Secarik Kertas Untukmu, Penulis yang Diam-Diam Telah Mencuri Hatiku

Aku memandangmu sedang begitu asik dengan tulisanmu di seberang meja tempatku duduk saat ini. Kamu tampak begitu cerdas dengan sesekali memutar pulpen untuk mencari sebuah ide. Tiba-tiba kamu melirikku. Oh Tuhan! Senyummu, matamu, aku sangat suka! Senyum manis yang selama ini aku rindu. Mata bersinar yang selama ini aku nantikan. Aku tidak menginginkan lebih, aku hanya ingin kamu mengajakku berbincang dengan ide cemerlangmu itu.

Advertisement

Beberapa kali aku sering mencuri-curi pandang ke arahmu. Beberapa kali juga aku terpergoki karena matamu menangkap pandangku. Aku seperti seekor kucing yang ingin mencuri tikus di seberang sana. Aku sangat suka merasakan seperti ini, bermain dengan degupan jantung dan kupu-kupu di dalam perutku. Rasanya aku cukup puas hanya dengan melihat dan memperhatikanmu dari sini. Saat ini kamu sedang memesan secangkir kopi kesukaanmu. Kamu menunggu kopi sambil sesekali matamu mengelilingin tempat ini. Selang beberapa menit akhirnya pesananmu datang. Dengan wajah manis itu kamu tersenyum sambil mengucap terimakasih kepada pelayan yang sudah membawakan kopimu itu.

“Jangan senyum-senyum, aku tak kuat melihat itu dari sini.” Batinku saat senyum itu mengembang kembali. Walaupun senyum itu bukan ditujukan ke arahku tetapi aku masih bisa melihatnya dari sini. Mungkin kamu tidak sadar ada aku di sini yang sedang memerhatikanmu secara diam-diam dengan sesekalu menjadikanmu tokoh utama di dalam ceritaku. Ketahuilah aku hanya mampu menyapamu melalui rangkaian sajak yang ku buat. Entah sudah berapa kali tulisan tentangmu kubuat, hanya untuk sekadar menyapamu.

Setalah sekian lama aku memerhatikanmu dari sini, aku sadar sosokmu terlalu fana untukku. Kamu, seseorang yang hanya dapat ku gapai tulisannya saja. Eh, tunggu. Kamu mau kemana? Kita belum sempat berkenalan kamu sudah meninggalkan meja itu. Kamu melangkah pergi tetapi kamu berhenti tepat di depan mejaku. “Hai kamu Raina kan? Selamat ya tulisanmu masuk sepuluh besar minggu ini. God job!” katamu menyadarkan lamunanku. “Lho kok tahu?” pertanyaan macam apa ini? Aku bingung kenapa kamu bisa mengetahuinya. “Tahu, kan kita satu komunitas nulis lohh.. Kamu tidak mengenalku?” seketika mataku menatap tidak percaya ke arahmu.

Advertisement

Apakah benar? Kalau benar ah aku semakin cinta dengan dunia menulis. “ohh iyaa iyaa terimakasih yaa.” Sahutanku seadanya agar tidak terlihat aneh saat itu. Sungguh aku salah tingkah dibuatmu. “Yasudah sampai bertemu besok minggu di acara mingguan ya.” Dengan sedekat itu kamu tersenyum. Ah gilaaa! Aku tidak bisa mengontrol wajahku saat itu. Mungkin jika ada yang mengabadikannya terlihat sangat konyol hasilnya.

Setelah kamu melewati pintu itu, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya dan kamu seperti kesal dengan sesekali melihat jam di tanganmu. Apa kamu tidak menyukai hujan? Kalau aku sangat menyukainya atau kamu sedang ada janji dengan seseorang di sana? Ah entahlah saat ini kamu sangat gelisah dengan kehadiran hujan. Mengertilah, hujan dapat turun tanpa mengenal waktu, Sama seperti aku, aku yang mengagumimu tanpa mengenal waktu. Seketika, lalu kamu sudah memenuhi sebagian tulisanku. Meskipun kamu tidak mengetahui ada yang diam-diam mengamatimu, ada yang diam-diam menanti karyamu, dan ada yang diam-diam memasukkanmu ke dalam tulisannya.

Advertisement

Saat kamu menemukan tulisanku ini, mungkin kamu akan senyum-senyum sendiri atau mungkin kamu akan membuat jarak sejauh-jauhnya denganku. Karena tidak semua orang pandai menghargai perasaan seseorang dan semoga kamu tidak seperti yang sudah-sudah, menjauhiku seakan kehadiranku merugikan mereka. Tak ada yang salah, kan, dari hati yang menyukaimu? Apa salah aku berisik tentangmu? Toh, semua itu kulakukan secara diam-diam hanya lewat secarik kertas dan sebuah pena. Jadi, ku mohon suatu saat nanti jika kamu membaca tulisanku tentang kamu, jangan membuat jarak.

Bersikaplah sewajarnya karena kita sudah berada di fase cinta yang dewasa, kamu pasti lebih paham masalah ini daripada aku. Percayalah aku tidak akan membuatmu merasa terganggu di dunia nyatamu. Akan ku bekap erat rasa ini agar tidak keluar lewat mulutku. Hanya bukuku yang tahu seberapa seringnya aku berisik tentang kamu. Seberapa seringnya namamu menjadi tokoh utama di ceritaku.

Lewat tulisan dan pikiranmu saja dapat membuatku jatuh hati (kembali). Lucu memang kedengarannya, mana ada seseorang dapat jatuh hati hanya lewat tulisan dan pikirannya saja? Alasannya, ya karena aku sangat menyukai sastra, aku menyukai puisi dan karena itu aku bisa menyukaimu. Seseorang yang bisa membuat kalimat indah lewat pikiran dan tulisan. Akulah perempuan yang selalu menantikan tulisan-tulisanmu. Aku juga perempuan yang selalu merasa bodoh saat mendengar ide-ide cemerlangmu.

Karena asik aku menyusun kalimat tentangmu aku tidak menyadari ternyata hujan di luar sana sudah berhenti dan kamu sudah menghilang. Meja tempatmu duduk tadi juga sudah kosong, sajakku belum selesai tapi sudah tidak ada jejak tentangmu. Dengan menatap sisa hujan yang turun, aku berharap suatu hari nanti kita bisa bertemu kembali. Bertemu dan bisa menjadi akrab dari sebelumnya. Jam sudah menunjukkan pukul 20:00 saatnya aku pulang.

Di sepanjang jalan pulang aku menikmati aroma sisa hujan dan sesekali tersenyum karena mengingat senyummu tadi yang tepat di hadapanku. “Sudah tak waras aku ini.” Batinku sambil tertawa kecil. Untung saja tidak ada orang di sekitar sana, mungkin jika ada aku sudah diteriaki orang gila. Cinta itu lucu dia mampu hadir tanpa diduga sebelumnya. Dia hadir tanpa direncanakan sebelumnya. Terlebih jika mencintainya secara diam-diam. Sungguh lucu rasanya, aku saja tidak mampu menjelaskannya bagaimana rasa di hatiku ini.

Sesuai kebiasaanku setiap pulang dan melewati tempat pengumuman besar di kota, aku menempelkan secarik kertas berisikan puisi malam ini. Aku hanya berharap suatu hari nanti kamu membacanya atau tidak kertas ini yang terbang terbawa angin hingga ke depan rumahmu. Tak terasa malam semakin larut, aku merebahkan badan dan memejamkan mata sebentar. Tetapi saat aku memejamkan mata kamu seperti hadir di hadapanku. “Ah kamu lagi kamu lagi.” Aku memeluk segala bayangan tentangmu malam ini. Mataku semakin tidak kuat, aku sudah sangat mengantuk. Sebelum aku tertidur ijinkan aku mengucap beberapa kalimat untukmu.

“Terimakasih sudah tersenyum dan berkenalan denganku, terimakasih sudah menjadi penawar sendu dan sepiku. Aku tak ada maksud apa-apa menjadikanmu tokoh utama di ceritaku. Aku hanya ingin semua dunia tahu rasanya jatuh cinta secara diam-diam kepada seorang penulis. Ah pokoknya terimakasih sekali untuk kamu. Sampai jumpa di hari esok, di kafe yang sama. Di rasa yang sama. Di suasana yang sama.”

Selamat malam untukmu.

Salam, Raina.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Hai, senang mengenal mu :)

3 Comments