Jalan-jalan ke suatu daerah tidak lengkap rasanya jika tidak merasakan sesutau yang khas dari daerah tersebut. Terlebih daerah yang dikunjungi masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan budaya. Sangat wajib untuk kita singgah dan menyerap ilmu yang terkandung dalam adat istiadat dan budaya mereka. Nilai adat dalam suatu daerah diwujudkan dalam berbagai macam bentuk, tergantung dengan masing-masing daerahnya. Bisa jadi nilai-nilai tersebut  terkandung dalam makanan adat, tarian adat, upacara adat, atau bahkan rumah adat. Seperti halnya yang saya jumpai di Kotawaringin Barat – Kalimantan Tengah.
Sebagai seorang perantau yang belum genap dua tahun tinggal di Kalimantan, senang sekali rasanya menjumpai hal baru yang tidak pernah saya jumpai di tempat tinggal saya sebelumnya. Sebuah rumah panggung berbahan dasar kayu, berbentuk memanjang, dan bernilai filosofis. Rumah Betang namanya.
Rumah Betang adalah rumah panjang khas suku Dayak yang digunakan sebagai tempat tinggal masyarakat suku Dayak dan atau tempat pertemuan damai untuk mereka.
Biasanya Rumah Betang tersebut terbuat dari kayu dan kayu yang digunakan sebagai bahan dasar bukanlah kayu sembarangan, melainkan kayu ulin. Kayu khas Kalimantan ini biasa juga disebut dengan kayu bulin atau kayu besi. Penggunaan kayu ulin tentu bukan suatu kebetulan. Kayu tersebut digunakan karena sifatnya yang kokoh dan tidak mudah rapuh. Bahkan kalau terendam air ia akan semakin kuat. Itulah sebabnya Rumah Betang dapat tetap berdiri kokoh hingga ratusan tahun walaupun dibangunnya di daerah hulu sungai.
Arsitektur Rumah Betang dibuat berbentuk panggung, hal tersebut tentu beralasan. Masyarakat Dayak yang hidupnya masih sangat bergantung dengan alam telah mempertimbangkan dengan sangat tempat tinggal seperti apa yang seharusnya mereka bangun. Rumah tersebut dibuat berbentuk panggung agar ketika banjir datang mereka dapat menghindari banjir kapan saja. Ini berlaku bagi mereka yang tinggal di hulu sungai. Selain itu bentuk panggung dibuat juga untuk menghindri mereka dari binatang-binatang buas.
Panjang rumah ini bisa mencapai 30 – 150 meter dan lebarnya dapat mencapai 10 – 30 meter, sedangkan tinggi tiangnya dapat mencapai 3 – 5 meter. Tidak terbayang bukan betapa panjang dan luasnya rumah ini?
Ya, Rumah Betang yang asli memang sangat panjang dan sangat luas. Pada dasarnya masyarakat suku Dayak adalah masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan. Mereka sudah terbiasa dengan budaya saling melindungi serta saling membantu dalam hal apapun seperti ekonomi, pekerjaan, dan lain sebagainya. Keberadaan Rumah Betang tentu sangat memudahkan mereka untuk menjaga tali kekerabatan dan komunikasi antar keluarga sebab, satu rumah betang dapat dihuni hingga 150 orang atau 5 – 30 kepala keluarga.
Eits, walaupun dihuni lebih dari satu kepala keluarga dapur mereka tetap sendiri-sendiri lo. Bahkan gudang penyimpanan cadangan makanan mereka juga terpisah dari bangunan rumah utama.
Perlu teman brisik ketahui bahwa pembuatan Rumah Betang juga tidak sembarangan. Ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. Seperti, hulunya harus searah dengan matahari terbit dan hilirnya harus searah dengan matahari terbenam. Syarat tersebut memiliki makna filosofis yaitu, hulu yang menghadap ke arah matahari terbit memiliki makna kerja keras. Masyarakat dayak harus bangun dan bekerja sedini mungkin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan hilir yang menghadap ke arah barat atau matahari terbenam memiliki makna filosofi, mereka tidak akan pulang atau berhenti bekerja sebelum matahari terbenam. Sangat tergambar bukan bahwa mereka adalah orang-oran pekerja keras yang pantang pulang sbelum petang.
Pada rumah betang terdapat sebuah tangga yang berfungsi sebagai akses masuk. Konon tangga tersebut harus dibuat dengan jumlah ganjil. Keberadaan jumlah tangga ganjil tersebut dipercaya dapat mendatangkan rezeki dengan mudah. Mereka juga akan dijauhkan dari kesulitan hidup. Ketika menjelang petang tangga tersebut diangkat dan dibawa masuk ke dalam rumah. Hal ini untuk menghindarkan penghuni rumah dari gangguan hantu kepala terbang.
Rumah Betang bagi masyarakat Dayak bukan hanya sebuah peninggalan nenek moyang, melainkan juga suatu simbol konkret yang menjelaskan tentang persepsi waktu, hubungan manusia dengan alam sekitar, dan hubungan manusia dengan sesama. Maka, tak pelak jika Rumah Betang merupakan sebuah sentral kehidupan Masyarakat Suku Dayak. Rumah Betang merupakan pusat kebudayaan masyarakat suku Dayak, di sanalah segala proses kehidupan mereka berjalan sebagaimana waktu berputar.
Bagi teman-teman yang penasaran dan ingin melihat secara langsung bentuk dari Rumah Betang, kalian tidak perlu susah payah datang ke pedalaman Kalimantan atau berlayar menyusuri hulu sungai. Kalian dapat mengunjungi salah satu Rumah Betang yang berada di Pangkalan Bun. Di sana terdapat satu rumah adat yang letaknya tidak jauh dari pusat kota. Rumah tersebut tidak ditinggali dan sengaja dibuat hanya  untuk keperluan pariwisata dan edukasi. Rumah tersebut juga digunakan untuk keperluaan adat, tetapi tidak setiap hari melainkan harii-hari tertentu saja.
Berjarak kurang lebih 1,5 km dari pusat kota rumah tersebut berada di depan SMPN 7 Arut Selatan, tepatnya di Jl. Utama Pasir Panjang, Pasir Panjang, Kec. Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah 74181. Tidak ada biaya tiket masuk ke dalam rumah tersebut. Cukup dengan menjaga sopan santun, ucapan, dan kebersihan kalian dapat dengan bebas berkeliling dan menikmati susana di area Rumah Betang. Kalian juga dapat berfoto ria dengan suasana khas Kalimantan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”