Anak pertama, keberadaannya menjadi momen yang ditunggu oleh setiap pasangan pengantin baru. Kehadirannya dipenuhi rasa syukur. Kasih sayang dan perhatian sepenuhnya tercurahkan padanya. Namun perhatian itu kelak akan terbagi dengan lahirnya anak kedua, anak ketiga dan anak anak lainnya.
Menjadi anak pertama dari keluarga sederhana bukan perkara yang mudah. Sejak remaja dipaksa menjadi dewasa sebelum waktunya. Siap siaga menjadi pelindung adik-adiknya. Si sulung dilatih mandiri oleh keadaan. Kepentingan adik-adik selalu menjadi hal yang diutamakan. Perasaan mengalah terhadap hal hal kecil menjadi rutinitas harian. Aktivitas rumah tangga bagaikan agenda yang wajib dilakukan.
Ketika si sulung beranjak dewasa, tanggung jawab itu semakin terasa. Tidak hanya perkara kepentingan pribadi saja, namun keperluan adik-adik dan orang tua ikut menjadi bagian di dalamnya. Orang tua semakin renta, tanpa aba-aba tanggung jawab itu bertengger di bahu anak pertama. Tanpa upacara resmi, delegasi tanggung jawab diambil alih dirinya. Anehnya, ini tidak menjadikan sulung lemah oleh fakta yang ada, melainkan semangat semakin menggelora. Semangat mengejar mimpi dan kehidupan yang mapan agar dapat memberikan masa depan yang nyaman bagi keluarga.
Tak ada yang meminta si sulung melakukan demikian. Perjuangan dilakukan seolah olah menjadi naluri yang dianugerahkan Tuhan. Semakin dewasa si sulung tidak ingin merepotkan, antusiasme meringankan beban orang tua menjadi tujuan. Orientasi ke depan semakin tidak terhentikan. Persoalan asmara pun dikesampingkan. Tak ayal sendiripun menjadi pilihan karena tak semua insan sanggup menemani si sulung berjuang. Terkadang terlintas pertanyaan, akankah perjalanan ini akan menjadi ringan jika dipikul bersama dengan pasangan. Namun akan terasa sulit menyatukan tujuan dengan pribadi yang banyak memikul beban.
Akan ada banyak kemungkinan bagi si sulung untuk merelakan masa depan yang diimpikan demi menyelamatkan kebahagiaan keluarga besar. Anak pertama dipaksa berbesar hati untuk merelakan. Namun menjadi sulung tak selalu menyedihkan. Ada banyak pengalaman dan pelajaran yang tak tergantikan jika dapat mengambil hikmah dari setiap perjuangan yang telah dilakukan.
Jangan pernah menyesal menjadi anak pertama karena perannya begitu mulia. Menjadi sulung membuat diri menjadi tegar dan siap menerima. Mental baja menjadi bekal untuk mengarungi kehidupan di masa selanjutnya. Bukankah tak ada yang lebih membanggakan jika dibandingkan dengan meringankan beban orang tua?
Untuk semua sulung di luar sana. Terima kasih sudah bertahan. Bangga dan berlapang dadalah. Kalian luar biasa hebat melebih dari yang kalian kira.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”