Sepucuk surat untuk Ayah
Aku mengenalmu,
Yah, sangat mengenalmu.
Sosok pria terhebat yang mengukir jiwa raga.
Darimu aku dapat mengenal dunia.
Darimu pertama kali diriku melihat apa itu dunia.
Dunia fana yang penuh misteri,
Dari kenyataan hidup yang tiada bertepi.
Dari keluguan yang melembutkan nurani,
Bahwa hidup adalah belajar. Hidup adalah pilihan dan hidup adalah perjuangan.
Ketulusan..
Iman..
Kejujuran..
Yah, yang menjadi penguatnya.
Tatar kemandirian kau ajarkan dalam tiap langkah tak berkesudahan.
Figure pria bijaksana yang pertama kali aku kenal.
Saat aku datang kedunia ini..
Darimu Ayah..
Aku belajar menjalani hidup yang keras ini dengan rasa bersyukur, dengan lekuk senyum nan kesabaran.
Pengorbananmu meluluhkan segalanya.
Berilah waktu ku untuk sebentar lagi saja tuk membahagiakanmu..
Terima kasih telah menjadi ayah terhebat dan terkasih disepanjang usia.
Cerita Pena
Aku memulai dengan penaku yang selalu setia menemaniku. Diatas secarik kertas putih yang menjadi saksi. Lisan terkunci, Isyarat melambung dimana ku berpijak melekuk dalam tiap bait yang bercerita.
Pijakkan menghantarkan raga dan hati melebur menjadi satu.
Akal dan hati pun tentunya turut menjadi satu.
Dan aku,
Masih berpijak bertahan disatu tempat dimana letaknya pilihan menentukan jawaban.
Dalam alur cerita..
Yang tiada henti temukan jati diri.
Karena selayaknya diri..
Adalah tentang bagaimana membentuk diri.
Dan bukanlah tentang mencari-cari hingga diri kelelahan dengan sendirinya.
Dan pena, yang bercerita..
Tentang arti hidup dimana hidup bukanlah tentang mencarinya, melainkan tentang bagaimana diriku membentuknya.
Anggun Gerardine/@anggungerardine
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”