Kamu pernah mendapatkan pertanyaan seperti ini dari ibumu? "Nak, kamu ada uang lebih tidak? Kalau boleh, Ibu mau pinjam uang buat beli beras, soalnya tinggal dikit. Gas juga kelihatannya mau habis. Listrik juga sudah waktunya buat dibayar. Nanti kalau sudah ada uang, Ibu ganti." Bagaimana rasanya? Sakit sekali, bukan? Kalimat itu kamu dengar dari ibumu sendiri.
Sebenarnya di dalam lubuk hati ibumu yang paling dalam, beliau pasti tidak akan pernah tega melakukannya. Apalagi uang gajianmu setiap bulannya, setengahnya, juga sudah untuk meringankan keluargamu. Namun karena kebutuhan yang sangat mendesak dan tidak tahu harus mencari pinjaman kemana lagi, alhasil kamu yang menjadi tujuan akhir ibumu. Pikiranmu mulai terbagi, antara harus merelakan tabunganmu untuk membantu orangtuamu atau kamu pakai untuk kebutuhanmu sendiri.
Rasanya makan tak enak, tidur tak nyenyak. Mau ngapa-ngapain teringat orangtua yang sangat jauh lebih membutuhkan ketimbang dirimu sendiri. Mengingat usia orangtuamu yang semakin menua dan kesulitan untuk bekerja seperti sebelumnya, otomatis kamu yang sekarang menjadi tumpuan di keluargamu. Apalagi kamu adalah anak perempuan pertama. Yang sering sekali lupa dengan usia yang sebenarnya sudah matang untuk menikah, namun saat ini yang paling kamu utamakan adalah orangtua dan karirmu.
Kamu mulai mengecek isi dompetmu. Ternyata masih ada beberapa lembar uang yang rencananya ingin kamu belanjakan skincare esok hari. Namun sayangnya, keinginan itu harus kamu tunda lebih dulu. Kondisi keuangan keluargamu sedang tidak baik-baik saja dan kamu tidak boleh egois saat ini.
Keadaan ini mungkin kelihatannya biasa saja jika kamu sudah memiliki gaji UMR atau bahkan lebih. Apalagi jika kamu adalah pegawai negeri. Rasanya mengeluarkan uang segitu tidaklah berat bagimu atau bagi mereka. Namun bagimu juga orang lain yang bekerja sebagai karyawan biasa, yang gajinya harus digunakan bukan untuk dirinya sendiri, membuat mereka harus memutar otak untuk mendapatkan tambahan penghasilan lainnya. Karena keluarga bagi mereka jauh lebih penting bahkan dari diri mereka sendiri.
Dan yang bisa kamu lakukan hanyalah menangis di keheningan malam. Rasanya pasti tidak mudah, ya, sampai di titik ini? Kamu harus berusaha untuk dirimu sendiri dan keluargamu tanpa bantuan dari siapa-siapa.
Seperti halnya dengan diriku. Belum lama ini aku juga mengalami hal yang sama. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Malam hari itu aku mulai cerita dengan sahabatku. Ia seorang laki-laki yang kukenal 8 tahun lalu. Meski sempat lost contact, kami pun akhirnya bertemu kembali di waktu yang tak terduga. Banyak hal yang aku diskusikan dengannya, tak terkecuali seperti halnya kejadian dengan keadaan keuangan keluargaku saat ini. Bagiku entah kenapa setelah ceirta padanya aku merasa lebih lega. Meski tidak bisa membantu, ia bisa memberikan aku kekuatan dan penghiburan. Bagiku itu sudah lebih dari cukup.
Keesokan harinya, tiba-tiba ada seorang teman sesama penulis dari Medan, mengirimkan padaku surat undangan yang berisi tentang ditunjuknya aku sebagai salah satu juri di lomba cerpen yang diadakan di gerejanya. Pada awalnya aku sempat ragu karena ini adalah kali pertamaku sebagai juri. Rasanya merasa tak layak karena aku sendiri masih belajar dalam menulis. Namun, temanku itu meyakinkanku untuk menerimanya, serta menegaskan padaku kalau aku layak menjadi juri di lomba tersebut. Dari menjadi juri lomba itu panitia memberikan tanda ucapan terimakasih, yang bisa kupergunakan untuk membantu keuangan keluargaku.
Lebih kurang dua mingguan dari ditunjuknya aku sebagai juri itu, aku mendapat klien untuk menggambar sketsa wajah. Ini otomatis juga menjadi tambahan pendapatanku. Perihal ini aku pun juga cerita dengan sahabatku. Lagi-lagi dia sangat bangga padaku, dan tidak menyangka kalau aku bisa mendapatkan kesempatan itu di waktu yang sebenarnya mepet dengan kebutuhan keuanganku.
Dari dua kejadian ini, aku belajar bahwa ketika kita mengutamakan kebutuhan orang tua, Tuhan tidak membiarkan kamu, kita, itu kekurangan. Selalu ada rezeki, entah itu melalui siapapun yang bisa meringankan. Mungkin kamu juga pernah mengalami hal yang sama atau cerita lain ketika dihadapkan pada situasi seperti ini? Apa yang biasa kamu lakukan?
Aku harap aku, kamu, kita, sebagai anak perempuan yang saat ini menjadi tulang punggung keluarga, semoga kita semua selalu diberikan kekuatan untuk melewati ini semua, meski perasaan iri terkadang menghampiri karena kita tidak bisa seperti anak perempuan pada umumnya. Tuhan, orangtuamu, bahkan orang-orang di sekelilingmu pasti bangga denganmu, dengan pengabdianmu sebagai seorang anak yang tidak mementingkan egonya, melainkan untuk keluarganya. Kamu tidak sendiri. Peluk jauh dariku dan Sobat Hipwee semua :-)
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”