Aku tidak pernah membayangkan jika akan menghabiskan hari-hari Ramadan dan Lebaran tahun ini di ibukota. Tidak sekalipun terpikirkan olehku saat aku pertama kali menuju tanah rantau bahwa ada kemungkinan aku tidak bisa melakukan mudik saat lebaran datang. Semua hal tersebut memang mungkin, jika Allah sudah berkehendak demikian. Manusia hanya bisa berencana, namun pada akhirnya Sang Pencipta lah yang memutuskan.
Sampai aku menuliskan ini, belum ada bayangan sama sekali, seperti apa malam takbiran di sini. Apakah rasanya akan sama seperti malam takbiran di kampung halaman, aku masih menebak. Aku juga masih belum terbayang bagaimana untuk pertama kalinya aku akan melaksanakan sholat Idul Fitri secara munfarid hanya di dalam kamar kos. Aku pun masih belum bisa menggambarkan bagaimana sensasi sungkeman kepada Ibu Bapak hanya melalui saluran konferensi panggilan video. Banyak yang belum bisa aku bayangkan sampai detik ini.
Ramadan tahun ini sudah amat sangat berbeda, begitu pun Lebaran. Tidak ada mudik, tidak ada sholat Ied berjamaah, tidak ada opor ayam buatan ibu, tidak ada silaturahim langsung ke sanak keluarga, dan tidak ada hangatnya suasana desa di hari raya. Lebaran dan Ramadan kali ini mungkin akan menjadi salah satu catatan sejarah yang mungkin nanti akan dituliskan dalam buku pelajaran sekolah anak-anak kita kelak. Bulan mulia yang dilalui tanpa tradisi, bulan kemenangan yang harus kita sambut dalam kesederhanaan.
Ada banyak keterbatasan, tapi semoga esensi ibadahnya tetap bisa kita dapatkan
Kondisi belakangan ini membuat konten sosial media pun ikut berubah. Jika biasanya laman Instagram Story ataupun Instagram Feed sudah dipenuhi dengan beragam foto berbagai pose saat buka bersama – kini laman laman tersebut dipenuhi dengan foto hantaran menu berbuka puasa dari orang-orang terkasih. Mencoba menghidupkan suasana kebersamaan meski raga tak bisa saling bertemu. Menyambung silaturahim dan tanda sayang kepada sanak kerabat terdekat melalui lembar kertas kecil yang disematkan di atasnya.
Hi Rifa,
Selamat berbuka puasa ya. Walau Ramadan tahun ini kita tak bisa jumpa, semoga puding coklat ini mewakilkan keberadaanku di sana ya. Semangat ya walau hanya di kosan, semoga keadaan segera membaik sehingga kita bisa segera saling berjumpa kembali
Salam sayang,
Cinta
Pun demikian untuk simbol kasih sayang hari raya, hantaran beragam bentuk mencoba dijadikan simbolis tali kasih antarkita. Dari mulai panganan ringan hingga beragam macam perangkat rumah tangga dikemas secara apik untuk dijadikan paket kiriman terbaik di hari raya. Tak lupa pula dilengkapi dengan kartu ucapan sederhana yang rasanya kini menjadi lebih berharga, penyambung ucapan hari raya dari sahabat dan keluarga. Mendadak aku menjadi familiar dengan angka kode pos dari berbagai daerah, meski diri ini tak bisa datang ke kampung halaman namun biarkan bingkisan lebaran menjadi pengganti raga untuk sementara di Lebaran kali ini.
Bagi aku, anak rantau yang harus jauh dari keluarga menjelang hari raya, merasa bahwa hari-hari berjalan layak biasanya – seperti esok bukan merupakan hari istimewa. Syukurlah para brand ternama yang mengiklankan diri baik di televisi ataupun jejaring digital menambahkan suasana hari raya dalam tayangannya. Setidaknya aku sadar bahwa hari raya sudah di depan mata, meski hanya seorang diri.
"Rifa, gue kirim opor sama rendang buatan mama ke kosan lo ya, biar ada rasa-rasa hari lebaran dikitlah walau di kosan aja," sebuah pesan masuk hari ini.
Ramadan dan Lebaran jauh dari keluarga ternyata membuatku menemukan makna keluarga yang baru, bahwa ada kerabat rasa keluarga yang masih aku miliki di kota ini. Ada pesan kebersamaan keluarga dibalik sepaket opor dan rendang yang datang melalui bapak-bapak ojek online. Terharu sekali, ternyata aku tidak sendirian di kota ini, masih ada keluarga kawan yang besok patut aku sambangi ketika keadaan sudah membaik.
Penghujung Ramadan ini membuatku semakin khusyu dalam berdoa. Memohon diberikan kesehatan dan umur panjang untukku dan orang-orang tercinta, semoga kami diperkenankan untuk berjumpa kembali dengan bulan Ramadan tahun depan dengan kondisi yang jauh lebih baik.
Ramadan dalam pandemi di kota rantau ternyata meninggalkan banyak kesan yang mungkin tidak akan aku lupakan sampai kapanpun. Nanti suatu hari, akan kuceritakan kepada anak cucu bahwa aku pernah melewati Ramadan dan Lebaran di tengah carut marut wabah yang masih belum juga berakhir. Semoga segalanya segera membaik.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”