#RamadandiPerantauan Walau Dipisahkan Oleh Keadaan, Hatiku Tetap Terpaut, dan Doa Akan Selalu Aku Langitkan

Semoga keadaan lekas membaik, agar kita bisa saling melepas rindu dengan orang-orang tersayang tanpa ada rasa khawatir

Bagiku, menjalani Ramadan di tanah perantauan bukan lah hal yang baru sebenarnya. Sejak umurku masih belasan tahun aku sudah meninggalkan kampung halaman untuk menimba ilmu di luar pulau. Rasa rindu tentu saja sering menghampiri, terlebih disaat Ramadan tiba. Terkadang suka iri ketika aku melihat postingan teman di media sosial yang memamerkan kebersamaan dengan keluarganya. Apalah aku yang segala sesuatu aku lakukan sendirian. Namun, bagaimanapun juga aku sudah bertekad untuk mencari ilmu dan pengalaman baru di tempat yang sebelumnya belum pernah aku singgahi.

Advertisement

Saat memasuki masa perkuliahan pun aku memutuskan untuk melanjutkan studi di salah satu perguruan tinggi yang ada di kota pelajar. Entahlah, aku terlanjur nggak bisa move on dengan kenyamanan kota ini. Walau sebelumnya aku harus berdebat dulu dengan Ibuku. Maklum, aku anak perempuan satu-satunya dalam keluargaku. Jadi wajar kalau Ibu ingin aku kuliah yang dekat rumah saja. Untung saja Ayahku mampu meyakinkan Ibu hingga akhirnya disinilah aku berada.

Kurang lebih sudah sembilan tahun aku meninggalkan tanah kelahiran untuk melanjutkan pendidikan. Mungkin aku nampak berlebihan dalam hal ini. Tekadku hanya satu, aku ingin mendapatkan pendidikan yang baik kualitasnya mengingat di tempat asalku kualitas pendidikannya tidak sebaik di kota ini. Tentu saja aku tidak pernah lupa untuk mengabari orang tuaku setiap saat. Aku pulang kerumah hanya satu tahun sekali setiap lebaran tiba mengingat membutuhkan uang yang tak sedikit untuk membeli tiket pulang.

***

Advertisement

Semenjak awal tahun, mulai terdengar kabar bahwa di Indonesia sudah ada pasien yang positif COVID-19. Virus ini memang sudah ada sejak akhir tahun 2019 di China. Adanya temuan pasien positif ini sebenarnya sudah membuatku berpikir untuk segera pulang karena penyebaran virus ini sangat lah cepat dan di beberapa negara sudah memberlakukan lockdown. Di Indonesia pun pemerintah sudah mulai memberi himbauan untuk melakukan physical distancing dan menerapkan pola hidup sehat.

Ingin rasanya aku pulang ke rumah lebih awal, namun masih ada tanggung jawab yang harus segera aku selesaikan terlebih dahulu yaitu tugas akhir skripsi. Aku menargetkan waktu lebaran nanti aku sudah selesai melakukan sidang tugas akhir karena aku merasa tidak enak dengan orang tuaku yang sudah menunggu kabar kelulusanku dan aku juga sudah lelah mendengar pertanyaan “Kapan lulus?” dari keluarga besarku ketika kumpul waktu lebaran. Ya, karena satu dan lain hal aku terpaksa memperpanjang masa studiku, yang seharusnya dalam waktu empat tahun aku sudah lulus, tapi tahun ini aku menginjak tahun ke enam demi mengejar gelar sarjanaku ini.

Advertisement

Namun nampaknya targetku meleset dari yang aku rencanakan. Pihak kampus mulai melarang mahasiswa dan dosen datang ke kampus guna mencegah penularan COVID-19 meskipun itu hanya melakukan penelitian di laboratorium dan tidak berbanyak orang. Dengan berat hati, aku harus mengikuti aturan tersebut dan merelakan jadwal pengambilan data ku di laboratorium tertunda entah sampai kapan. Pada saat itu juga, aku mulai dilema apakah aku harus pulang atau tidak. Jujur, aku khawatir jika suatu saat nanti pemerintah memberhentikan seluruh transportasi ke luar daerah, bagaimanapun juga aku juga ingin bertemu keluargaku saat lebaran nanti. Tetapi, larangan mudik dari pemerintah terus terngiang dalam benak ku. Seperti ada rasa bersalah jika aku melanggar himbauan tersebut.

Pukul 18.55 WIB aku menatap layar gadget ku untuk mengikuti live streaming penentuan tanggal 1 Ramadan 1441 H. Jumat, 24 April 2020 telah ditetapkan sebagai 1 Ramadan. Entahlah, hati ini bingung antara harus senang atau sedih. Senang karena bulan penuh berkah kini telah datang. Sedih karena Ramadan tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Semenjak adanya COVID-19, kini tak ada lagi pasar kaget yang menjajakan aneka takjil, acara buka puasa bersama teman atau kolega, dan tarawih berjamaah di masjid. Padahal itu semua menjadi momen yang paling dirindukan setiap datangnya bulan Ramadan.

Tak lama kemudian, aku membaca suatu berita bahwa penerbangan ditutup hingga Juni yang artinya aku tidak bisa pulang saat lebaran nanti. Aku pun menatap bukti transaksi pembelian tiket ku yang baru saja aku dapatkan dengan nanar. Ternyata benar, segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini belum tentu berjalan sesuai dengan rencana kita. Mungkin ini juga suatu bentuk peringatan dari Tuhan bahwa kita tidak boleh hanya memikirkan kepentingan pribadi kita, kita juga harus memikirkan kepentingan bersama. Physical distancing ini juga demi keselamatan bersama. Bagaimana jika yang berpikiran nekat untuk mudik tidak hanya satu atau dua orang saja, tetapi ribuan orang diluar sana? Bagaimana jika orang-orang yang mudik ternyata membawa virus COVID-19 didalam tubuhnya? Akan menjadi seperti apa keadaan negara kita ini? Bukannya semakin membaik, yang ada malah mempertinggi angka positif saja.

Jujur, menjalani ibadah puasa di masa pandemi seperti ini membuatku semakin merindukan rumah mengingat tahun ini aku tidak bisa merayakan lebaran bersama keluarga di rumah seperti tahun-tahun sebelumnya. Dan tiba-tiba aku merindukan momen sebelum aku memutuskan untuk merantau. Biasanya di bulan seperti ini aku membantu Ibuku menyiapkan santapan untuk berbuka maupun sahur. Sekarang, mau mencari makan saja agak susah. Sebagian warung memutuskan untuk tutup. Untung saja dari pihak kampus memberi bantuan sembako, dan juga beberapa masjid masih menyediakan menu untuk berbuka maupun sahur.

Beruntunglah kalian pada masa pandemi seperti sekarang yang masih bisa merasakan kebersamaan dengan keluarga tentunya seperti berbuka maupun sahur, saling merangkul untuk menguatkan satu sama lain dan bisa saling mengingatkan untuk tetap tabah menghadapi cobaan dari Tuhan ini. Untuk perantau seperti aku yang tak berkesempatan mudik hanya bisa memanfaatkan fitur video call pada smartphone untuk saling menanyakan kabar.

Meskipun aku tidak bisa mudik lebaran nanti, bukan berarti hatiku jauh dengan mereka dan tentu saja aku selalu mendoakan yang terbaik untuk mereka karena mendoakan adalah cara sederhana untuk menyampaikan rindu dengan seseorang yang tidak bisa kita jangkau keberadaannya. Satu hal yang aku yakini dari adanya wabah COVID-19 ini yaitu akan selalu ada hikmah dibalik suatu cobaan. Mungkin Tuhan ingin hamba-hamba-Nya semakin mendekat kepada-Nya, mungkin selama ini kita terlalu lalai dan kurang bersyukur atas segala nikmat yang Tuhan berikan. Dan sungguh, wabah ini benar-benar mengajarkan kita untuk selalu bersyukur terhadap kesempatan dan waktu yang Tuhan berikan untuk berkumpul dengan orang-orang tersayang. Semoga di bulan yang penuh berkah ini kita bisa tetap fokus meningkatkan kualitas ibadah kita dan juga selalu senantiasa berdoa agar keadaan lekas membaik supaya kita bisa saling melepas rindu dengan keluarga di rumah tanpa ada rasa khawatir.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seseorang yang sedang menikmati kesendiriannya