Empat bulan sudah penyebaran virus corona (covid-19)Â ditetapkan sebagai bencana nasional. Semua pihak telah dan terus berjuang mengentaskan permasalahan yang ada. Permasalahan yang berakibat pada berbagai sektor kehidupan. Dimana saja masyarakat senantiasa diingatkan untuk melaksanakan semua upaya mencegah penyebaran. Berbagai kegiatan dibatasi untuk meminimalkan terjadinya kerumunan. Propaganda wajib memakai masker saat bepergian, mencuci tangan sesering mungkin untuk kebersihan, hingga menjaga jarak dengan harapan tidak ada penularan, yang selalu digemakan. Vaksin yang sudah didatangkan sedang diuji dengan teliti dan dipertimbangkan segala estimasinya. Kebijakan-kebijakan telah dirancang untuk memperbaiki segala hal yang terjadi saat pandemi. Namun, ada hal yang tidak kalah penting dari hal yang sangat penting saat ini. Tibalah hari ini, semua anak Indonesia harus merasa istimewa.
Pada 23 Juli 2020, diperingati Hari Anak Nasional.
Peringatan Hari Anak Nasional tahun ini tentu saja berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Di tengah pandemi seperti sekarang, perhatian kepada anak seharusnya dilakukan lebih ekstra. Saat ini adalah kesempatan yang baik untuk memberikan perhatian yang lebih kepada anak. Kegiatan di rumah saja memberikan waktu bersama keluarga menjadi lebih lama daripada sebelumnya. Semua menjadi memadukan peran bersama-sama. Banyak hal yang dilakukan bersama, seperti bermain, belajar sambil praktik langsung, bercerita, mendengarkan cerita atau dongeng, menggambar, bernyanyi, bermain musik dan hal lain yang memberikan kesenangan. Tidak hanya sebagai kesenangan semata, tetapi juga sebagai ajang untuk mengedukasi anak. Melengkapi sepenuhnya hak anak adalah cara untuk menjadikan anak istimewa.
Berbicara mengenai hak yang harus diterima oleh anak, memang tidak pernah terlepas dari pendidikan yang wajib diberikan. Anak adalah cerminan bagaimana keberhasilan pendidikan diberikan. Pendidikan adalah hal utama yang harus dirasakan oleh anak. Selaras dengan tujuan nasional bangsa Indonesia yang tertuang dalam alinea IV Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, dimulai dari memberikan hak pendidikan kepada anak. Pemerintah wajib menjadi pihak yang mendukung terlaksananya tujuan tersebut. Selain itu, harapan pemerintah untuk memiliki sumber daya manusia yang unggul juga ditentukan bagaimana pemerintah memberikan akses pendidikan kepada masyarakat Indonesia, terlebih kepada anak yang notabene adalah generasi penerus bangsa.
Indonesia akan mengalami bonus demografi 2030 mendatang. Berbagai upaya telah dirancang sedemikian rupa untuk menyongsong hadirnya jumlah penduduk usia produktif lebih banyak daripada penduduk usia non-produktif. Di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sistem pendidikan berbasis keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia diterapkan. Namun, realita masih jauh dari harapan. Ironis sekali melihat anak-anak yang masih sulit mengakses pendidikan. Saat pandemi ini, solusi untuk menunjang hak anak diberlakukan, tetapi saat ini juga masalah lain bermunculan. Ketidakmerataan pendidikan dirasakan oleh anak-anak Indonesia, terutama di daerah yang jauh dari Ibu Kota Jakarta. Fasilitas pendidikan seperti sarana dan prasarana sekolah yang tidak merata, kekurangan tenaga kependidikan yang memadai, kurikulum pendidikan, dan hal-hal lain yang belum tuntas masih menjadi persoalan. Ketimpangan demi ketimpangan masih saja dirasakan anak usia sekolah. Namun, disusul masalah lain yang ada sejak pandemi melanda. Kebijakan baru diberlakukan. Pembelajaran jarak jauh diterapkan karena dinilai mampu untuk menyediakan proses pendidikan demi menunjang hak peserta didik.
Libur akhir semester bagi peserta didik sudah usai sepuluh hari yang lalu. Para guru dan siswa-siswi melakukan rutinitas kembali. Sibuk dengan tugasnya masing-masing. Pembelajaran jarak jauh yang ada sejak pandemi, diterapkan untuk memulai Tahun Ajaran 2020/2021, sangat berbeda dengan tahun sebelumnya. Meskipun pada hari pertama masuk, beberapa sekolah ada yang melaksanakan tatap muka antara guru dengan peserta didik, tetapi tetap saja proses belajar dirasa tidak efektif. Dengan melakukan semua protokol kesehatan yang diwajibkan pemerintah, guru memberikan arahan rancangan belajar. Peserta didik tetap harus melaksanakan proses belajar di rumah saja. Hak anak di sekolah sepenuhnya diberikan kepada orang tua di rumah. Kewajiban guru di sekolah digantikan oleh peran orang tua di rumah.
Pembelajaran secara virtual ini sangat menuntut kemandirian peserta didik. Tanggung jawab terhadap diri sendiri menjadi lebih berat. Mempelajari mata pelajaran yang seharusnya ada peran serta guru menjelaskan beberapa materi penting, siswa-siswi diharapkan mampu untuk memahami sendiri. Semua yang dirancang berbanding lurus dengan kebijakan pada kurikulum 2013 yang mengharuskan peserta didik melakukan proses belajar sendiri. Guru hanyalah menjadi fasilitator. Implementasi kurikulum tersebut terlaksana pada pembelajaran jarak jauh ini. Namun demikian, banyak pihak menilai proses pembelajaran demikian justru merugikan.
Pembelajaran seperti ini justru tidak menjadikan peserta didik sesuai yang diharapkan karena peran guru sebagai pengajar sangatlah menentukan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan. Belum lagi ketentuan atau persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan pembelajaran virtual. Tidak semua anak Indonesia beruntung karena memiliki fasilitas yang untuk mengakses pembelajaran ini. Masih banyak dijumpai anak-anak yang berusaha keras belajar dengan mengharapkan bantuan dari orang lain karena tidak memiliki perangkat penunjang kegiatan. Selain itu, biaya yang dikeluarkan para orang tua menjadi membengkak. Padahal, pandemi juga memberikan dampak pada ekonomi keluarga. Namun, tetap saja pendidikan wajib dirasakan oleh anak. Para orang tua berusaha sebaik mungkin agar anak dapat mengenyam pendidikan.
Kesejahteraan anak menjadi perhatian khusus bagi berbagai pihak. Baik pemerintah maupun masyarakat, memiliki peran penting dalam mewujudkannya. Kenakalan remaja adalah contoh nyata bahwa peran penting itu belum sepenuhnya direalisasikan. Dalam kajian sosiologi, keluarga adalah agen sosialisasi primer bagi anak. Selanjutnya, teman sebaya atau pergaulan, juga memberikan pengaruh penting dalam proses pembentukan karakter anak. Sekolah diharapkan mampu mengembangkan minat dan bakat anak supaya ide dan kreativitas dapat dimunculkan. Anak adalah generasi penerus bangsa. Tanggung jawab kelak akan dibebankan kepada anak. Oleh karena itu, mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul benar-benar harus menjadi harga mati untuk memenuhi hak-hak anak.
Berikut ini adalah lampiran sajak penuh aspirasi.
KAMI UNTUK NEGERI
Jika kebodohan bagaikan duri
Bisakah yang melekat itu pergi?
Sungguh, itu sangat ngeriKarena hati kami tak seelok peri
Maka, mohon, jangan luka lagi yang diberiKatanya teknologi sedang diramu
Benar untuk kami atau itu semu?Asyik, kami tak kuasa ingin bertemu
Takkan ada rasa jemu-jemu
Sampai kapan pun kami tetap menunggumuIni rintihan yang tak terucap
Tak terungkap, karena kami memang gagap
Sebuah adu, merayu kelas kakap
Kami yakin kau sangat cakap
Kami tak mau mendapat perangkap
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”