca: mahasiswa baru). Ngabarin lewat sms selama ospek berlangsung beberapa hari. Sambil menanyakan hal-hal di luar urusan kampus. Ah, itu memang sudah biasa. Saya salah satunya yang menjadi mentor. Saya senang sekali. He-he….

Advertisement

Saya sudah siap beraksi. Juga teman-teman saya yang seperguruan jadi mentor. Ada yang bilang wah, mentinya centill-centil. Ada yang bilang lagi wah, mentinya sudah ada yang nyantol sama mentornya. Lah, saya belum dapat kabar apa-apa ini. Menti-menti saya masih adem ayem. Takada sinyal-sinyal yang menandakan mereka ada yang suka sama saya. He… PD amat gue. Tapi ada salah satu yang saya suka dari beberapa menti-menti saya. Namanya Lulu (sebut saja itu, habis saya bingung…). Wajahnya lucu. Imut dan menggemaskan. Saya berusaha untuk menjinakkannya (binatang buas kelees…). Ya, karena yang saya lihat dia kayaknya agak jutek-jutek begitu.

Saya loncat dulu, yah, ke cerita lain.

Advertisement

Lapangan kampus sudah kayak gerombolan semut yang mau perang. Para mahasiswa banyak yang mengenakan pakaian serba aneh. Bergantung fakultasnya memang. Fakultas keguruan, para mahasiswa yang laki-laki memakai jenggot dan kumis palsu serta pakai baju batik dan sepatu pentopel. Di tambah tas yang terbuat dari karung goni yang dijahit. Yang cewek juga takjauh berbeda, tapi tentu saja tidak pakai jenggot atau kumis palsu. Dari sini sudah terlihat, mahasiswa fakultas keguruan akan dicetak menjadi seorang guru. Lain lagi mahasiswa fakultas ekonomi, mereka pakai baju-baju kantoran. Berdasi. Berjas. Wah, sangat gagah pokoknya. Yang paling lucu adalah mahasiswa fakultas teknik. Ya, mereka pakai baju robot yang terbuat dari kardus-kardus bekas. Jalan mereka amat kaku. Kayak robot-robot beneran saja yang sering kita lihat di tv.

Masuk dunia kampus, memang harus digenjot habis-habisan. Kata senior-senior, sih, bilang hal ini melatih kesabaran dan keuletan serta kesiapan seorang mahasiswa supaya tanggap ketika diberikan tugas kuliah nanti oleh dosen. Ya, semisal disuruh pakai baju inilah-itulah di waktu ospek. Mahasiswa harus siap. Tapi, sebenarnya bagi saya itu alasan yang kurang rasional. Esensinya terkadang mengabur dari kenyataan. Yang saya tahu di kampus-kampus lain hal ini sudah dihapus. Entahlah di kampus saya. Ospek masih tetap berlaku sampai kapan.

Saya harus bercerita ke mana lagi, yah…

Baik, selain jadi mentor yang bisa terkenal. Ada lagi kepanitiaan yang paling banyak diminati, yaitu jadi MC dan jadi GDK (Gerakan Disiplin Kampus) atau Komdis. Jadi MC, tentu saja banyak yang melihat. Terkadang MC subjektif memilih maba yang cantik untuk disuruh ke panggung. Terutama bagi MC yang laki-laki. Kalau MC yang perempuan sih jarang. Tapi, ya pasti ada saja beberapa.

Saya jadi buka bocoran ke sana-ke mari, tapi takapalah. Faktanya memang begitu di lapangan. Ah, kembali ke pantia. Yup, selain jadi MC, yang paling diminati menjadi panitia adalah GDK yang tugasnya adalah mendisiplinkan mahasiswa baru. Wah, lumayan kan bisa bentak-bentak anak orang. Nah, sama saja. Ada beberapa panitia GDK yang sengaja mencari mangsa yang mereka suka. Mangsa yang ganteng-ganteng dan cantik-cantik. Meskipun amat klise kejadian ini setiap tahun, peminatnya tetap banyak. Kata para GDK, "Mau kapan lagi marahin anak orang, ngeliatin wajah-wajah mereka dari dekat, lumayan ngilangin stres." Aduh-aduh, tuh kan esensinya mengabur dari tujuan ospek sebenarnya. Sebenarnya saya mau membela siapa, yah, di sini? Saya kok jadi bingung sendiri.

Kembali ke persoalan mentor…

Selain tugas mentor sebagai pembimbing, juga sebagai pendamping. Harus selalu ada di samping menti-mentinya. Ah, saya kesal juga kadang. Jadi mentor sama saja kayak jadi mahasiswa baru. Ikut nongkrong di lapangan. Mendengarkan materi-materi kampus yang amat menjenuhkan. Bagaimana ini, kan tujuan saya ingin balas dendam. Malah saya di ospekin lagi kayak begini. Panas. Engap. Para maba banyak yang ngipas-ngipas muka pakai tangan kosong. Yang cewek membuka kerudung, yang cowok membuka peci. Yah, ini tugas GDK lagi mencari mangsa. Kena lagi, deh, bagi mereka yang melanggar aturan panitia. Maba banyak yang ricuh, berisik. GDK yang lain membentak maba yang berisik untuk diam dan fokus ke pembicara di panggung. Huft, ospek kali ini dilakukan di saat bulan puasa. Ya, tetap saja GDK menjalankan tugasnya. Profesional, katanya. Tak tahulah batal atau tidak bentak-bentak orang kayak begitu.

Saking panasnya. Banyak maba cewek pingsan. Eleh-eleh, ada saja yang memanfaatkan keadaan. Panitia yang bukan di KSR pura-pura menggotong cewek-cewek yang pada pingsan. Ah, lumayan, katanya. Hadeh, mencari kesempatan dalam kesempitan. Tapi lapangan memang benar-benar sempit sih, tendanya kurang besar. Kurang memenuhi kuota maba. Maba kembali ricuh hingga pembicara selesai memberikan materi tentang dunia kampus. Sedangkan, para mentor sebagiannya menghilang, tidur. Saya dan teman-teman memang sangat mengantuk. Jadi, kami ke belakang, tiduran sebentar. Ngeliat HP, sudah banyak pesan dari menti-menti—yang iseng sms, padahal tidak boleh HP diaktifkan, berabe bila ketahuan—saya kembali ke tenda lapangan.

Wah, tiba-tiba saya dan para pementor lainnya dipanggil di sela-sela bagian GDK yang sedang beroperasi dan akan mengeksekusi maba. Saya dan mentor lain yang tadi tidur terkena hukuman dengan peserta lainnya. Tapi GDK, taklama kemudian menyuruh maba yang dihukum kembali ke kelompok masing-masing. Sedangkan, saya dan mentor lainnya masih tetap di panggung, masih terkena hukuman GDK. Wah, saya sangat malu sekali dilihat para maba itu. Parah ini GDK. Tidak pandang bulu. Seharusnya menghukum kami jangan di tempat seperti ini, kan tidak enak dilihatnya.

Para maba menyaksikan eksekusi GDK terhadap kami. Saya dan pementor yang lainnya tidak berhak melawan. Ya, di satu sisi itu sudah tugas GDK. Dan di satu sisi kami para mentor juga memang salah. "Seharusnya kalian itu membimbing menti-menti kalian! Kalau ada apa-apa bagaimana. Kalau ada yang sakit bagaimana? Mentor yang lebih memperhatikan! Malah kalian tidur!" Wah, kami habis-habisan dimarahi GDK. Ribuan pasang mata maba menyaksikan dengan saksama.

Perasaan dulu tidak seperti ini. Tidak ada yang namanya eksekusi buat mentor di hadapan para maba. Biasanya mentor ditegur ketika jam istirahat panitia berlangsung. Tapi, ini apa-apaan. Ah, kacau para GDK.

Sekira sudah setengah jam saya dan mentor yang lain berdiri, push-up, bangun lagi di lapangan. Saya sudah tidak kuat, rasanya ingin pingsan. Dan, tiba-tiba ada seorang cewek yang maju, lalu membentak para GDK. Semua mata tertuju pada cewek itu termasuk saya. Hah, saya baru sadar kalau yang maju itu adalah Lulu. Ia membela kami para mentor yang di hukum. Lulu berkomentar panjang lebar pakai pelantang. Hingga suaranya terdengar dari berbagai titik lapangan kampus.

Tiba-tiba Lulu mendekat ke saya. Menarik tangan saya. "Apa para GDK tidak kasihan sama mereka? Mereka mungkin lelah sejauh ini membimbing kami. Mengabari kami tengah malam. Saya tahu," kata Lulu.

"Kami semua juga sama, capek!" seru salah seorang GDK. Lulu masih tetap melawan. Akhirnya, terjadi perseteruan. Lulu pingsan. Saya amat panik. Tetapi, yang lain tidak tampak terlalu panik dengan kejadian itu. Ah, dasar orang-orang tidak punya perasaan. Saya pun menggotong Lulu. Tapi, tiba-tiba Lulu tersadar. Matanya tepat bertatap dengan mata saya.

Ah, sial sorak semua GDK. Ternyata saya di kerjain sama mereka. Saat saya tertidur rupanya mereka sedang merencanakan hal ini. Sumpah saya sangat malu. Lulu, yang dikira jutek ternyata ia usil. Ia yang mengusulkan hal ini pada GDK. Ah, saya jadi bahan lelucon ospek kali ini.

Di lapangan itu, saya disorak maba supaya saya nembak Lulu. Ah, sial pasti ada seseorang yang memberitahukan rahasia ini kalau saya suka Lulu. Siapa ini yang usil? Aduh, lapangan semakin menjadi gaduh. "Tembak! Tembak! Tembak!" Ah, apa-apaan ini. Muka saya mau disimpan di mana. Lulu hanya senyum-senyum saja. Tampaknya ia juga sudah memberikan sinyal lampu hijau.

Apa yang harus saya lakukan…?

Ah, hal konyol terjadi. Malah Lulu yang menggoda dan merayu saya. Wah, saya tidak habis pikir. Cewek secantik Lulu, kok, jadi kayak gini. Ia terbawa suasana. Ia sumringah. Membikin rasa saya kepadanya jadi sedikit pudar.

Keadaan semakin kacau. Lulu baca puisi gila-gilaan di panggung. Sudah seperti orang kesurupan. Ada apa ini. Si Lulu, kok, jadi aneh seperti ini.

Semua mata di lapangan semakin berlingsatan melihat Lulu. Semua orang berkata bermacam-macam. "Ini cewek, apa-apan sih". Tiba-tiba acara jadi kacau-balau. Lulu menguasi panggung. Tak terkendali. Para GDK, menghampirinya. Lulu sudah di luar skenario. Para GDK marah. Lulu dibawa turun dari panggung. Dan taklama kemudian ia pingsan. Ya, ampun…!

Lulu dibawa ke ruang KSR. Tapi ia tak sadarkan diri juga. Saya amat khawatir dengan keadaannya. Hingga usai Ospek pun Lulu masih belum sadarkan diri. Akhirnya, Lulu dibawa ke rumah sakit. Sepertinya ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Dan ternyata tak ada yang tahu siapa dia. Teman-temannya tidak ada yang kenal betul dengannya. Saya bingung mau menghubungi siapa. Mau menghubungi kedua orang tuanya pun tidak bisa. Tidak tahu alamat dan nomor telepon orangtuanya. Ah, akhirnya saya yang menunggunya di rumah sakit hingga subuh hari.

Akhirnya Lulu sadarkan diri. Dokter memeriksa kembali keadaan Lulu.

Saya yang menjaganya sendiri, usai Lulu di periksa, dokter membisik di telinga saya.

"Mas, cewek ini pikirannya terganggu alias rada gila!"

Hah! Saya sontak kaget. Akhirnya saya pun kabur dari rumah sakit tanpa sepengetahuan dokter.

Gila saja saya suka dan mati-matian jagain itu orang, tapi ternyata dia NGGAK WARAS. Haha… kacau-kacau-kacau.

Setelah kuselidiki ternyata ia adalah orang luar yang menyelinap ikut-ikutan jadi peserta ospek di kampus. Tapi, kok, dia bisa masuk? Aneh.

Hm…

Untuk Ospek berikutnya, saya jadi apa yah?

(Cerita ini setengahnya fiktif belaka, jadi jangan percaya! Hihi…)

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Encep Abdullah, penyuka cabe-cabean.