Senja di Langit Pesantren

Pesantren

Gadis berjilbab merah marun itu berjalan tergesa-gesa melewati koridor asrama untuk menuju gedung di samping masjid yang sudah tampak ramai oleh puluhan santri yang sudah siap dengan kitab mereka, menunggu para ustadz yang akan mengajar sesuai kelasnya masing-masing. Hanya ada lima kelas di sini, di mana rata-rata setiap kelasnya diisi dengan 50 orang. Yah, Pondok Pesantren Nurul Huda memang tidak begitu besar. Untuk santri putri sendiri jumlahnya hanya berkisar 150. Sedangkan yang santri putra hanya 120.

                                                                     *****

     Sesampainya di depan pintu kelas 3 gadis itu menghela nafas sesaat. Sepertinya pelajaran nahwu sudah dimulai sejak tadi, dan itu artinya dia terlambat. Mencoba membulatkan tekad, akhirnya dia memutar knop pintu dan membukanya dengan sedikit gugup. 

     Assalamu’alaikum…

      Jantungnya berdegub semakin kencang tatkala mendapati bukan Ustadz Zakariya yang berada di depan kelas melainkan Gus Faza. Putra pertama Kyai Abdurrahman yang banyak digandrungi para santri karena memiliki wajah yang tampan dengan hidung mancung, kulit putih bersih, bibir tipis bersemu merah, dan sorot mata yang meneduhkan. Dia juga disegani karena memiliki sifat disiplin tinggi, tegas, dan menjunjung tinggi prinsipnya. 

    Semua orang yang derada di dalam kelas menjawab salam dengan suara lirih, kecuali Gus Faza yang menjawab dengan nada tegas.

     Maaf Gus, saya terlambat.

       Akhirnya hanya kata itu yang mampu keluar dari bibir mungilnya.

      Gus Faza berdehem sejenak sebelum menjawab. Ekhm, Nasya Salsabila Mubarok, kamu masih mau mengikuti pelajaran saya? tanya Gus Faza diiringi senyuman membuat gadis di depannya langsung menunduk.

     Kalo kamu mau mengikuti pelajaran saya, silahkan datang tepat waktu. Sekarang, silahkan kamu keluar dan tulislah 100 hadits yang ada di dalam kitab Riyadus Shalikhin beserta artinya. lanjutnya penuh penekanan.

                                                                       *****

     Nasya pun pasrah lantas keluar dari kelas, berjalan menuju gazebo taman belakang masjid. Dia memilih tempat itu untuk menyelesaikan hukumannya. Ia pun mulai membuka kitabnya dan mengerjakan tugasnya.

     Di Pondok Pesantren Nurul Huda para santri benar-benar diajarkan untuk menjaga tingkah lakunya, akhlaknya, adabnya, dan menjaga kehormatan pondok pesantren serta para gurunya. Agar kelak ketika sudah keluar dari pondok pesantren mereka dapat berkhidmah kepada masyarakat, mengamalkan ilmu yang sudah mereka pelajari selama ini. Menjadi sebaik-baik manusia dengan bermanfaat kepada orang lain sesuai dengan sabda nabi SAW

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis