Tentang Sistem Zonasi dan Perlukah Sistem Ini Direvisi

Sistem zonasi

Reformasi kurikulum pendidikan di negeri ini seolah tidak ada hentinya, berbagai kurikulum yang coba ditawarkan dari setiap menteri yang menjabat memang dirasa belum efektif untuk menghasilkan lulusan pendidikan yang cukup memuaskan.

Advertisement

Dikutip dari laman Kemendikbud, sistem kurikulum pendidikan di Indonesia dimulai dari tahun 1947 dimana pada saat itu arah pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa Indonesia. Sejak saat itu kurikulum sistem pendidikan di Indonesia telah berubah sebanyak 11 kali hingga saat ini.

Sebelas kali perubahan kurikulum sistem pendidikan masih dirasa kurang cukup untuk memperbaiki sistem pendidikan yang akan melahirkan calon generasi penerus bangsa. Pada tahun 2019 ini, pemerintah pusat melalui lembaga yang berwenang yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali melakukan perbaikan pada sistem penerimaan peserta didik baru untuk tingkat sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA).

Sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) untuk tingkat SMP dan SMA direvisi lantaran sistem yang lama dirasa akan memunculkan kesenjangan antar siswa, misalnya antara sekolah favorit dengan sekolah pinggiran. Selain itu sistem yang lama dianggap belum mampu untuk memetakan masalah pendidikan pada tingkat nasional.

Advertisement

Untuk memecahkan permasalahan yang muncul, maka Kemendikbud menerapkan sistem PPDB yang baru yang disebut sistem zonasi. Sistem zonasi ini mengatur PPDB berdasarkan kedekatan sekolah yang akan didaftar dengan tempat tinggal calon siswa, artinya setiap calon siswa hanya diperbolehkan mendaftar ke sekolah dengan jarak terdekat dari tempat tinggalnya.

Sistem baru PPDB ini diterapkan di seluruh Indonesia mulai tahun 2019. Berbagai keluhan datang dari masyarakat yang merasa dipersulit saat hendak mendaftar sekolah. Keluhan dengan jumlah terbanyak datang dari orang tua siswa yang belum siap dengan sistem PPDB yang baru. Mereka mengaku belum tau dan belum paham terhadap sistem PPDB yang saat ini sudah diterapkan.

Advertisement

Aksi penolakan sistem baru PPDB ramai terjadi di berbagai daerah. Kebanyakan dari mereka menuntut agar dihapuskannya sistem yang baru ini dan tetap diberlakukannya sistem lama seleksi PPDB dengan menggunakan hasil ujian nasional atau NEM. Seleksi menggunakan hasil ujian nasional dirasa lebih efektif dan lebih mudah, lantaran orang tua siswa bisa melihat sejauh mana kemampuan putra-putrinya. Selain itu orang tua siswa juga dapat dengan mudah menetukan sekolah untuk putra-putrinya meneruskan pendidikan.

Penolakan sistem baru ini juga terjadi karena tidak diberikannya jalur khusus untuk siswa berprestasi, padahal kebanyakan dari siswa termotivasi untuk berprestasi karena mereka akan bisa meneruskan pendidikan ke sekolah yang diinginkan.

Kesalahan diduga dari pihak Kemendikbud yang dirasa kurang melakukan sosialisasi terhadap orang tua siswa. Namun dari pihak Kemendikbud sendiri merasa bahwa sosialisasi yang diberikan dirasa sudah cukup. Kemendikbud juga mengklaim bahwa pemerintah daerah dirasa kurang adaptif dan kurang siap terhadap berbagai sistem baru yang diterapkan oleh pemerintah pusat.

Dikutip dari kompas.com bahwa Kemendikbud sendiri sengaja menerapkan sistem PPDB baru zonasi ini karena sudah dengan berbagai pertimbangan diantaranya yaitu keberhasilan berbagai negara maju seperti Jepang, Korea, dan Australia dalam menerapkan sistem PPDB zonasi pada kurikulum pendidikannya.

Kemendikbud juga beranggapan bahwa diterapkannya sistem baru PPDB zonasi ini diharapkan dapat memecahkan berbagai permasalahan yang terjadi pada sistem sebelumnya, seperti jual beli bangku atau titipan anak pejabat. Selain itu PPDB zonasi dirasa paling efektif untuk memetakan permasalahan disetiap wilayah di Indonesia dan memecahkan masalah mikroskopik tersebut pada setiap sekolah seperti persoalan daya tampung siswa, kesenjangan sarana dan prasarana sekolah, dan pemerataan kualitas guru.

Kualitas pendidikan nasional memang hingga hari ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua. Sistem kurikulum pada pendidikan yang dirasa belum efektif untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia memang perlu dievaluasi. Kebijakan pemerintah untuk menerapkan sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru tingkat SMP dan SMA memang merupakan solusi yang terbaik. Namun keputusan pemerintah untuk menerapkan sistem baru ini bisa dibilang cenderung tergesa-gesa dan pada akhirnya keputusan pemerintah sendiri tidak sesuai bagaimana kondisi di lapangan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini