Halo, disini izinkan saya untuk bercerita sedikit mengenai perjuangan saya dalam memasuki Fakultas Kedokteran di perguruan tinggi negeri. Sebelum itu mungkin saya awali terlebih dahulu dengan perkenalan dan biografi singkat dari diri saya. Perkenalkan nama saya Rifaldi Dwiva Nusantara Khoiri, kelahiran Kediri, dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Saya hidup dalam keluarga yang sederhana dan didikan yang keras untuk bisa hidup mandiri.
Kisah ini bermula sedari SD namun singkat saja ketika saya baru memasuki Pondok disitu perjuangan yang sebenarnya dimulai, layaknya santri pada umumnya, saat kegiatan belajar mengajar dimulai, saya semangat sekali dalam menuntut ilmu dan menambah relasi dengan orang-orang baru dari berbagai daerah. Saya merupakan santri jurusan IPA, alasan memilih jurusan ini karena saya bercita-cita menjadi seorang dokter, jadi saat kelas 10 dan kelas 11 saya berfokus pada perlombaan, akademik, dan prestasi lainnya untuk menunjang peluang saya masuk ke fakultas kedokteran setelah lulus dari pondok. Susah dan senang kita hadapi Bersama, tidaklah mudah bagi saya untuk beradaptasi, untuk mempertahankan nilai akademik, hafalan Al-Qur’an dalam waktu yang bersamaan, namun saya yakin bahwasannya Allah selalu ada untuk kita, terkhusus tidaklah Allah menguji hambanya melainkan hambanya pasti mampu untuk melewatinya.
Waktu terus berganti, hari demi hari, bulan demi bulan, tahun ke tahun, tak terasa saya sudah menginjak kelas akhir yaitu kelas 12. Singkat cerita, alhamdulillah saya di beri oleh Allah kesempatan untuk bisa mengikuti seleksi SNMPTN, namun kala itu saya merasa sepertinya kalau hanya mengandalkan peluang SNMPTN, belum tentu saya masuk apalagi apa yang saya inginkan tidaklah mudah, toh di bandingkan dengan santriwati, mereka dominan menggunakan peluang SNMPTN merekan untuk masuk ke fakultas kedokteran, jadi saya putuskan untuk mempersiapkan diri saya untuk mengikuti SBMPTN, berjaga-jaga bilamana memang jalur SNMPTN bukan rezekinya, dan benar saja singkatnya Ketika pengumuman SNMPTN, saya belum di terima di jalur tersebut.
Memang sedikit sedih saat mengetahui hal tersebut, tetapi saya menganggap itu hanya angin lewat saja. Semenjak itu saya mulai mempersiapkan diri untuk SBMPTN ( Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Saya belajar dan latihan soal setiap hari, selain itu, pondok saya juga memberikan fasilitas tambahan belajar seusai kelas yang dimana itu rutin hingga menjelang SBMPTN, hari-hari saya lewatkan Bersama dengan teman-teman saya diasrama, disekolah, bahkan dimasjid pun kami gunakan untuk belajar terus-menerus tanpa mengenal kata lelah.
Saya sangat antusias mengikuti apa yang ditawarkan oleh pondok mengenai fasilitas tersebut. Saya berpikir jika belajar dari bimbel dan belajar mandiri akan lebih berpeluang lolos SBMPTN karena persiapan yang lebih matang. Singkatnya Alhamdulillah saya di terima masuk jalur SBMPTN namun kala itu memang saya akui saya salah input pilihan satu dan pilihan dua, yang awalnya saya berkeinginan untuk memilih kampus pilihan pertama yang berada di Jawa tetapi Qadarullah saya salah input pilihan pertama yaitu di tempat saya tinggal, saya di terima di Fakultas Kedokteran UNLAM di tempat saya tinggal yaitu Kalimantan Selatan.
Dengan hati yang mantap dan dukungan dari Orangtua, saya memutuskan untuk berjuang lagi melihat dari segala peluang, jalur yang masih buka, dan lain-lain. Kala itu memang bagi saya sangatlah berat semakin direndahkan, dihina, dan dicaci maki bahwa saya tidak bersyukur akan apa yang saya dapatkan. Saya merupakan orang yang pantang menyerah sebelum berhasil dan akan semakin bersemangat apabila dijatuhkan dengan hinaan dan caci maki. Mereka salah jika bertindak seperti itu kepada saya, karena itu merupakan sumber utama kekuatan saya. Ketika mereka berkata seperti itu saya hanya diam dan mendengarkan saja tetapi tidak melawan.
Saya mendaftar 4 universitas sekaligus, diantaranya UNS, UNDIP, UB, dan UNPAD. Saya juga mencoba untuk mendaftar STIN sebagai cadangan bilamana memang bukan rezeki saya menjadi seorang dokter.
Beberapa minggu setelah pendaftaran, satu per satu universitas pun mulai menerbitkan pengumuman hasilnya, dan alhamdulillah saya diterima di semua yang saya daftarkan termasuk STIN.
Saat diterima, saya tidak menyangka akan hasil yang Allah berikan kepada saya, saya sangat-sangat bersyukur akan itu, begitupun orang tua dan orang terdekat saya, dan tentu saja mereka terkejut melihatnya karena masih tidak percaya. Alhamdulillah orang tua saya bangga dan bersyukur sedangkan orang terdekat saya masih tidak bisa berkata apapun. Dari sini saya bisa memetik pelajaran yaitu untuk membungkam perkataan orang yang selalu menghina dan mencaci maki ialah dengan membuktikannya bukan mengikutinya.
Itulah cerita pengalaman saya dalam meraih perguruan tinggi. Jadi buat teman-teman jika ditolak perguruan tinggi, jangan menyerah dan tetap semangat. Salah satu kata-kata yang memotivasi saya untuk semangat adalah Bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Semoga kisah ini bisa menjadi pembelajaran dan motivasi untuk teman-teman semua, terima kasih.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”