"Satu hari sebelum saya menikah kak, tiba-tiba calon suami saya terkena lem dibagian matanya. Akhirnya kami tetap menikah meskipun dengan kondisi bulu mata suami saya harus digunting."
"Adik kakak sehari sebelum menikah tiba-tiba bertengkar dengan pasangannya, pasangannya minta pernikahan mereka diundur. Alasannya, karena adik kakak salah potong rambut, terlalu pendek."
"Sehari sebelum kakakku menikah, aku kecelakaan parah, dan gegar otak ringan. Tapi puji Tuhan pernikahannya tetap dilangsungkan."
Tiga kalimat di atas ini adalah pernyataan orang-orang di dekat saya yang berusaha menghibur hati saya ketika hendak melangsungkan pernikahan tapi ya kok harus mengalami beberapa keadaan yang menyusahkan hati. Hehe…
Tapi, sepertinya, memang benar, bahwa akan dan telah ada hal-hal "unik" yang terjadi sebelum kita akhirnya memutuskan untuk menikah. Mulai dari salah nada bicara, salah pemilihan kata, sampai perbedaan pendapat menjadi alasan kuat untuk akhirnya kita ragu untuk melanjutkan acara pernikahan kita.
"Coba, jelaskan, sebelum akhirnya kita menikah, kalian dulu sedekat apa? Kenapa mereka bilang cewek itu selalu di dekatmu?"
"Astaga, kalau boleh sumpah aku sumpah nih, aku nggak selingkuh. Dia cuma sering tanya saran aja tentang keluarganya."
"Omong kosong! Aku jadi gak yakin sama pernikahan ini!"
"Dia memang suka aku, tapi aku nggak. Aku cuma pilih kamu jadi calon isteriku."
"Tuh kan, dia suka kamu kan, istilahnya mana ada kucing yang diam aja waktu ada ikan di depannya. Pasti kamu juga respons dia kan? Terus kalau mantanmu gimana? Aku juga dengar dia datang ke kamu lagi kan? Panggil kamu dengan sebutan sayang. Ah udahlah batalin aja.
"Astagah!"
~~
Ya, kecenderungan kita yang hendak akan melangsungkan pernikahan adalah, berusaha meyakinkan diri sendiri kalau keputusan kita memilih pasangan kita ini sudah benar. Terutama bagi kaum hawa. Kita seringkali takut jika ternyata kita sudah dicurangi tapi baru akan menyadarinya ketika sudah menikahi pasangan kita. Sehingga, akhirnya, kita berusaha mencari-cari info tentang banyak hal mengenai pasangan kita melalui orang-orang dekatnya. Kita mulai meributkan hal-hal yang sebenarnya sudah menjadi masa lalu dan sudah pernah dibahas, lalu kemudian berusaha memastikan ulang bahwa semua prasangka-kecurigaan kita salah.
Tidak hanya faktor dari dalam hubungan saja yang bisa membuat kita tidak yakin untuk akhirnya menikah, seringkali, faktor dari luar hubungan, seperti dari keluarga besar, dari pekerjaan, atau mungkin lingkungan juga bisa menjadi biang keladi banyak keragu-raguan menuju status "halal."
"Loh, aku kira kamu udah ngomong sama orang tuamu untuk segera menghubungi orang tuaku buat memastikan lagi tanggal pernikahan kita?"
"Buat apa lagi keluargaku hubungi? Kan udah dari keluargamu diputuskan tanggal itu."
"Ya, kan sesama orang tua harus tetap saling menghubungi. Apa karena aku beda suku sama kamu, jadi kurang leluasa keluargamu hubungi keluargaku?"
"Iya. Puas? Karena itu jadinya orang tuaku takut salah ngomong, jadi mending dari perantara kita aja disampaikan keputusan-keputusan itu."
"Loh, kok gitu sih. Semua suku itu sama pengen diperlakukan sopan, jadi kalau ngomongnya sopan nggak mungkin salah ngomong kok."
"Yaudah, dibatalkan aja semuanya. Semua-semua dibikin ribut."
**menangis**
~~
Hm. Padahal, jauh sebelum akhirnya membicarakan tentang rencana pernikahan, hubungan kita baik-baik saja. Tidak ada keinginan untuk mudah membangkitkan banyak hal dan memulai pertengkaran dengan selalu mudah mengerti satu sama lain. Tapi, ketika rencana pernikahan dibahas, semua jadi seperti ini? Sungguh menakutkan bukan?
Tenang-tenang, memang tidak mudah untuk melalui semua kerumitan yang mewarnai sebuah rencana pernikahan. Tapi berusahalah untuk tetap rileks dan cobalah tenang dan mulai berfikir bahwa mungkin ini adalah ujian paling klimaks di masa lajang sebelum akhirnya naik kelas masuk di ujian-ujian lebih kompleks di masa pernikahan dan masa-masa setelahnya (masa menjadi orang tua bahkan masa menjadi kakek atau nenek hehehe).
Jangan memilih untuk menyerah, ingatlah perjuangan hubungan kita yang bisa sampai pada titik merencanakan sebuah pernikahan. Jangan gampang mengucapkan kata berpisah ketika kita masih dalam keadaan emosi. Jika kita tidak cukup mampu mengatasi banyaknya rintangan-hambatan-perdebatan di masa-masa akan melangsungkan pernikahan, sebaiknya kita mencari orang yang bisa dipercaya untuk menjadi penengah, iya, untuk menenangkan, dan membantu kita mencari solusi (seperti, rekan kerja yang sudah menikah, tokoh agama, keluarga, atau siapapun yang kita percayai).
Tapi, terakhir, meskipun keluarga menjadi salah satu opsi untuk tempat kita berdiskusi. Namun, sebaiknya hindari membicarakannya dengan orang tua. Karena kecenderungan orang tua akan lebih banyak membela (pro) kepada anak kandungnya terlebih dahulu ketimbang calon menantunya. Iya, orang tua biasanya lebih sensitif dan akan tetap membela anaknya apapun keadaannya (sekalipun mungkin anaknya lah penyebab masalah atau keraguan tersebut).
Semangat mempersipkan pernikahan! Jangan pernah menyerah! Sang Pemilik Semesta menyertai kita sampai pada kesudahan zaman!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”