Review Film Gundala: Manusia Kuat yang Ditempa dari Kehidupan yang Berat

Film tokoh superhero ini diadaptasi dari karakter pahlawan indonesia tahun 1969 karya Harya Suraminata

Dunia perfilman indonesia saat ini sedang berada di puncak keemasannya. Film layar lebar dengan berbagai tema mulai unjuk gigi dari tema yang sangat umum sampai tema yang tak biasa. begitupula dengan film genre action di Indonesia. Joko Anwar bersama Screenplay Production dan Legacy pPctures berhasil menyuguhkan film superhero dengan kearifan lokal yang tidak kalah dengan berbagai film superhero marvel.

Advertisement

Film dengan tokoh superhero yang diadaptasi dari karakter pahlawan indonesia tahun 1969  karya Harya Suraminata mampu memberi identitas sendiri bagi ‘Gundala’ superhero Indonesia ini. di rilis tanggal 29 agustus 2019 tepat 50 tahun setelah perilisan komiknya, film gundala resmi mewarnai layar lebar. Memiliki proses pengembangan yang panjang, film hasil olahan tangan Joko Anwar dengan modal 30 milyar ini menjadi salah satu film karya anak bangsa yang wajib ditonton. 

Joko Anwar berhasil meramu script hingga visual film ini hingga terkesan cukup dark dan tought. Film yang menurut joko anwar adalah film jagoan indonesia ini memiliki latar situasi yang sangat relatable dengan keadaan masyarakat Indonesia saat ini. Joko Anwar mampu meringkas kerumitan berbagai konflik sosial-politik sebuah negara menjadi padat dan on point. Tidak salah jika film ini sudah masuk beberapa nominasi festival film luar negeri.

Film ini mungkin akan sangat mudah  diterima oleh masyarakat indonesia, karena Joko anwar benar-benar memperhatikan konflik-konflik yang harus diselesaikan oleh Gundala. Benar ketika Joko Anwar mengatakan ia tidak ingin film ini di komparasikan dengan film-film marvel karena film ini memiliki keunikannya sendiri. Problema yang terjadi di film ini sangat indonesia sekali termasuk juga konklusi yang diciptakan. 

Advertisement

Film ini diperankan oleh Abimana sebagai pemeran utama yaitu Sancaka. Ia mampu menjadi sosok pahlawan yang lembut, berwibawa namun kadang terkesan lugu. Tidak hanya Abimanya, Tara Basro juga ikut andil dalam film ini sebagai Merpati dan Bront Palarae sebagai pengkor. Banyak lagi aktris dan aktor yang akan membuat kita terpukau dengan karakter di peran mereka seperti Lukman Sardi, Ario Bayu, Rio Dewanto, Marissa Anita, Yayan Ruhiyan dan masih banyak lagi.

Kehidupan yang berat dan tidak adil melatar belakangi masa kecil Sancaka. Menjadi anak buruh dengan gaji tidak layak¸ gundala belajar banyak arti kehidupan dari sang ayah. Setelah mengalami ketidakadilan yang membuat ia terpaksa menghidupi dirinya sendiri.  Sancaka kecil di besarkan dengan keadaan yang sulit, hidup menjadi gelandangan di lingkungan masyarakat kelas bawah. Hal ini membuat kepekaan sancaka akan penindasan cukup tinggi. Namun, sancaka kecil berakhir babak belur ketika ia berusaha membantu yang di tindas. Benar kata Awang salah satu temannya “jangan ikut campur urusan orang, atau hidupmu akan susah”.

Advertisement

Kemarahan akan masa lalunya dan pesan awang membuat Sancaka hidup  tanpa peduli dengan yang terjadi di dekatnya, Ia tidak melihat kesusahan orang lain sebagai hal yang perlu ia bantu. Hingga dewasa Sancaka bekerja di sebuah pabrik koran “The Djakarta Times” dan tinggal di salah satu rusun dekat pabriknya. Suatu hari ia bertemu dengan kakak-beradik yang mengubah pola hidupnya. Kegigihan Merpati membantu orang-orang yang tidak berdaya membuat hati Sancaka terketuk. Disana, peran baru sancaka dimulai.


Jika ada sebuah ketidakadilan dan kamu sebagai manusia tidak bertindak apa-apa, berarti kamu manusia yang sudah kehilangan kemanusiaan.

- Merpati


Sancaka tidak pernah menyadari bahwa ia memiliki kekuatan super. Tidak digambarkan dengan jelas darimana kekuatan Sancaka berasal. Joko anwar melalui ceritanya mengarahkan penonton untuk menerka-nerka melalui beberapa adegan yang akhirnya membuat kita tersadar dengan apa kekuatan yang dimiliki sancaka. Setelah bertemu dengan Merpati, konflik kecil berubah menjadi konflik besar. Sancaka bukan lagi harus membantu sekelompok penjual pasar saja tetapi seluruh masyarakat Indonesia dari elite-elite mafia yang memegang kendali dewan perwakilan rakyat.

Konflik utama terjadi ketika anak buah mafia terbesar di negeri Indonesia, pengkor merusak beras subsidi pemerintah. Disini kemarahan rakyat terpancing. Pesan sensitif mengenai lamban nya wakil rakyat mengambil keputusan terhadap hal-hal genting yang terjadi di negeri ini juga sempat di sentil oleh Joko Anwar dalam konflik di film ini.

Joko Anwar mengemas cerita dalam film ini dengan sangat detail. Cerita tiap tokoh terbagi-bagi. Alurnya pun campuran menceritakan masa depan lalu kembali ke masa lalu dan seterusnya. Tiap adegan, dialog dan gestur setiap peran memiliki maknanya masing-masing. Masa lalu tokoh pengkor sebagai antagonis di film ini pun di gambarkan dengan jelas sehingga kita sendiri bisa menyimpulkan bahwa setiap orang punya masa lalu yang membentuk ia menjadi pribadi nya saat ini. 

Banyak tanda-tanda yang mungkin membutuhkan cukup waktu untuk dipahami. Juga karakter yang beragam dengan keunikannya masing-masing yang menonjol membuat kita sebagai penonton tidak berhenti terpukau melihat tiap adegan film berdurasi 2 jam ini. Joko Anwar juga tidak serta merta melepaskan berbagai kesan lain di film ini. drama dan komedi juga menjadi slentingan-slentingan yang menghibur dan menambah warna dalam ketegangan film ini.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Perempuan dan sedang belajar menulis apa saja.