Dipanggilnya Memoar
Sepanjang langkah kaki berpijak
Hanya duduk yang diijinkannya bertahan lama
Kau bersinggah sebagai pemeran utama
Setelah hirap beberapa pekan
Saat itu, duduk menjadi ruang favoritmu
Untuk mengembalikan setiap bagian yang terpisah
Semenjak lama, semenjak tidak lagi kata yang bersinggungan dengan mata
Dipanggilnya memoar-memoar itu
Pada persinggahan ribuan waktu yang bergulir
Disenadakan dengan tegaknya tiang-tiang gedung
Dimana kita berdiam, dimana ada pada depan mata
Perihal cerita yang hampir tercecar
Kau kembalikan di atas setiap lembar-lembar memoar
Disajikannya teh tawar
Saat separuh cerita, kau tanyakan berulang
Sampai lupa, pada akhir kepulangan
Cepat Sadar
Saat lama tak terjalin
Merajut angan
Menjangkau udara
Kau kembali berujar manakah yang lebih baik
Antara haru biru atau putih seperti lilin
Kau singkapkan pula, dimana berandamu
Kau singkapkan pula, potret-potret hitam putih New York
Yang tak lain, kau singkapkan pula betapa banyaknya harta karun
Yang tak terlihat pada sudut-sudut megah kota Jakarta
Harta karun itu kau sebut sebagai peralihan
Harta karun itu, kau singkapkan di depan mata
Ia sedang berupaya, agar si lawan bicara cepat sadar dalam lamunan tidurnya
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”