Persepsi pendidikan di masyarakat masih terpaku dengan jumlah nilai yang diperoleh pada saat belajar di sekolah. Semakin tinggi nilai yang di dapat, maka akan dianggap semakin pandai. Sedangkan yang mendapat nilai kecil hanya dianggap rendah.
Hal tersebut masih berlaku di lingkungan sekolah, dimana anak yang lebih pandai dibidang pelajaran akan dianggap lebih baik ketimbang anak yang pandai dibidang seni atau olahraga. Banyak siswa yang menjadi terbebani dengan adanya persepsi ini, menja di tidak percaya diri dengan apa yang dimilikinya. Karena tidak semua orang memiliki mental yang sama kuat, antara satu dengan yang lain.
Perbedaan latar belakang sangat mempengaruhi perkembangan seorang siswa di sekolah. Hal tersebut yang tekadang membuat siswa merasa bahwa sekolah itu sia sia, karena mereka tidak dihargai di sekolah. Albert Einstein pernah berkata
“Everybody is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will live its whole life believing that is stupid”
Maka wajar apa bila banyak siswa yang menjadi kehilangan keistimewaannya karena terpaksa mengikuti sebuah sistem yang berlaku. Sekolah menuntut siswa pandai dalam segala hal, mulai dari pengetahuan, teori maupun ketrampilan. Ditambah dengan adanya sistem full day school, siswa menjadi kekurangan waktu bermain dan waktu untuk mengembangkan hobi dan kemampuannya. Waktu mereka habis di sekolah. Ditambah lagi dengan banyaknya tugas yang diberikan.
Ditahun 2020 ini, sekolah sudah menetapkan sistem belajar daring. Sisi positifnya siswa menjadi lebih mudah dalam mengakses informasi dari berbagai sumber. Siswa juga menjadi lebih fleksibel dalam mengikuti kelas daring tanpa perlu memperhitungkan jarak kesekolah karena dapat mengikuti kelas dimana saja, bahkan berbeda pulau sekalipun. Tetapi,dampak negatif yang terjadi adalah banyak siswa yang menjadi menyepelekan kelas daring. Dengan segala kemudahan dalam mengakses informasi, terkadang membuat siswa menjadi malas dalam mengikuti kelas daring. Ditambah dengan gaya mengajar guru yang membosankan, semakin membuat siswa malas mengikuti kelas. Tugas yang diberikan pun tidak sedikit. Hampir setiap mata pelajaran selalu memiliki tugas yang harus diselesaikan siswa.
Komunikasi
Banyak orang tua yang mendoakan anaknya supaya menjadi anak yang pandai, tetapi banyak juga orang tua yang lupa bersyukur bahwa anaknya sudah pandai, hanya saja dibidang yang berbeda dari yang orang tua bayangkan. Sudah sangat sering terjadi dimana anaknya sangat bertalenta tetapi tidak mendapat dukungan dari orang tuanya. Beruntung buat kalian yang mendapat dukungan orang tua.
Di sini komunikasi sangat di perlukan antara anak dan orang tua, dimana anak harus berani mengungkapkan minat dan bakatnya dan orang tua harus bisa menasehati dan mengarahkan dengann cara yang baik. Kurangnya komunikasi menyebabkan kesalah pahaman antara orang tua dan anak. Hal ini sangat berpengaruh bagi masa depan anak. Ketika anak masuk ketempat yang kurang tepat dan orang tua memberi tindakan yang kurang tepat pula, kemungkinan anak akan menjalankan pendidikan dengan terbebani.
Pendidikan merupakan modal yang paling utama dalam pembentukan pola pikir seseorang. Peran orang tua yaitu harus bisa membangun karakter anak yang baik. Ketika anak sudah memiliki karakter yang baik, orang tua tidak perlu khawatir apabila suatu saat anaknya harus jauh dari orang tua, dengan alasan menempuh pendidikan atau apapun itu. Orang tua harus percaya bahwa anaknya akan baik baik saja, dan dapat dipercaya.
Ketika orang tua terbuka, maka anak akan terbuka pula. Komunikasi merupakan kunci dari hubungan yang harmonis. Ketika orang tua tidak percaya pada anaknya, maka sang anak pun merasa tidak dipercaya, sehingga membuat anak berfikir dan tertanam persepsi bahwa, buat apa dia jurur apa bila ujung ujungnya tetap dianggap tidak jujur. Sebaliknya, apabila orang tua percaya pada anak, maka anak akan terbuka. Ketika melakukan hal yang mungkin dianggap sepele anak akan tetap izin orang tua, karena komunikasi yang baik akan berbuah yang baik pula.
Kejujuran
Sudah sering terjadi dalam dunia pendidikan, dimana siswa saling mencontek. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Hal tersebut dapat terjadi karena banyak siswa jujur yang tidak dihargai. Karena banyak masyarakat Indonesia lebih menghargai hasil ketimbang proses. Ketika saya menjadi siswa, yang saya rasakan adalah ketidak adilan, ketika saya jujur dalam mengerjakan ujian dan hasilnya jelek tetap saja hasil saya jelek, jujur tidak membuat nilai saya menjadi lebih baik, sedangkan mereka yang mencontek dan mendapatkan nilai bagus akan dianggap lebih baik dari saya. Ada teman saya yang berkata “Jujur, Ajur” yang artinya Jujur membuatmu hancur.
Solidaritas antar siswa pun teruji pada saat ujian, ketika seorang siswa ketahuan mencontek, yang sering terjadi guru hanya menegurnya. Kejujuran merupakan modal utama untuk keperibadian diri yang baik. Ketika kita sudah terbiasa untuk tidak jujur, maka akan terus terbawa menjadi kebiasaan buruk yang mungkin tidak merugikan kita tetapi akan merugikan orang lain. Maka jangan heran apa bila banyak kasus korupsi di Indonesia, penyebabnya bukan lain adalah kejujuran. Sejak sekolah sudah terbiasa tidak jujur. Belajar jujur dari hal kecil.
Indonesia harus bisa lebih baik, dari hal hal kecil kita bisa belajar bahwa tidak semuanya yang kita lakukan akan langsung berdampak, semua butuh peroses untuk menghasilkan, baik dan buruknya kembali ke perbuatan kita. Bersyukur dengan apa yang kita miliki dan kita jalani. Masih banyak orang di luar sana tidak bisa mencicipi bangku pendidikan. Sebagai pelajar kita harus banyak banyak bersyukur masih bisa menempuh pendidikan formal hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Karena pendidikan merupakan aset yang paling berharga, jika kita tidak memiliki uang, maka kita masih bisa meminjam kepada orang lain. Tetapi apa yang terjadi apabila kita tidak memiliki ilmu? Apakah mau pinjam juga?
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”