Tanggal 9 Mei menjadi momentum yang akan menjadi sejarah bagi bangsa Indonesia. Bagaimana tidak, seorang fenomenal seperti Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok akhirnya dijatuhi pidana 2 tahun oleh Majelis Hakim sekalipun putusan tersebut belum inkracht. Sekalipun kasus ini belum finish, tapi sudah banyak hal yang dapat dipetik dan dijadikan pembelajaran di kemudian hari. Dengan rentetan peristiwa yang terjadi kita bisa menarik poin-poin untuk kemudian kita berpikir apakah yang terjadi ini sudah benar?
Ahok diputus bersalah oleh hakim karena perkara penistaan agama yang ditujukan padanya. Dengan gelombang aksi besar-besaran yang dilakukan setiap tanggal cantik, Ahok akhirnya dijadikan tersangka hingga duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa.
Dengan gentlenya beliau menghadiri setiap pemeriksaan hingga akhirnya putusan di hari ini. Sedangkan untuk sebagai pembanding, yang meneriakkan “Si Penista” harus dihukum, dan “hukum Indonesia tidak boleh pandang bulu” nyatanya sekarang sedang plesiran di Arab, memakai tameng Umrah dan sakit berkali-kali untuk bisa mengelak pemeriksaan dari berbagai kasus yang menimpa dirinya seperti contoh tentang “16 lekuk tubuh”.
Saksi-saksi yang dihadirkan pun seperti wayang yang bisa distir sang dalang di balik layar. Siapakah mereka? Who knows? Bagaimana bisa video 3 menit jadi acuan saksi untuk melaporkan Ahok, adalah Willyudin Abdul Rasyid Dhani yang melaporkan Ahok dan mengatakan Ahok melakukan Delik pada tanggal 6 September 2016 dengan Locus Delictie di Tegallega Bogor padahal faktanya adalah kejadian itu berlangsung pada 27 September 2016 di Kepulauan Seribu. Mengacu pada Pasal 1 butir 26 dan 27 KUHAP bahwa “keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.” Apakah saksi yang memberatkan ini sudah sesuai dengan pasal tersebut? Tentu saja tidak.
Berdasarkan hal demikian ditambah dengan bukti pendukung yang bisa dikatakan kurang pas untuk dijadikan alat bukti hingga akhirnya hakim bisa menjatuhkan vonis Ultra Petita, apakah para hakim yang juga wakil Tuhan di dunia tidak memiliki keraguan apakah terdakwa benar-benar melakukan kesalahan itu? Disini Asas In Dubio Pro Reo harusnya dapat diterapkan sesuai artinya “Jika ada keragu-raguan megenai suatu hal haruslah diputuskan hal-hal yang menguntungkan terdakwa”. Problemnya adalah tak hanya saksi fakta, ahli agama sampai ahli bahasa pun dihadirkan, apakah tidak ada satupun dari mereka yang keterangannya dicatat oleh Panitera Pengganti hingga yang Mulia Majelis Hakim yang terhormat seakan tidak melihat aspek itu?
Putusan hakim bukan putusan yang berlaku untuk kasus ini saja kemudian selesai, putusan hakim akan menjadi acuan untuk kasus-kasus serupa lainnya. Dan parahnya, Indonesia saat ini “latah hukum”. Mereka merasa semua hal akan mudah diselesaikan lewat jalur hukum. Padahal hukum dalam hal ini pidana adalah menjadi Ultimum Remedium. Coba bayangkan akan berapa banyak yang gontok-gontokan lewat jalur hukum? Sedihnya lagi apabila ternyata itu kriminalisasi belaka.
Imbasnya dari putusan ini, beberapa merasa berhasil telah memenjarakan “si penista” merasa memiliki the power of majority dan berpikir bahwa aksi damai yang dilakukan sudah berhasil membuat “si penista” dipenjara, tapi saya masih berprasangka baik bahwa hakim tidak mendapat intervensi dari luar, sekalipun benar saya masih percaya pada Komisi Yudisial yang akan melaksanakan tugasnya dalam mengawasi perilaku hakim. Namun putusan ini berakibat buruk pada kaum yang dianggap minoritas seperti tidak punya hak untuk untuk mendapat keadilan karna tertindas oleh kekuatan si yang merasa mayoritas. Sebagai kaum yang minoritas, seakan disuruh manut apapun yang dilakukan mereka yang punya masa lebih banyak. Inilah fakta yang sedang terjadi di Indonesia.
Dan sebagai penutup ada baiknya disisipkan sebuah adagium hukum “Lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah” dan juga ”tidak semua kemudian yg dipidana dan berada di Lembaga Permasyarakatan adalah penjahat, terkadang Mereka Adalah Korban Dari Sistem Peradilan Yang Tidak Sehat. Lalu, jika Hakim diibaratkan "Tuhan" dan penegak hukum yang lain diibaratkan "iblis", peradilannya Selamat, namun jika sebaliknya maka peradilannya Sekarat.” Semoga setelah ini kita bisa lebih cerdas memilih mana yang benar dan mana yang salah dan lebih menggunakan akal serta nurani yang telah diberikan Tuhan bukan mengedepankan ego semata.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
Sebenernya sih org biasa, cm media aja yg membesar2kan…. kontribusinya memang baik utk Jakarta, tp jgn buta dg tokoh lain yg juga berkontribusi besar bahkan nasional tp tdk di godog media.
Iya luar biasa jadi riweuh min
Manusia ga ada yg sempurna sahabatku….
Itu cuma menggegerkan seluruh Indonesia.
Iblis aja yg bisa menggegerkan dunia gak seheboh kamu min.!!!
biasa aja masih banyak yg lebih baik cuma media punya mereka semua ya seenak dia beritanya… termasuk hipwee.com
minta maaf sah-sah tapiii proses hukum harus tetap berjalan.
semoga kita bagian dari solusi dari kekacauan ini
WeKa
SURAT TERBUKA UNTUK PARA ROMO & SUSTER DI SEKOLAH – SEKOLAH KATHOLIK se- INDONESIA
Saya F.X Kadiaman, seorang Katholik sejak lahir, saya taat akan ajaran yang diajarkan oleh agama saya dan saya cinta NKRI.
Romo dan Suster yang saya hormati.
Saya mohon untuk para romo dan suster di sekolah sekolah untuk tidak memaksakan ego kalian, tidak memaksakan kepentingan segelintir orang.
Saya mohon jangan rusak anak2 kami dengan dongeng yang menyesatkan, kalau kalian cinta dengan agama kita dan NKRI ini mohon jangan memaksakan ego dan kepentingan segelintir orang kepada anak2 kami.
Saya terkaget ketika malam hari sepulang kerja, anak perempuan saya yang duduk di bangku SMP mengajak saya untuk mendoakan Ahok agar Ahok terlepas dari jeratan hukum, “Papi ayo doakan Pak Ahok anak Tuhan yang sedang di mendapat cobaan iblis”.
Sontak, saya bertanya, siapa yang mengajarkanmu Nak?
Anak saya menjawab. “Hari ini di sekolah suster mengajak kita semua mendoakan Pak Ahok agar terlepas dari cobaan Iblis”.
Anak2 kami tidak tahu apa itu politik,
Mengapa kalian melibatkan anak sekolah untuk urusan Ahok? Apa mereka kenal dengan Ahok? Ya mungkin mereka tau Ahok dari media yang ada. Siapa yang tidak tahu kalau media sekarang tidak netral alias sudah menjadi suatu partisan seorang yang maju dalam ajang politik.
Tapi apakah Ahok Anak Tuhan seperti yang kalian ceritakan??
Apakah Anak Tuhan berbicara kotor di publik?
Apakah Anak Tuhan menindas kaum yang lemah dan berpihak kepada kartel?
Apakah Anak Tuhan Korupsi?
Ketika seorang katholik tidak mendukung Ahok apakah itu berarti dia melanggar ajaran Tuhan?
Saya tidak mau terjebak dengan logika bodoh yang disampaikan beberapa pemimpin agama kalau ahok anak tuhan dsbnya.
Para romo dan suster yang sangat saya hormati, ini bukan urusan agama ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama ataupun Ras!!! Ini masalah 1 orang bernama Ahok yang menistakan agama lain dan 1 orang manusia biasa ini juga memiliki tabiat yang buruk. Maka jangan bodohi anak2 kami dengan menyebut dia anak Tuhan.
Coba kalian renungkan kasus2nya
– indikasi korupsi pengadaan busway
– reklamasi
– sumber waras
– penggusuran bukit duri.
Sebagai pengayom harusnya kalian tidak mengajarkan hal-hal kebohongan kepada para gembala – gembala Tuhan.
Semakin kalian memaksakan ego kalian dan kepentingan segelintir orang, maka kebhinekaan yang kita banggakan semakin jauh, karena apa? Karena akan semakin terlihat bahwa kita hanya ingin golongan kita saja yang paling benar.
Hormatilah keputusan Hakim, kalau kalian tidak puas dengan keputusan Hakim, ya itu realita di Negara kita ini. Tapi pertanyaanya kemana kalian kalau merasa Hukum di Negara ini sudah tidak adil???
Apakah hanya karena Ahok di vonis 2th Penjara lalu kalian bilang Hukum sudah mati??
Mengapa saat Nenek divonis penjara karena mengambil kayu dan seorang Kakek tua divonis karena menanam singkong kalian diam?
Apa kalian hanya berpihak kepada kelompok tertentu?
Sekali lagi, saya mohon… anak kami sedang menimba ilmu di sekolah, bukan sedang mendengarkan dongeng. Tolong jaga masa depan anak2 kami. Biarkan mereka tumbuh kembang dengan kejujuran.
Mari kita jaga simpul kebhinekaan kita.
NKRI harga mati. Semoga Tuhan memberkati kita semua.
Salam,
FX.Kadiaman
Benda, 10 Mei 2017
Lalu gmn dg si riziek yg jelas2 menghina agama lain dan menghina Pancasila?
Saat dipanggil sidang, v ttp saja banyak alasan..
Belom move on ya
Percaya sj pd hati nurani. Tuhan ga pernah salah menciptakan perasaan dan hati.dan perbedaan jelas antara hitam & putih tdk ada abu2. Tp yg jelas “org jahat” tdk mungkin dicintai org sebyk itu, bahkan org diluar indonesia pun bs menilai. Itu sj ?