Sebagai Pendengar, Bolehkan Aku Didengar?

Aku, adalah seseorang yang tak terlihat.Bukan karena aku memiliki kemampuan sulap untuk menghilang, bukan. Bukan karena aku tak pernah keluar dari rumah, bukan. Itu adalah karena orang-orang tak pernah melihatku. Bahkan ketika aku ada di samping mereka. Sesederhana itu.

Advertisement

Aku adalah seseorang yang selalu mencoba menjadi pendengar yang baik. Bukan karena aku bisa dengan mudah memahami apa yang orang lain rasakan, bukan. Bukan juga karena orang-orang senang bercerita kepadaku, bukan. Itu adalah lebih karena, mereka tak pernah mendengar apa yang aku bicarakan. Semudah itu.

Advertisement

Awalnya hari-hari yang kulalui adalah dengan lebih banyak berdiam. Selalu mencoba menerka apa yang orang lain bicarakan, dan menyusunnya kembali dengan rapi di dalam pikiranku. Mengulang setiap perkataan yang menurutku baik, dan membuang jauh-jauh hal yang mengotori pikiranku. Begitulah, dengan diam, aku menerima dan menyaring segala hal yang orang lain lakukan.

Advertisement

Namun, ternyata tak semudah itu. Perlahan diri ini mulai berontak. Hati tak sejalan lagi dengan otak. Terlalu banyak yang ku lalui membuatku tak bisa begitu saja terus terdiam. Aku perlu berbicara. Tapi siapa yang mau mendengar?

Ketika kemudian ku coba untuk mengutarakan apa yang ku rasakan, hanya lirikan yang ku dapatkan. Ketika kemudian ku coba untuk menyampaikan apa yang ku pikirkan, malah cibiran yang diberikan. Kemudian dengan santainya mereka datang dengan membawa sebuah pertanyaan, untuk apa kau di sini jika hanya memberi beban?

Aku kembali terdiam. Bukan karena aku merasa kalah, bukan. Bukan pula karena aku merasa bersalah, bukan. Semua itu lebih karena akhirnya aku paham, tak semua hal akan berjalan sesuai dengan yang aku inginkan. Akhirnya aku mengerti, dengan kemampuan yang ku miliki. Tak semua orang bisa sepertiku, yang dapat lebih memahami daripada yang lain.

Aku lebih banyak diam karena aku selalu berpikir terlebih dahulu mengenai apa yang akan aku katakan, walau mungkin kemudian aku sedikit terlambat untuk mengatakannya. Aku lebih banyak terdiam karena aku selalu mencoba merasakan apa yang orang lain rasakan sebelum aku mengatakan apa yang sebaiknya mereka lakukan.

Mungkin aku tak akan bisa dengan lancar berbahasa secara langsung. Tapi aku bisa mengutarakannya lewat tulisan. Jadi, tolong dengarkan aku, barang sebentar saja. Sebagai pendengar, bolehkan aku juga didengar? Sekalipun aku mengungkapkannya secara lirih, lewat kata-kata yang berbaris rapih didalam naungan kertas putih.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang pecinta Cokelat dan penyuka Teddy Bear Salatiga-Semarang Ilmu Komunikasi UNDIP 2016