[CERPEN] Risalah: Baskara Madasatya

Terbuka, untuk Baskara Madasatya.

Advertisement

Kata orang-orang, duniamu berbeda denganku. Pun kata mereka, rasanya tak pantas jika si pungguk ingin memiliki bulan sepenuhnya. Merindukannya saja sudah tak masuk akal, bagaimana dengan memilikinya?

Namun, satu yang terlintas dalam benakku. Bagaimana mereka bisa berkata dan kita percayai? Pikirku seperti—haruskah kita mempercayai mereka? Kita tak pernah tahu entah mereka benar dan cukup bijak untuk berpikir demikian.

Kisah kita memang dimulai tanpa disengaja. Seperti cahaya yang bertemu dengan air sehingga menciptakan bias. Kau bagiku adalah sebuah terang, aku bagimu bagai air yang tenang. Apakah mungkin rasa ini adalah biasnya? Banyak sekali pertanyaan yang muncul dalam pikiranku, seperti kalang kabut, sibuk mencari pembenaran, tapi tak satupun kutemukan. Yang kutahu, kau ada, aku pun ada. Jadi, tak ada salahnya bukan jika kita memulai?

Advertisement

Aku muak dengan mereka yang sibuk mengurusi tentang harta, jabatan, kerupawanan. Hidup memang penuh perhitungan, manusia jahat yang berpikir bahwa kesempurnaan menjamin jiwa yang sehat. Padahal, belum tentu. Aku yakin suatu saat kau dan aku akan bahagia. Walau terasa seperti angan-angan mati, tapi aku percaya suatu saat angan-angan itu cukup menghidupi dunia kita berdua. Kalau aku yakin, tidak bisakah kau yakin?

Jika keraguanmu berlandaskan perbedaan kita, berarti kau telah mempercayai kata-kata mereka yang tempo hari kau sebut manusia jahat. Tidakkah kau ingat cita-citamu yang ingin mengenyahkannya? Populasi mereka sudah terlalu banyak. Jika begini saja sudah menyerah, apakah artinya cita-citamu sudah tidak sama seperti kemarin? Apakah kita sudah benar-benar di jalur yang berbeda?

Advertisement

Di antara banyaknya ragumu, mengapa ‘kita’ menjadi salah satunya? Aku selalu ingat bagaimana kau bercerita bahwa banyaknya kau temui manusia jahat dengan segudang kosakata kotor di dalamnya. Kemudian kau meyakinkan aku bahwa kau adalah si manusia kuat yang siap mempertahankan haknya. Lantas, apakah perkataan mereka mengenai kita membuatmu lemah? Apakah hanya karena mereka, kau rela melepaskan hakmu untuk dicintai dan mencintai?

***

Teruntuk Baskara Madasatya,

Pria bermata indah dan pembawa kegembiraan yang diharapkan akan bertumbuh menjadi pria setia. Doa ayah dan ibumu elok terselip dalam namamu, sama seperti harapku untukmu yang terselip sembunyi dalam lipatan rapi tanganku. Namun, kemudian harapan itu hanya membuatmu tersesat di antara dua pilihan entah harus setia denganNya atau dengan manusia yang kau yakini sebagai belahan jiwamu. Tak pernah mudah bagimu untuk menangis dalam sujud, sambil bersikeras tentang kita namun yang kau dapati justru keraguan yang semakin menjadi.

Jika pada akhirnya yakinku tak pernah bisa mencapai aminmu, begitu pula dengan aminmu yang tak sejalan dengan yakinku, maka biarkan aku berharap bahwa aku adalah pemilik selamanya lembaran usang itu—yang tak akan kau bagi dengan siapa pun meski hanya satu kata di dalamnya. Kuharap tak ada lembaran usang kedua, ketiga, keempat yang kau mulai dengan penuh angan dan ambisi, lalu kau akhiri dengan duka. Biar aku saja yang menjadi bagian dari lembaran usangmu, agar menjadi yang satu-satunya, sekaligus membuatmu menjadi manusia kuat terbaik. 

Esok, akan kulihat kau sebagai manusia kuat yang tidak lagi mendengar perkataan manusia jahat—bersanding dengan wanita yang dapat menembus amin dan yakinmu.

Walau ia bukan aku.

Tertulis

Januari, 2023

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Student of Marketing Communication at Bina Nusantara University📚