Remaja Perlu Tau! Pola Asuh Ternyata Sangat Mempengaruhi Identitasmu

Sebagai remaja yang sedang mencari identitas diri, seringkali kita mengalami namanya kegalauan. Remaja akhir yaitu usia 18 – 21 tahun, pastinya sedang sering-seringnya mengalami fase tersebut. Fase dimana kita mulai menilai diri sendiri, menyadari dan menemukan adanya kekurangan. Selain itu, fase ini juga membawa kita merasakan ingin sekali berbenah diri, membentuk dan menunjukan sebuah identitas yang lebih baik. Apakah kamu sedang di fase tersebut? 

Advertisement

Umumnya, setiap anak mempunyai ikatan psikologis dengan orangtua mereka. Ikatan psikologis tersebut timbul dari adanya pola asuh yang diberikan orangtua kepada anak. Ikatan pertama antara orangtua – anak, membentuk tingkat rasa nyaman dan aman yang rasakan  ketika diperlakukan dan berada didekat orang lain.  Ikatan itulah yang akhirnya membentuk pandangan identitas kita saat ini. Berikut 4 pola asuh yang perlu kamu ketahui:

Secure Attachment Style (Pola Asuh Aman)

Pola asuh Secure Attachment ditandai dengan adanya pola asuhan orang tua yang menanggapi anak dengan cara yang penuh perhatian dan penuh kasih sayang serta dilakukan secara konsisten kepada anak. Pola asuhan ini berfokus pada banyaknya tindakan-tindakan positif yang diberikan kepada anak. Adanya perhatian yang penuh dan disertai oleh rasa kasih sayang yang besar, membuat anak menjadi yakin bahwa dirinya berharga. Rasa tersebut kemudian tertanam pada anak, membentuk anak menjadi pribadi yang ramah, hangat dan dapat menyelesaikan masalah. Adanya rasa percaya diri, mengetahui bahwa dirinya berharga membuat anak mudah beradaptasi terhadap lingkungan baru. Selain itu, rasa percaya yang diberikan orangtua kepada anak membawa anak menjadi mandiri dan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. 

Advertisement

 

Fearful Attachment Style (Pola Asuh Takut)

Advertisement

Pola asuh Fearful Attachment ditandai dengan adanya ketidak mampuan orang tua berkomunikasi dengan anak. Biasanya dalam pola asuh ini, terjadi penolakan dan kekerasan fisik pada anak. Akibat adanya tindakan-tindakan tersebut, anak cenderung memiliki ketakutan dalam berhubungan dengan orang lain maupun bersosialisasi. Kekerasan dan penolakan yang didapatkan oleh anak, membuat anak memiliki rasa cemas atau takut tidak diterima oleh orang lain dan tidak dicintai. Secara psikologis, anak dengan pola asuh ini memiliki rasa cemas dan tidak amas yang berlebihan. 

Adanya ikatan pertama yang dibangun secara negatif dan ketidaksediaan, membuat orang pada pola asuh ini menyimpulkan bahwa diri mereka tidak layak untuk dicintai dan orang lain tidak mencintainya. Tidak heran, jika muncul perasaan yang cenderung khawatir tentang hubungan. Sekalipun mereka ingin masuk ke dalam sebuah hubungan dengan orang lain, besar keraguan mereka akibat rasa takut. Biasanya, orang pola asuh ini berupaya menghindari orang lain atau merasa tidak aman dalam suatu hubungan. Jika kamu adalah salah satu yang menerima pola asuh ini, kamu perlu adanya dukungan yang membuat kamu berani mengalahkan perasaan cemas dan takut tersebut. Adanya dukungan dari sahabat, kerabat, atau pasangan, bisa membantu kamu mendapatkan perasaan layak dicintai dan diterima sehingga penilaian dirimu berubah. 

 

Dismissive Attachment Style (Pola Asuh Meremehkan)

Pola Asuh Dismissive Attachment ditandai dengan adanya sikap yang cuek dan tidak tertarik kepada anak. Biasanya, ini diakibatkan oleh orang tua yang jarang berkomunikasi dengan anak dan lebih mementingkan hal lainnya. Sikap acuh kepada anak, membentuk anak menilai dirinya tidak layak dicintai. Secara tidak sadar anak cenderung menganggap orang lain sebagai sosok yang tidak diperlukan. Perilaku acuh tersebut turun kepada anak, hingga membuat anak tidak menghormati keberadaan orang lain tetapi meninggikan pandangan positif tentang dirinya. Egois, kata yang tepat menggambarkan sifat dari anak dengan pola asuh ini. 

Orang pada pola asuh ini, memiliki pandangan positif terhadap dirinya tetapi rendah rasa hormat terhadap orang lain dan suatu hubungan. Sikap defensif sering dikembangkan oleh orang yang menerima pola asuh ini sebagai pertahanan diri mereka. Selain itu, mereka memandang bahwa suatu hubungan tidak diperlukan atau tidak diinginkan. 

 

Anxious/Ambivalent Attachment Style (Pola Asuh Cemas/Ambivalen)

Pola asuh Anxious Attachment Style ini ditandai dengan pola asuh yang tidak konsisten dan tidak dapat diprediksi. Biasanya, orang tua merasa selalu benar dan anak-anak menjadi sumber masalah. Akibat dari pola asuh ini, anak cenderung memiliki kecemasan berlebih. Anak menilai bahwa suatu hubungan seperti permainan yang dapat diperlakukan sesuka kondisi hati. Ketidak percayaan diri akibat pola asuh ini membuat anak menilai orang lain bisa mencintai dan menguatkan tetapi juga dapat menyakiti dan melukai perasaanya. Tidak konsistennya pola asuh, membuat anak terkadang bertindak hangat dan akrab, tetapi kadang mengingkari komitmennya. Perilaku yang sama yang dilakukan anak bisa mendapatkan tanggapan positif tetapi di lain bisa juga mendapatkan tanggapan negatif. Anak lebih disudutukan pada posisi serba salah. Akibat tindaka-tindakan tersebut, anak cenderung melihat orang dewasa sebagai sosok yang benar, dan mempercayai dirinya sebagai sumber masalah sehingga tidak layak dicintai dan tidak diterima. 

Pola asuh ini biasanya didasarkan atas faktor sosial ekonomi yang dialami orang tua. Banyaknya masalah pada keluarga yang memiliki ekonomi rendah, membuat orang tua tertekan dan sulit mencintai anak dengan sepenuh hati. Kompleksnya pola asuh ini, tentu cukup menyulitkan pertumbuhan orang dengan pola asuh cemas. 

 

Setelah membaca penjelasan diatas, kira-kira kamu menerima pola asuh yang mana? Pada intinya, apapun bentuk pola asuh yang diberikan orang tua kepada kita, baik-buruknya pasti memiliki alasan yang didasari dari cara mereka bertumbuh di masa lalu. Sebagai anak yang terus bertumbuh semakin dewasa, tentunya kita bisa mengubah penilaian identitas pola asuh. Melalui proses pendewasaan dan adanya keinginan kuat untuk membentuk identitas yang lebih baik, pastinya kita akan mampu meninggalkan nilai identitas buruk yang kita dapatkan dari pola asuh. Sekalipun cukup sulit, setidaknya kita berusaha untuk meminimalisir adanya sifat-sikap buruk yang didapatkan dari pola asuh tersebut. Pola asuh memang sangat mempengaruhi, tetapi identitas diri tetap bisa diperbaiki. Jadi, jika kamu sedang di fase mencari identitas diri, tetap  terus membentuk identitas yang lebih baik ya!

Sumber : Wood, Julia. T (2013). Komunikasi Interpersonal: Interaksi Keseharian (Edisi 6). Salemba Humanika: Jakarta.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini