Apakah kalian ada di posisi yang sama? Apa kalian punya seorang bos yang suka sekali megucapkan kata-kata yang menjatuhkan mentalmu? Atau pernahkah bos mu memunculkan aturan-aturan yang hanya menguntungkannya dan tentu saja semakin memberatkanmu sebagai seorang buruh? Tolong dijawab dalam hati saja ya. Hehe.
Kehadirannya tidak pernah mendatangkan sukacita. Kehadirannya hanya membawa rasa kesal, risih, sembari menunggu, "siapa lagi ya yang hari ini kena damprat?" Ada aja tingkahnya. Orang terlambat kena marah, orang datang tepat kurang beberapa menit pun juga kena marah. Katanya, "Jangan datang mepet-mepet, gak bagus buru-buru di jalan." Ya, semuanya selalu ada celah untuk bisa diperkarakan. Bahkan, bisa, setelah mengomentari meja yang berantakan tiba-tiba mejanya sendiri berantakan. Apakah aturan-aturan yang ada di sebuah perusahaan atau pabrik itu hanya berlaku untuk para pekerja saja atau harusnya pemimpin juga melakukannya? Bukankah seseorang mendapat label pemimpin karena dia bisa memimpin, dimana dia memberikan contoh terlebih dahulu sebelum orang lain melakukannya juga?
Bahkan, kadangkala, jika hatinya lagi sensi, entah apa yang terjadi dirumahnya (?) Apakah isterinya lagi datang bulan dan memarahinya, lalu akhirnya semua dilampiaskan di tempat kerja. Kepemimpinannya tergantung pada perasaannya (mood-nya). Apapun yang tidak pas di hati selalu dibahas dalam forum tapi berupa sindiran ke salah satu anak buahnya. Pernahkah mengalami ini? Ini pemimpin apa pengkritik?Bukankah pemimpin harusnya obyektif?
Tapi, ya, apapun perilaku yang dilakukan pemimpinmu kepada kalian barisan para buruh. Thats Oke. Semua ada musimnya. Mereka tidak selamanya jadi pemimpin. Jangan mengutukinya dan berkata, "Aku kalau jadi pemimpin tidak akan melakukan seperti yang dia lakukan." Itu namanya keblinger. Jangan-jangan, kita akan melakukan sama seperti yang dia lakukan waktu menjabat jadi pemimpin, atau bahkan lebih bengis (?) Siapa yang tahu? Maka sebaiknya mulai mengendalikan pikiran dan mulut kita saja dalam menghadapinya. Sans alias santai aja menghadapinya. Marah sih boleh. Kesal juga boleh. Tapi jangan kelewatan, karena itu bukan merugikan pemimpinmu. Tapi hanya akan merugikan kita sendiri. Pemimpinmu akan tetap merasa tidak bersalah dan menjalani hidup seperti biasanya. Malahan, mungkin semakin semena-mena.
Tapi kalau kita tidak santai menghadapinya dan makin hari makin menumpuk kemarahan, maka akhirnya kita sendirian yang pusing, kesal, sakit hati, sampai akhirnya kena sakit penyakit. Kok sakit penyakit? Ya, iyalah, karena kalau hati kita menyimpan banyak sampah (kemarahan-kekesalan-sakit hati dan lain sebagainya), maka sudah pasti ada sakit penyakit. Tidak ada ceritanya sampah membawa pada kesegaran tubuh, yang ada berbau busuk dan membawa pada sakit penyakit. Lalu dalam hal ini siapa yang akhirnya rugi? Ya kita sendiri.Â
Hm. Susah sih melakukan saran ini, termasuk bagi saya sendiri. Karena hari-hari ini, ketika media sosial makin merajai kehidupan sosial kita, semua tempat termasuk tempat kerja kita menjadi sangat beracun, iya, benar, sangat toxic. Tapi yasudahlah. Inilah kenyataan lingkungan tempat tinggal kita. Tetaplah selalu mengusahakan berespons yang benar.
Berusahalah untuk mengatur pikiran dan perasaanmu untuk tetap sehat, santai aja. Dan coba memercayai, bahwa, tidak mungkin semua orang toxic, masih banyak kok orang asik di muka bumi ini, yang dikirim Tuhan untuk menjadi partner menghadapi hari-hari yang makin pelik ini. Temukan orang-orang itu. Mereka ada di sekitarmu. :)
Â
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”