#RamadandiPerantauan Antara Otak atau Hati

Otak dan Hati tidak singkron, aku bingung...

Keluargaku dulu memang ada di beberapa daerah. Kakak perempuan pertama dia ada di Kalimantan, kakak laki pertama ada di Bogor, ada yang di Lampung, ada yang di Bekasi, dan sisanya berada di Kalimantan bersama kak tertua. Tepat, sebelum akhir tahun 2019 kemarin semua keluarga sudah berkumpul pindah ke Kalimantan, anehnya hanya aku yang ingin pergi ke Jakarta. Hingga akhirnya wabah ini datang. Semua keluarga panik mengkhawatirkanku. Aku baik baik saja, hingga ramadan berjalan aku mulai ingin PULANG.

Advertisement

Rindu kesibukan menyiapkan makanan berbukaan. Mulai memilih-milih kue apa yang ingin dibuat. Atau mulai memasak rendang, opor, dan makanan khas lebaran. Berbelanja bersama tanpa harus takut kehabisan uang. Tidak perlu repot menghitung pengeluran dan pemasukan. Tidak khawatir akan makan apa untuk berbuka dan saur.

Kesepian adalah hal terberat yang terasa. Saat berbuka yang dilakukan hanya makan kemudian solat. Saat saur yang dilakukan hanya makan kemudian solat. Tidak ada aktivitas yang menarik lainnya. Sinetron sore yang sering ada di salah satu tv nasional atau kultum saat mendekati azan magrib. Acara saur-saur yang kocak.

Rindu dan semua kekhawatiran itu mulai menumpuk. Pemerintah, media dan yang terjadi di lapangan semuanya berbeda tidak singkron. Kekhawatiran diri memuncak, “apa aku pulang saja” mungkin jika aku berkata aku akan pulang ayahku akan senang dan saudara-saudaraku akan langsung membelikan tiket. Aku mulai rapuh ingin pulang.

Advertisement

Kemudian… mekanisme tubuh mulai mencerna apa-apa yang aku pikirkan sedari tadi. Otak berkata, tidak apa-apa pulanglah. Sekarang badanmu sehat dan kamu bisa mengisolasi diri selama 14 hari. Tidak apa.

Hati berkata, jangan. Mungkin kamu sehat. Tapi apa kamu akan jadi orang yang mengerikan menularkan virus di keluargamu. Mungkin saja di jalan kamu tertempel virus. Saat ini kamu baik-baik saja. tapi keluargamu belum tentu mereka sesehat kamu. Kamu tidak ingat wajah tua ayahmu yang mengkhawatirkanmu. Apa kamu ingin mengambil peluang untuk menjadi penular bagi orang yang kamu sayangi?

Advertisement

Kamu boleh jenuh, kamu boleh lelah. Tapi ingat kembali wabah ini tidak main-main. Virus yang akan membunuh tanpa ampun untuk tubuh yang berimun rendah. Ingat saja usia papah dan kakak tertuamu, mereka sangat mengkhawatirkanmu. Jangan tega menjadi pembawa virus.

Gema suara berisik ini…

Berakhir pada kesimpulan ini, tak apa aku tidak pulang. Karena keselamatan kalian jauh lebih penting. Hanya sedikit saja aku perlu bertahan di sini. Jika kelak nanti masih ada garis takdir untuk bertemu. Aku ingin berkumpul dan makan bersama kembali dengan perasaan setidaknya aku menjadi pengancam untuk kalian.

#RamadandiPerantauan #PelukJauh

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini