Dayana dan Perjalanan Kebahagiaan part 1
Dayana.
Pagi adalah kita, ketika kamu menjadi matahari
Aku menjadi daun yang berguguran diserapnya sinar hingga tubuhku kering.
Pagi itu di jalur pendakian,
Kita saling bertemu tidak bebicara seolah Tuhan mengunci kata yang ingin keluar.
Lidah yang keluh ingin mengulang bait Sapardi yang tak kunjung usai.
Bait-bait terkubur malu yang ingin mengungkapkan satu sama lain
Atau bait sepasang sepatu tua yang di hujani pada bulan Juni
Basah dan tak terurus di bulan-bulan berikutnya.
Perjalanan kali ini sungguh sulit bukan hanya beban di pundak
Tapi beban di kepala juga. Tentang kamu yang selalu membebani pikiranku.
Lebih berat dari beban yang kupanggul.
Senyummu tak membuatku kenyang, tapi membuat hati tenang.
Jalur yang terjal adalah puisi pagi yang menyesakkan
Ditemani senyummu yang tak bisa hilang membuat tambah sesak.
Kaki tak bisa melangkah tersandung senyum yang belum diselesaikan.
Apakah aku harus memaksamu untuk tersenyum?
Dayana dan Perjalanan Kebahagiaan part 2
Tentu saja aku tidak bisa membuatmu tersenyum
Sebab aku bukan alasanmu untuk tersenyum.
Sungguh kakiku tidak bisa diajak kompromi tetap saja tersandung.
Keringat berkucuran dari peluh, Dayana sudah tak terlihat tapi tetap saja senyumnya membekas.
Senyumnya tak ingin bergegas, tak ingin lepas dari ingatan.
Aku terus berjalan dengan langkah yang terseok-seok
Melewati gundukan gambut tanpa sambut, menerjang terjal tanpa asal
Berjalan sendiri tak seseorang di sisi
Sesampainya di kaldera yang gersang tanpa kasih sayang.
Dayana terlihat, ia menghampiriku
Mewawarkan rindu dan menyelesaikan senyum yang tersendat.
Senjaku sungguh indah
Menari-nari dengan cerita tergores nada dengan alunan kata dari Dayana:
“Hay salam kenal”
Perkenalan yang sungguh melelahkan.
Kelelahan yang menghasilkan perkenalan.
Dihasbiskan senja dengan doa bersama, antara lelah dan perkenalan.
Matahari membumgbung tinggi bersama kata yang ingin dijamah.
Kata cinta kepada mahakuasa, kata rindu kepada Dayana.
Baru saja matahari mandi, memakai minyak wangi berbau partichor.
Tanah menjadi lembab, seduh sedan bersama Dayana yang menyeruak di atas ketinggian.
Ia turun bertubi-tubi menghujani hatiku yang yang gersang dan membajiri pikiranku yang layu.
Dayana pergi melewati lembah, menelusuri semak belukar, menuruni gundukan gambut.
Meninggalkan aku yang tersesat di hutan cinta.
Tanpa kompas, tanpa bantuan tim SAR, tanpa logistic, tanpa tenda
Aku survival dan terus menelusuri hutan cinta tanpa arah dan rambu-rambu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”