Mengantar ibu belanja ke pasar sudah menjadi rutinitas anak-anak di seluruh Indonesia, terutama pada hari Minggu. Sebagai anak yang cukup berbakti, tentu saya sendika dawuh setiap kali diminta untuk mengantarkan beliau ke pasar.Â
Meski banyak anak yang malu sama kelakuan ibunya ketika nawar harga barang di pasar dan memilih menunggu di parkiran, justru saya sering mengikuti kiprahnya selama transaksi jual beli di pasar. Sama seperti menonton pertunjukan teater, melihat kehidupan orang-orang pasar, bagi saya menyenangkan.Â
Terlebih di masa pandemi seperti saat ini, yang mana tontonan seni menjadi barang mahal dan tak mungkin digelar. Pasar tradisional menjadi sarana hiburan menyenangkan yang kaya akan esensi dan makna. Hampir semua unsur pertunjukan Teater seperti penokohan, artistik, dan gimmick yang mumpuni bisa ditemukan di pasar tradisional.Â
Salah satu gimmick legendaris yang sampai saat ini masih lestari adalah saat pembeli menawar baju, lalu pura-pura pergi. Hampir semua ibu-ibu di seluruh Indonesia paham dengan konsep ini dan pasti pernah menerapkannya.Â
Misalnya, pedagang baju akan mematok harga Rp50 ribu, kemudian pembeli menawar Rp30 ribu. Jika pedagang tidak sepakat dengan jumlah penawaran, drama di sinilah dimulai. Pembeli akan mengambil jarak beberapa meter ke depan, otomatis pedagang akan memanggil pembeli dan menerima tawaran tersebut.Â
Entah siapa inisiator di balik gimmick tersebut. Yang jelas, pengalaman pembeli pura-pura pergi ke hati pedagang luluh ini pertama kali saya lihat ketika zaman kaus Akademi Fantasi Indosiar (AFI) masih berlaku di pasaran. Waktu itu, masih ingat betul bagaimana ibu menawar kaus bergambar Haikal AFI untuk saya, lalu berpura-pura pergi dan akhirnya saya dipanggil, tak lama kemudian kaus bergambar Haikal jatuh ke tangan saya.Â
Bisa dikatakan, pura-pura pergi setelah perundingan tawar menawar harga adalah strategi terakhir ibu-ibu ketika pedagang bersikukuh mempertahankan patokan harga jualnya. Dengan melangkahkan kaki beberapa meter ke samping atau ke depan, ternyata mampu membuat hati pedagang goyah dan akhirnya menyerah.Â
Acap kali pergi ke pasar, saya selalu teringat dengan hal-hal menarik tersebut. Sebagai manusia yang penuh rasa penasaran, saya sering bertanya-tanya, atas dasar apa pedagang pasar tradisional mau memberikan barang tersebut setelah calon pembeli pura-pura pergi?Â
Hingga suatu ketika, saya pernah merasakan hal yang sama seperti yang terjadi. Bukan perihal transaksi jual beli, melainkan hubungan percintaan. Saat itu, saya pernah mengantarkan pacar ke salah satu mall besar di Yogya. Karena takut naik eskalator, saya pura-pura ada tugas kuliah dan tidak bisa mengantarkannya.Â
"Ya udah, kalau nggak bisa, aku minta tolong tolong ke temen cowok aja ya buat nganterin ke mall," tegasnya via BBM.Â
Aku takut kehilangan pacar, tanpa basa-basi saya langsung tancap gas menjemput bidadari yang waktu itu ngekos di daerah Seturan. Ancaman atau pura-pura mau minta tolong temen cowok yang akhirnya membuat hati ini luluh seketika.
Sampai di sini saya sadar, ternyata manusia memiliki ketakutan yang sama. Takut kehilangan pacar, materi, kedudukan, dan lain sebagainya. Sifat dasar inilah yang terkadang membuat kita takut dengan segala sesuatu yang kemungkinan bisa terjadi. Begitu pula dengan pedagang, yang terkadang juga takut kehilangan pelanggan.
Dari itu semua, ternyata yang berhak untuk melakukan gimmick pura-pura pergi agar dikasih harga murah itu cuma ibu-ibu. Sebab, beberapa kali saya mencoba melakukan adegan pura-pura pergi tersebut, tapi selalu gagal, terutama perihal hubungan percintaan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”