Dalam menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari, secara tidak sadar masyarakat selalu berhubungan dengan mitos. Secara tidak sadar, mitos telah membuat kehidupan sehari-hari masyarakat terasa tampak lebih menakutkan karena selalu diiming-imingi dengan sebuah larangan. “awas tidak boleh duduk di tengah pintu, nanti jodohnya seret”, “awas jangan bersiul di dalam rumah, nanti mengundang setan”.
Orang Jawa selalu menyebutnya dengan istilah ra ilok yang berarti “tidak baik” jika larangan tersebut tetap akan dilakukan. Apakah terbukti benar? Kembali lagi, bahwa mitos adalah sebuah pesan tersirat dari nenek moyang yang diturunkan turun-temurun kepada anak cucu hingga sekarang. Untuk keputusan akan kebenarannya, hal tersebut menjadi tugas kita sebagai generasi penerus untuk menjelajahi makna di balik ilmu pengetahuan yang telah diberikan nenek moyang terdahulu.
Sama halnya seperti sebuah perkawinan nglangkahi, yang hingga saat ini masih banyak terjadi dan masih dianggap benar akan mitos yang terkandung di dalamnya. Nglangkahi dalam adat perkawinan berhubungan dengan tingkah laku dalam sebuah lingkup bermasyarakat. Seperti pada larangan perkawinan nglangkahi yang berkembang di lingkungan masyarakat yang dipercaya jika dilanggar akan memberikan dampak atau mitos “sial” bagi kakak yang telah dilangkahi.
Hal ini biasanya terjadi dalam sebuah keluarga, dan dilakukan oleh adik kepada kakak kandungnya. Masyarakat sendiri tidak mengerti betul tentang relasi antara larangan dan mitos tersebut, walaupun secara tidak langsung mereka diam-diam telah mematuhinya.
Berbagai daerah di Jawa memiliki tradisi yang bermacam-macam untuk melestarikan atas adanya fenomena perkawinan nglangkahi tersebut. Sebagian besar dianjurkan untuk memberikan sebuah pelangkah kepada kakak yang telah dilangkahi, sebagai simbolik keikhlasan dari kakak kepada sang adik. Di era tahun 70-an, anak berusia 16 tahun yang belum menikah mendapat cap semakin jauh dari jodoh. Semakin meninggalkan umur 16 tahun, semakin jauh dari jodoh.
Berbeda dengan zaman sekarang yang tidak mengenal batasan umur dan masa pernikahan pada laki-laki maupun perempuan. Hingga sekarang, masih melekat pada diri seorang perempuan dengan cap “perawan tua”, jika telah di usia matang namun belum juga menikah. Namun cukup tidak adil jika berkaca pada era sekarang, dimana sebagian besar wanita memutuskan untuk mengedepankan karir pekerjaannya dibanding dengan menikah muda.
Nglangkahi bukan hanya terjadi di lingkup masyarakat Jawa saja, namun dalam sebuah film Tiongkok klasik memuat sebuah pesan tersirat bahwa seorang yang lebih muda tidak diperkenankan melakukan pernikahan mendahului seseorang yang lebih tua dalam satu keluarga. Bahkan dalam film tersebut memuat sebuah istilah “perawan tua”. Secara tidak langsung peranan larangan nglangkahi bukan hanya berawal dan diterapkan di Jawa, namun berbagai daerah bahkan berbeda negara pun mengenal arti larangan nglangkahi walaupun berbeda dalam segi istilah maupun penerapan adat dalam kehidupan nyata.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.