Di pantai ada pohon kelapa
Di gunung ada pohon cemara
Kalau engkau memang orang Jakarta
Sempat-sempatkan pergi ke Kota Tua
Sepatah kata yang berbunyi “Kota Tua” bukanlah hal yang aneh bagi anak Jakarta. Kota tua adalah sebuah wilayah seluas 1,3 km yang terletak di pusat kota Jakarta. Kota Tua sudah berdiri sejak 1526, ketika terjadinya perang Fatahillah dengan Kerajaan Hindu Pajajaran. Kota Tua pun terus berkembang dan menjadi pusat kota di masa penjajahan VOC. Sekarang, Batavia Lama atau yang dikenal sebagai Kota Tua menjadi situs pariwisata yang menyimpan museum-museum terkenal seperti Museum Fatahillah, Museum Bank Indonesia, Pelabuhan Sunda Kelapa, Museum Bahari, dan Museum Wayang. Karena itu, saya bersama teman saya memutuskan untuk menjelajahi isi dari Kota Tua.
Wisata kami di Kota Tua dimulai dengan berkunjung ke Toko Merah, salah satu gedung tertua di Jakarta yang tidak banyak dikenal oleh masyarakat. Toko Merah dibangun pada tahun 1730 oleh Gustaff Willem van Imroff yang awalnya dijadikan sebagai tempat tinggal. Dari tahun ke tahun Toko Merah mempunyai fungsi yang berbeda-beda, pada tahun 1743 gedung tersebut digunakan sebagai kampus akademi angkatan laut, dan berubah menjadi tempat penginapan pada tahun 1786. Pada akhirnya, Toko Merah menjadi sebuah kantor untuk PT Dharma Niaga yang masih tetap berlanjut sampai dengan saat ini.
Hal yang unik dengan Toko Merah adalah bangunannya yang berwarna merah, dari pintu depan, jendela, maupun atap. Sebab itulah mengapa Toko Merah mempunyai nama tersebut. Namun Toko Merah juga banyak menyimpan kisah mistis. Dahulu Toko Merah sempat menjadi tempat untuk pembersihan etnis kaum Tionghoa di masa-masa pemimpinan VOC. Kadang pengunjung dapat mendengar suara tangisan maupun langkah kaki prajurit di dalam Toko Merah.
Setelah berkunjung ke Toko Merah kami menyempatkan untuk berkunjung ke Museum Wayang yang letaknya tidak begitu jauh. Oude Hollandsche Kerk, atau yang sekarang dikenal sebagai Museum Wayang, terletak di Jl. Pintu Besar, Kota Tua, Jakarta Barat. Museum Wayang yang dahulu berfungsi sebagai gereja dibangun pada tahun 1640. Pada tahun 1808, Ketika Gempa Bumi melanda, bangunan tersebut jatuh dan akhirnya dibangun kembali pada tahun 1912, yang digunakan sebagai gudang perusahaan Geo Wehry. Pada akhirnya, di tahun 1962 gedung tersebut diserahkan kepada Departement Pendidikan dan Kebudayaan. Museum Wayang diresmikan pada tanggal 13 Agustust 1975.
Untuk memasuki Museum Wayang kami hanya perlu membayar Rp5.000,00. per orang. Museum Wayang menyimpan koleksi-koleksi wayang dunia dari wayang tradisional Indonesia sampai dengan boneka-boneka Rusia maupun boneka Amerika. Semua koleksi tersebut tersimpan baik di dalam ruang pameran. Selain tersimpannya wayang, gedung tersebut memiliki unsur-unsur arsitek Belanda, seperti langit-langit yang tinggi, tangga yang dibuat oleh kayu Jati, maupun jendela-jendela tinggi yang berfungsi sebagai sumber cahaya.
Kota Tua tidak hanya menyediakan tempat-tempat bersejarah, namun ada banyak hidangan istimewa yang bisa kita coba. Dekat dengan Museum Wayang terdapat restaurant yang bersejarah bernama Café Batavia. Karena kami berkeliling dengan perut kosong di siang yang bolong, kami memutuskan untuk mencoba hidangan yang ada di Café Batavia. Restaurant tersebut menghidangkan makanan-makan asli khas Indonesia dengan harga yang berkisar dari Rp80.000,00. sampai dengan Rp300.000,00. Kebanyakan orang yang berkunjung merupakan orang asing yang sedang bertamasya keliling Jakarta. Di Café Batavia, kami memesan Waffle Batavia. Agar pengunjung tidak bosan, Café Batavia mempunyai band musik yang mengiringi lagu selagi kita menyantap makanan.
Bukan hanya makanan dan band yang Café Batavia hidangkan namun juga Sejarah. Café Batavia dibangun pada tahun 1837, yang berfungsi sebagai rumah tinggal pejabat Belanda. Lalu, pada tahun 1993 bangunan tersebut dijadikan sebuah restaurant Fine Dining oleh seorang warga Australia bernama Graham James. Restaurant yang ia kembangan tersebut menjadi Café Batavia yang banyak dikenal oleh warga Jakarta. Café Batavia mempunyai arsitektur yang klasik seperti bangunan yang ada di sekitarnya. Kayu Jati menghias lantai-lantai dan langit-langitnya. Kaca-kaca yang tinggi mengisi seluruh dinding restaurant tersebut, sehingga cahaya luar dapat membiaskan ruangan. Ada banyak foto-foto yang di digantung di dinding, setiap fotonya menyimpan suatu sejarah.
Perjalanan ini tidak lengkap jika kami tidak berkunjung ke salah satu tempat bersejarah paling terkenal di Jakarta, bernama Museum Fatahillah. Museum Fatahillah atau Museum Sejarah Jakarta adalah Stadhuis kota Batavia. Stadhuis mempunyai arti “Balai Kota” dalam bahasa Belanda. Bangunan tersebut berdiri pada tahun 1707 hingga pada tahun 1710 oleh seorang pimpinan tukang kayu bernama J.F Kemmer. Museum Sejarah Jakarta terletak di Jl. Taman Fathillah, Jakarta Pusat. Balai Kota yang terletak di pusat Jakarta tersebut bukanlah yang pertama. Sebelumnya, pada tahun 1627 sebuah Balai Kota dibangun pada sisi selatan halaman utama kota Batavia. Karena bangunan yang kurang mencolok megahnya Batavia, akhirnya bangunan tersebut diganti oleh Balai Kota yang dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta.
Pada jaman VOC, gedung Balai Kota berfungsi sebagai tempat pemerintahan, pengadilan, dan tempat untuk beribadah di hari Minggu. Balai Kota menyimpan kantor administrasi terpenting di masa Batavia, bernama Dewan Kotapraja (college van Scheepenen) dan Dewan Pengadilan (Raad van Justitie). Selain kantor, Balai Kota merupakan tempat yang bermultifungsi.Pada tahun 1974, barang-barang antik Belanda yang sebelumnya diletakkan pada gedung Museum Djakarta Lama (Sekarang menjadi Museum Wayang) dipindahkan kedalam gedung Balai Kota yang namanya diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta.
Untuk memasuki Museum Sejarah Jakarta, kami harus membayar Rp Rp5.000,00 per orang. Ketika kami memasuki gedung, langit-langit dan pilar menjulang tinggi, sebab itulah salah satu karakteristik bangunan Belanda. Di dalam gedung Balai Kota terdapat sebuah halaman belakang terpenuhi dengan pohon-pohon. Di halaman tersebut kami boleh mengunjungi penjara bawah tanah yang terletak dibawah gedung Balai Kota. Di dalam gedung terdapat ruangan-ruangan yang dulu dipakai sebagai kantor. Ada banyak barang antik yang diawetkan di dalam museum, seperti porselen Belanda, rak buku kayu Jati, meja belajar, dan barang-barang yang dahulu dipakai untuk keperluan kantor VOC.
Selesai berkeliling Kota Tua, saya pikir inilah liburan akhir pekan yang paling bermanfaat. Di dalam kurun waktu empat jam saya sudah bisa berkeliling ke empat tempat paling bersejarah di Jakarta. Ada banyak sekali sejarah yang disimpan di dalam Kota Tua, dan dari sekian banyaknya sejarah tidak banyak orang yang mengetahuinya. Menurut saya Kota Tua merupakan wilayah terindah di Jakarta, sayang sekali jika saya tidak pernah mengunjunginya. Sebagai penerus bangsa, saya belajar untuk mencintai sejarah Indonesia, jika bukan anak-anak muda, siapa lagi yang akan meneruskannya?
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”