Hari ini aku bosan makan sate, bumbunya terlalu lengket di mulut. Tapi mengapa warung sate ayam itu tak kunjung sepi pembeli? Hari ini juga aku bosan makan ayam K*C, tapi nyatanya masih banyak orang rela mengantre panjang untuk bisa memakannya? Hm. Untuk terakhir kalinya kukatakan juga, di hari yang dingin ini, aku juga tak ingin lagi memakan nasi goreng.
Terlalu banyak minyak. Lalu kuputuskan untuk melangkahkan kakiku masuk ke warung makanan Cina, dan kupesan satu porsi capcay yang dituangkan ke atas nasi. Waoww sedap sekali. Inilah makan yang paling terbaik dan tepat untuk dipilih. Tapi, mengapa tak banyak orang hadir di sini?
Kemudian aku mulai sadar, di kota ini tidak hanya aku saja yang hidup dan punya selera makan. Semua orang yang tinggal di kota ini berhak untuk memilih makanan mana yang jadi selera mereka. Aku tak berhak menanyakan mengapa satu tempat makan ramai dan tempat makanan yang lain (yang telah kupilih) sepi. Semua orang punya hak memilih. Mereka memiliki kehendak bebas masing-masing.
Dan jika menanyakan saja tidak disarankan, lebih-lebih untuk mencampuri setiap pilihan orang dengan mengucapkan pernyataan-pernyataan yang bernada penghakiman. Itu salah besar. Itu melanggar hak berkehendak bebas yang dimiliki setiap orang.
Begitu juga dalam siklus hidup ini, seringkali karena merasa sudah terlalu dekat dengan seorang teman atau bahkan kekasih kita, kita akhirnya mulai bertindak seolah-olah punya hak yang besar untuk menginterupsi seluruh kehidupan mereka. Lalu, jika pilihan mereka tidak sesuai dengan maunya hati kita, kita dengan berani akan mulai bersuara. Kita mulai sekedar bertanya, sampai akhirnya mulai mendikte yang berakhir pada pernyataan-pernyataan menghakimi. Miris.
Setiap pilihan itu punya resiko kok. Dan saat kita benar-benar paham tentang hal ini, kita tidak akan banyak bersuara tentang pilihan orang lain bahkan sampai mengeluarkan kata-kata penghakiman. Memang benar sih, di era milenial seperti sekarang ini, pilihan yang ditawarkan dunia begitu beragam dan aneh-aneh. Tapi itu bukan alasan yang melegalkan kita untuk mulai ikut campur dengan pilihan mereka yang (mungkin) bagi kita ”aneh” dan tak seharusnya dijadikan pilihan.
Kita bahkan tidak bisa menjauhi seseorang karena pilihannya (pemikiran) tidak sama dengan kita. Karena pada dasarnya manusia diciptakan bukan untuk saling membenci, menghakimi, atau menjatuhkan, melainkan, untuk dikasihi dan mengasihi. Kita perlu menerima dengan hati yang terbuka penuh kasih dan kemurahan setiap orang yang datang kepada kita dengan membawa pemikiran bahkan pilihan yang benar-benar jauh berbeda dari kita, lebih-lebih yang rasanya sangat amat ”aneh.”
Dengan menyambut terbuka setiap orang yang berbeda dengan kita, kadangkala bisa memberikan kita kesempatan untuk sesekali bersuara dengan memberikan saran yang bijak atas pilihan dan pemikiran mereka. Tapi, jika itu tidak diterima dan dianggap sebagai sesuatu yang harus mereka dengarkan, jangan patah hati. Tetap terima mereka ketika mereka datang lagi kepada kita.
Karena sekali lagi, setiap pilihan punya resiko. Jika seseorang itu memang benar-benar salah dalam menggunakan kehendak bebasnya dan memilih hal yang tidak seharusnya dipilih, maka resiko berupa hasil akhir (output) yang berat dan membuat hidup mereka kedepannya menjadi lebih sulit akan mereka jalani. Tapi sebaiknya, bukan kita yang menyebabkan orang tersebut dekat dengan resiko yang menyulitkan hidup mereka.
Bukan hak kita mengatur pilihan orang, sampai akhirnya memaksakan kehendak kita, sekalipun kita orang yang paling bijak di muka bumi ini. Setiap orang punya kehendak bebas dan berhak menentukan pilihan hidup mereka masing-masing. Serahkan kepada Sang Pencipta yang sangat mampu membolak-balikkan hati manusia, dan menginterupsi setiap pilihan hidup manusia, jika memang itu tak sejalan dengan kehendak-Nya.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”