Puisi 1 :Â
"Ketika Bicara Tentang Rasa"
Tersenyum malu saat rasa datang tanpa bentuk yang nyata
Terdiam bisu bila menyendiri di suatu keheningan
Pandangan itu tak begitu sempurna tapi ada ciri yang lain
Begitu halus begitu tenang
Saat petang mulai muncul di ujung hari rasa itu sangat berbeda
Entah mengapa semakin dalam selalu terbayang
Mata kecil mencoba terpejam pelan sangat perlahan
Serasa otak ingin terlelap tapi hati tak berkehendak
Pikiran hanya tertuju pada satu sosok
Sosok yang memberi pandangan lembut
Indah begitu indah ketika berkhayal tentang rasa itu
Rasa yang berani membuai dengan pesona khasnya
Berharap lebih itu yang selalu menjadi angan
Angan indah tentang berkumpulnya dua rasa
Pertanyaan hati semakin menggebu tak terkendali
Hinggap amarah ketika pemilik pandangan dekat dengan bunga lain
Timbul kecemasan tentang keadaan apakah baik atau buruk
Semangat hati saat bertemu di suatu kejadian
Ingin mendekat tapi malu itu sangat terasa
Hanya berani memendam sesekali berpikir
Berpikir tentang keajaiban yang sengaja menyatukan rasa
Ciri rasa yang begitu mendalam dan sangat alamiah
Â
Puisi 2 :
"Tentang Jodoh"
Gemercik sungai jatuh bertubi
Sinar surya siap menjamah
Pagi itu tak ada yang beda
Tetap sama, tetap serupa
Ku tatap sekeliling tanpa suara
Mata tersorot fokus pada satu titik
Tubuh kekar tak sekekar akar
Memegang alat untuk membelah
Bongkahan itu siap dirubah
Bukan patung, topeng, atau karya lainnya
Cukup jadi bagian kecil untuk bantu rumah tangga
Sesosok hawa datang menyapa
Membawa bekal pelepas dahaga
Terpancar rona bahagia
Di bawah keriput si kulit tua
Itu berulang setiap hari dengan ikhlas tanpa bantahan
Bukan manusia jika tak pernah sakit
Dan itu dialami sang kepala rumah
Sabar hati menahan pilu
Sang pendamping siap menjaga setiap waktu
Tubuh renta tetap merawat
Walau lelah fisik menahan penat
Tiba-tiba dia jatuh lunglai di atas tanah
Berusaha bangkit memegang sang kepala
Mereka terbaring dalam satu tempat
Bercengkrama sedikit sambil menahan sakit
Kala itu suasana gelap tak bercahaya
Anehnya sang kepala berkata lain
Diiringi sesosok cahaya kecil siap menjemput
Hela nafas sangat keras
Tanpa sadar itu helaan terakhir
Jerit tangis sang pendamping
Mengiringi perpisahan yang menjadi takdir
Tak cukup waktu lama
Cahaya itu datang kembali
Lagi-lagi diiringi sesosok
Sesosok penuh wibawa aroma surga
Hatinya terasa tenang, mungkin ini waktunya
Jalan terang sang pendamping lewati
Dari kejauhan dia melihat, dia melihat teman hidupnya
Semakin jelas dan memang itu benar
Pikir hati sang pendamping bertanya,
Mengapa kita bertatap, bukankah kita telah terpisah?
Sang kepala menjawab,
Apa kau percaya jodoh?
Â
(Istiqomah)
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”