Jangan buang – buang makanan, mubazir !
Kata-kata tersebut sudah tidak asing lagi di telinga kita sebagai orang Indonesia. Bagaimana tidak? Sejak kita kecil, baik saat duduk di bangku SD, SMP, bahkan SMA, kita sudah diajarkan untuk mengambil makanan secukupnya agar tidak terbuang nantinya. Tidak hanya itu saja, dalam lingkungan keluarga, kita juga sering ditegur oleh orang tua. Misalnya, di saat jam makan siang lalu kita menyendok nasi terlalu banyak ataupun disaat kita kalap mengambil lauk yang kita sukai secara berlebihan, biasanya kita akan mendapat teguran semacam itu.
Kendati demikian, sering sekali nasi dan lauk yang kita ambil berakhir sia-sia di tong sampah meskipun kita sudah mengambilnya sesuai porsi makan ideal. Atau pada acara hajatan seperti khitanan, dan pernikahan warga. Tuan rumah acara cenderung melebihkan porsi makanan tanpa mempertimbangkan sisa makanan yang bisa terbuang. Begitu pula para tamu undangan yang sering kali rakus’ dengan makanan yang disajikan, tetapi tidak menghabiskan hidangan yang mereka ambil.
Perilaku tersebut dinamakan Foodwaste. Foodwaste sendiri merupakan tindakan membuang-buang bahan makanan yang masih layak konsumsi. Menurut data yang beredar, Indonesia sendiri menjadi negara penyumbang sampah makanan terbesar kedua setelah Arab Saudi. Bappenas mencatat sampah berjenis bahan makanan yang tersia – siakan di Indonesia pada rentang tahun 2000-2019 telah mencapai 23-48 juta ton/tahun. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pun juga mencatatkan bahwa sampah dari sisa bahan makanan memiliki presentase yang sangat besar yaitu 29,1%.
Realita ini seakan sangat menyakitkan, kita melihat adanya kesenjangan yang terjadi di setiap wilayah Indonesia. Masyarakat yang hidup pada wilayah perkotaan memiliki privilege secara strata ekonomi untuk mencukupi kebutuhan pangan mereka. Namun, situasi yang berbeda dialami oleh mereka yang berada di wilayah terpencil seperti pedesaan dan perkampungan yang sulit diakses karena lokasinya yang jauh dari wilayah perkotaan. Banyak sekali warga yang kesulitan mendapatkan makanan yang layak, banyak pula mereka yang terkena masalah gizi terutama dikalangan anak-anak. Tidak hanya itu saja, dampak berbahaya dari foodwaste juga menyebabkan emisi gas rumah kaca. Jadi, saat sampah bahan makanan tersebut mengalami proses pembusukan, sampah itu akan menghasilkan gas metana yang menyebabkan perubahan iklim dan pemanasan global.
Hal seperti ini seharusnya tidak hanya menjadi fokus pemerintah saja melainkan tanggung jawab dan kesadaran sosial seluruh masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia harus lebih memiliki kepekaan sosial mengenai masalah foodwaste ini. Marilah kita bersama mengatasi hal yang sering kita anggap sepele, tapi dapat berbahaya terhadap lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Kita bisa perlahan mengubah pola hidup kita yang semula boros bahan pangan untuk menjadi lebih bijaksana mengatasi foodwaste.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”