Realita –seperti fakta sejarah– dan imajinasi –seperti teori konspirasi– merupakan dua hal yang bertolak belakang. Menyatukan keduanya dalam sebuah tulisan yang menarik tampaknya bukan pekerjaan mudah. Namun hal tersebut tampaknya tidak belaku bagi Dan Brown. Penulis asal Amerika Serikat ini memiliki ciri khas penyatuan keduanya yang memikat dalam setiap novel karyanya.
Bagaimana tidak? Kemampuan raja cocoklogi ini dalam merangkai fakta dan hipotesis serta teori-teori konspirasi yang simpang siur menjadi sebuah cerita fiksi yang utuh dan saling berkaitan patut diacungi jempol. Pria ini memang tidak main-main dalam penulisan karyanya. Ia bahkan menyewa sebuah tim khusus pencari fakta sejarah. Hasilnya pun luar biasa. Dipadukan dengan kemampuan dan kreativitasnya, Dan Brown selalu berhasil memukau para pembacanya seperti dalam serial bergenre thriller-actionnya yang fenomenal, pentalogi Robert Langdon.
Serial ini dimulai oleh Angels and Demons yang mengangkat tema mengenai agama Katolik dan sains. Tak jauh berbeda dengan novel sebelumnya, The Da Vinci Code memadukan sejarah dan kepercayaan agama -lagi-lagi Katolik- dengan organisasi aliran kepercayaan Biarawan Sion dan Opus Dei serta simbol-simbol tersembunyi dalam lukisan terkenal dunia. Sementara novel ketiganya, The Lost Symbol, mengusung tema simbol-simbol tersembunyi dalam arsitektur di Amerika Serikat serta kaitannya dengan kelompok persaudaraan kontroversial Freemasonry.
Inferno, novel keempat dari serial ini merupakan novel yang mengawali kecintaan saya pada konspirasi-konspirasi gila Dan Brown. Saya yang masih duduk di bangku kelas 5 SD langsung jatuh hati pada karya unik yang menggabungkan fakta historis, seni, dan permasalahan global seperti overpopulasi dalam sebuah novel. Dan Brown berhasil mengajak saya seolah ikut terjun mencari makna tersembunyi dalam mahakarya Dante Alighieri, Michelangelo, dan seniman-seniman zaman renaissans lainnya sembari menahan napas tegang membaca petualangan fiktif Robert Langdon dan Sienna Brooks.
Sementara Origin, novel terakhir –sejauh ini- dari serial Robert Langdon menjadi karya Dan Brown yang saya favoritkan. Diawali pertanyaan besar mengenai dari mana manusia berasal dan ke mana manusia akan pergi, novel ini membahas begitu banyak hal mulai dari agama, seni -baik modern maupun kontemporer-, teknologi, filsafat, dan masih banyak lagi. Saya bahkan sempat kelabakan menyaring fakta dan fiksi dalam novel ini karena begitu masuk akalnya Dan Brown memadukan keduanya.
Daya tarik tersendiri dari seluruh novel Dan Brown adalah bahwa ia selalu menggunakan latar tempat maupun karya seni yang nyata. Meskipun tokoh dan alur ceritanya merupakan kisah fiktif, namun Dan Brown selalu berhasil memadukan keduanya secara apik. Gaya penceritaannya yang menakjubkan membuat pembaca dapat memvisualisasikan adegan-adegan dalam imajinasi masing-masing. Namun pada saat yang bersamaan juga membuat pembaca penasaran dengan bagaimana latar tersebut dalam kondisi realitanya hingga mencari di internet.
Masyarakat dunia terlihat menyukai karya-karya Dan Brown yang menggebrak dengan gagasan-gagasannya yang gila.Terbukti dengan buku-bukunya yang laku keras di pasaran, bahkan empat dari kelima novel ini telah difilmkan. Walaupun kadang tidak masuk akal dan tidak dapat dipastikan kebenarannya, namun secara keseluruhan teori dan dugaan yang dipaparkan oleh Dan Brown benar-benar gila dan out of the box, serta dalam waktu yang bersamaan benar-benar meyakinkan dan masuk akal.
Seluruh novel dalam pentalogi ini menyuguhkan alur cerita yang kurang lebih sama, yaitu Robert Langdon, seorang simbolog ahli dan dosen di Universitas Harvard harus berkejaran dengan waktu untuk memecahkan simbol-simbol yang berkaitan dengan seni dan fakta historis masa lalu. Namun tetap saja plot yang tak tertebak dan hujan informasi dalam novel-novel ini membuat saya angkat topi. Sejauh ini saya selalu gagal menebak dalang dari setiap konflik, akhir dari setiap cerita, dan penyelesaian masalahnya.
Hampir seluruh novel Dan Brown menuai beragam perdebatan karena teori konspirasi yang dibuatnya dinilai ngawur dan tak berdasar oleh beberapa pemuka agama dan sejarawan. Namun kembali perlu kita ingat bahwa novel ini merupakan novel bergenre fiksi yang tidak dapat dipastikan kebenarannya. Dan Brown sendiri mengatakan bahwa buku-bukunya hanyalah cerita fiksi untuk menghibur dan menjadi bahan diskusi semata.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”