[CERPEN] Ruang dan Waktu Istimewa Untuk Cinta

cerpen remaja

Aku suka caranya menatapku. Malu-malu. Tetapi itu sudah cukup membuatku bergadang semalaman. Mungkinkah tatapan itu mengandung kafein? Atau batang korek api, yang bisa mengganjal mata. Kurasa juga tidak, karena  masalah sebenarnya bukan dimataku. Tetapi jauh di tengah pusaran kepalaku. Faktanya, senyum malu-malu itu membayang. Menghantui, tetapi selalu membuat hatiku Bahagia. Aneh kan? Tetapi jujur, ini nyata.

Advertisement

Aku berharap dia juga merasakan apa yang kurasakan, biar adil. Jika semuanya ini hanya milikku, rasanya benar-benar tidak adil. Bebannya terlalu berat, meski aku tidak kuatir dengan beban itu, aku kuat menanggungnya. Aku ihklas jika harus merindukannya. Tetapi tentu, aku akan sangat bahagia jika ia juga merindukanku.

Dirindukan, itu membuatku berarti. Kehidupan yang kujalani menjadi lebih berwarna. Rasanya kemanapun pergi, selalu ada pelangi di atasnya. Ketika gundah, tinggal menengadah, semuanya jadi terasa lebih indah.

Namun seandainya pun tidak, aku tidak harus merana. Memiliki rasa cinta pada sosok istimewa itu tidak akan pernah membuatku menyesal. Spiritnya tidak hanya membawaku pada rasa ingin memiliki, menguasai, apalagi tersakiti, bukan itu yang aku temukan.  Aku menemukan banyak makna, tetapi  mohon maaf, sulit mengungkapkannya dengan kata-kata. Untuk sementara ini, aku baru bisa sebatas menikmatinya, bukan menceritakannya. Mohon bersabar ya.

Advertisement

Orang bisa saja bilang yang kurasakan ini cinta monyet, apalagi seragam sekolahku masih putih biru. BIar saja, seandainya pun mereka benar, apa masalahnya buatku. Kurasa tidak ada.

Aku suka kuncir rambut ekor kudanya, begitupun Ketika rambutnya ia kuncir dua, aku juga masih suka. Bahkan beberapa kali membayangkan seandainya ia menggerai rambutnya, sepertinya keputusanku tidak berubah. Tetap suka.

Advertisement

Hanya satu yang membuatku tidak menyukainya; ia selalu membuatku sulit bicara apa saja ketika ada dihadapannya. Dadaku ini rasanya tercekat, pesonanya benar-benar menyesakkan Ketika kami berhadapan. Mungkin ini yang menjadi pembeda antara cintanya orang dewasa, denganku yang baru saja potong pita meresmikan diri sebagai anak bawangnya. Pemula, begitulah kira-kira.

Sebenarnya aku ingin menyebutkan namanya, supaya kalian tahu, tetapi kuurungkan sajalah. Karena aku takut, kalian jadi percaya padaku jika ia benar-benar istimewa. Setelah itu kalian akan menceritakan padanya tentang perasaanku. Aku belum terlalu siap dengan segala perubahannya. Aku ingin menikmati apa yang kurasakan hari-hari ini. Terlalu berisiko bagiku kehilangan semuanya.  Meski seandainya harus kujalani, akan kujalani dengan penuh senyuman.

Aku ingin memiliki keberanian dan menyatakan semua apa yang kurasakan padanya. Seperti yang seharusnya. Begitu kubaca dari kisah-kisah romansa yang kutemukan dari buku-buku usang koleksi ibuku. Di perpustakaan sekolah, tidak mungkin kutemukan. Di sana cuma ada buku-buku pelajaran lama keluaran departemen P dan K, yang ada banderolnya: tidak diperjuabelikan. Itupun tidak tertata rapi, hanya di tumpuk sembarang dalam kardus-kardus lusuh, sudut ruang guru. Maklum, sekolahku hanya sekolah pedalaman. Fasilitas, jauh dari yang semestinya.

Jauh di pedalaman bukan berarti aku tidak mengalami apa yang semestinya aku alami. Perkembanganku sebagai seseorang tidak pernah bisa dihalangi oleh ruang. Tetapi tunduk pada hukum-hukum semesta. Jika memang sudah waktunya, maka semuanya itu terjadi. Tidak terkecuali soal bagaimana rasa itu tiba.

Aku memang pemula, ini jatuh cinta untuk pertama kalinya. Tetapi perasaan inilah yang menyempurnakan hidupku. Hati dan perasaanku berfungsi seperti apa yang selayaknya. Setidaknya aku bukanlah remaja yang mati rasa.

Sosok istimewa itu menjadi penyemangatku menjalani hari. Melewati rimba yang membelah dusunku dan sekolah. Meski, di sana, aku hanya berani menatapnya dari kejauhan. Balik jendela. Itu sudah cukup untuk menghadirkan taman bunga di hatiku.

….

Semua kenangan itu membayang, hadir dibenakku. Beberapa kata di buku harian yang baru saja kubaca, mulai meluntur di makan usia. Tiga puluh tahun lalu, kurang lebih aku mengalami masa-masa itu.

“Ini foto siapa pa?” Gadis remaja yang duduk di sampingku menyelidik.

Aku tersenyum. Suatu saat, putri cantikku ini akan tahu bahwa tidak semua kisah yang papanya jalani itu bersama mamanya. Sosok istimewa yang kini ada dihatiku, yang dengannya aku berjanji untuk menua bersama. Dia yang percaya padaku, sebagai tujuan akhir dari cintaku, yang juga dapat memahami jika setiap masa lalu memiliki ruang istimewanya sendiri.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penulis lepas bisa ditemui di : juliusdeliawan@gmail.com