Puisi 1:
Bait-Bait Rindu
Engkaulah cahaya yang melenyapkan derita, memancarkan cinta
Engkaulah bintang penunjuk arah tuk kembali pada fitrah
Engkaulah matahari yang cercah sinarnya menembus gelap hati
Engkaulah mata air, melenyapkan dahaga
Engkaulah semesta dalam sosok penuh rahmat, suka cita
Engkaulah penutup risalah, penerang dunia, penutup nubuwah
Engkaulah penyelamat, penguasa keluasan kosmis hakikat
Engkau sang pembawa kabar gembira
Engkau pula yang menyadarkan lalainya jiwa
Engkau mencintai tanpa ingin, dan kami merindumu selembut desir angin
Mendengar namamu, hatiku bergetar penuh rindu
Semerbak wangimu menyihir kesturi tertunduk malu
Jiwamu nan agung, menyiutkan gagahnya gunung gemunung
Lahirmu di hari itu, menggetarkan segala penjuru
Api persia seolah berkata, sambutlah ia, biar ku lenyap
Kastil megah runtuh, menyisakan takjub dalam senyap
Musuh-musuh keadilan tak pernah lagi tertidur lelap
Kedatanganmu ke bumi gelap nan bau tumpah darah
Serupa hujan, menyucikan menentramkan
Hadirmu meredam segala amarah
Mengikisnya dengan akhlak, melembutkan mendamaikan
Mereka memanggilmu Muhammad
Puncak segala cinta, cakrawala rahmat
Di kerajaan langit, dirimu Ahmad
Salam dan puji terindah tersemat
Di antara bait-baitku terpahat
Atas nama Sang Maha Rahmat dan Pengampun
Kupersembahkan padamu, Wahai Rasul pamungkas nan suci lagi agung
Dalam rerangkai kata, kuselipkan getar rindu, deras mengalun
Mengeja langkah, mewujud hidup layaknya kau tuntun
Harapku adalah uluran tangan suci di hari esok nan misteri
Saat pengharapan hanya syafaat manusia suci
Sudikah bestarimu membawaku pergi?
Â
Puisi 2:
Alegori Kaset
Sementara pemutar musik zaman ini tak pernah mengajarkan apapun kecuali kecepatan yang mengaburkan definisi efisiensi dan ketergesaan
Tapecassette menegur dengan sistemnya yang mirip dengan kehidupan
Andai hidup adalah sebuah kaset
Ada pita hitam yang kita sebut usia
Ada gir yang kita sebut nafas
Ada case yang kita sebut udara
Ada tombol putar yang tak lain adalah kelahiran
Ada kisah yang serupa lagu di kaset itu: berdurasi pendek dan panjang; berawal dan berakhir
Hanya saja tak ada tombol "pause" untuk berhenti sejenak atau "rewind" untuk memutar ulang yang telah berlalu
Lalu untuk apa lagi kurisaukan semua kemarin itu
Seperti musim panas dan dingin adalah niscaya, begitupun semi dan gugur
Mereka yang jeli akan berdiskusi tentang musim dan hati dengan cangkir-cangkir kopi tengah malam
Hingga ku tahu, aku selalu berhutang budi pada waktu
Lebih bijak rasanya untuk mengabadikan doa daripada mengkristalkan air mata
Karena gagasan utama masih sama dan entah kapan akan sudah,
Sementara kita sama-sama harus berbalik arah
Jika memang mustahil untuk berkata, tetaplah di sini
Lalu akan ku sebut apa ketidakmampuan ini?
Kekasih, terlalu banyak hal yang ingin kukatakan padamu
Semuanya tetap tertahan dalam konsep-konsep dan kalimat-kalimat bisu
Semoga ada saat dimana mereka berhasil kuutarakan
Sebelum pita lagu cinta kita berakhir lalu berganti dengan lagu selanjutnya
Â
Kusuma Dewi Zaenab Karbela
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”