Aku pengen bahagia
Kapan ya aku bisa hidup bahagia…?
Seringkali pertanyaan semacam itu terdengar ketika tengah menyimak curhatan dan keluh kesah teman-teman perihal hidup. Kebahagiaan, setiap orang pastinya ingin merasakan hal itu. Tidak ada satu pun manusia di bumi ini yang ingin hidup sengsara, sedih, dan menderita. Semua orang ingin hidup bahagia. Namun, mendengar keluh kesah orang-orang di sekitar, kebahagiaan nampaknya menjadi suatu hal yang sulit untuk diraih.
Berbicara mengenai hal itu membuat diri ini bertanya-tanya perihal makna kebahagiaan itu sendiri. Banyak orang bilang bahwa bahagia itu ketika kita bisa hidup damai tanpa masalah. Padahal, jika kita pahami dunia itu sendiri sejatinya merupakan ladang masalah. Mustahil kita hidup di dunia ini tanpa diuji dengan berbagai permasalahan hidup.
Kebahagiaan juga seringkali diartikan muluk-muluk sebagai suatu keadaan ketika kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan. Hal itu masuk akal pada mulanya karena ketika mampu membuat suatu pencapaian, kita akan merasa bahagia. Akan tetapi, rasa bahagia yang diperoleh karena kepuasan semacam itu seringkali hanya bersifat sementara lalu pergi setelahnya. Sebab, manusia merupakan makhluk yang selalu menuntut kesempurnaan.
Melansir
Seringkali, kebahagiaan juga dinilai dengan materi. Berdasarkan survei The Happines Project yang diselenggarakan oleh Wall’s Indonesia dan Personal Growth pada 2022 lalu, tercatat bahwa 80 persen masyarakat Indonesia masih meyakini aspek materialistis sebagai sumber utama kebahagiaan. Mereka berkeyakinan bahwa uang dapat membeli kebahagiaan.
Secara logis, orang kaya memang lebih sejahtera daripada orang miskin. Akan tetapi, jika kita melihat para hartawan di luaran sana, nyatanya tidak semua orang hidup bahagia. Seorang miliarder dunia seperti Scout Young dan Adolf Merckle tidak mungkin mengakhiri hidupnya sendiri jika materi yang dimilikinya bisa membuat ia bahagia. Lantas, bahagia itu seperti apa sih?
Dalam sebuah podcast video kompilasi berjudul ‘Endgame’ Manusia Bahagia, Gita Wirjawan, seorang pengusaha sekaligus podcaster Indonesia, menyajikan makna kebahagiaan dari perspektif beberapa tokoh inspiratif dunia. Dalam video yang diunggah di YouTube pada 21 April 2023 tersebut, Yukka Harlanda (pendiri merk sepatu lokal Brodo) menyampaikan bahwa kebahagiaan bukan merupakan sesuatu yang harus dicapai, melainkan keterampilan dan pola pikir.
Yuval Harari (seorang sejarawan Israel) berpendapat bahwa kebahagiaan ditemukan dengan mengenali diri sendiri. Fahruddin Faiz (seorang pakar filsafat Islam), meyakini bahwa kunci kebahagiaan ialah mensyukuri dan menerima segala situasi yang terjadi. Sadhguru (salah satu orang yang cukup berpengaruh di India) berpandangan bahwa kebahagiaan dicapai dengan berusaha membuat tubuh, pikiran, emosi, dan energi menjadi menyenangkan. Sementara, Andrew Sheng (seorang banker sukses asal Malaysia) menemukan kebahagiaan dengan bersyukur dan menikmati waktu bersama orang-orang tersayang.
Di antara keseluruhan narasumber yang dihadirkan dalam video tersebut, masing-masing tokoh ternyata memiliki kacamata sendiri-sendiri dalam memaknai kebahagiaan. Namun, semuanya sepakat bahwa kunci kebahagiaan terletak pada diri sendiri. Jika ditarik suatu kesimpulan, kebahagiaan merupakan suatu hal yang sulit untuk didefiniskan secara universal. Sebab, kebahagiaan berkaitan dengan rasa bagaimana manusia menjalani kehidupannya. Tidak ada satu hal pasti yang menjadi indikator kebahagiaan. Mengingat setiap orang memiliki perjalanan hidupnya masing-masing yang tidak sama, maka makna kebahagiaan bagi setiap orang pun juga berbeda-beda.
Penulis sendiri sepakat bahwa kebahagiaan itu ketika diri ini bisa menerima, menikmati, dan memaknai segala apa yang terjadi. Bahagia bukan ketika kita tidak memiliki masalah. Sebab, masalah itu pasti selalu datang silih berganti. Sebisa mungkin kita harus menetralisir masalah menjadi sesuatu yang mudah dan tidak menyulitkan pikiran. So simple bukan? Semudah itu terucap seakan hidup ini tidak diuji dengan masalah yang pelik. Padahal, jika diingat-diingat, dunia ini sungguh kejam.
Jika dipikir-pikir, hidup rasanya hanya penuh dengan penderitaan. Sedih, kecewa, marah itu pasti. Melihat kehidupan orang lain yang "wah" dan selalu bahagia membuat pikiran ini selalu berpikir bahwa hidup tidaklah adil. Namun, hati rasanya ingin senantiasa percaya bahwa Tuhan tidak mendatangkan ujian tanpa hikmah dan pelangi setelahnya. Apa gunanya marah dan sedih terus menerus? Toh, itu tidak akan mengubah keadaan.
Untuk merasa bahagia, pelan-pelan kita harus berdamai dengan rasa sakit. Jika hanya berfokus pada permasalahan, diri ini hanya akan lelah dan sulit merasa bahagia. Life must go on. Hidup harus terus berjalan. Pada akhirnya, mencoba ikhlas menerima apa yang terjadi dan fokus dengan apa yang bisa dilakukan akan membuat hati menjadi lebih tenteram dan bahagia.
Selain berdamai dengan rasa sakit, bersyukur juga menjadi suatu hal yang tidak boleh terlewatkan. MelansirÂ
Banyak penelitian menjelaskan keterkaitan erat antara syukur dan kebahagiaan. Salah satunya ialah penelitian yang dilakukan oleh Dr. Robert A. Emmons dari Universitas California dan Dr. Michael E. McCullough dari Universitas Miami.
Kedua peneliti tersebut telah melakukan survei terhadap 192 responden yang dibagi menjadi tiga kelompok. Setiap kelompok diberi penugasan khusus yang berbeda-beda. Kelompok pertama diminta untuk menuliskan hal-hal yang mereka syukuri. Kelompok kedua menuliskan kekesalan mereka. Sementara, kelompok ketiga menuliskan peristiwa yang mereka alami secara bebas, baik positif maupun negatif.
Dari ketiga kelompok itu, kelompok pertama ternyata menjadi kelompok yang memiliki kehidupan lebih baik. Mereka merasa lebih damai, jarang pergi ke dokter, dan banyak melakukan olahraga. Dalam penelitian tersebut ditemukan adanya korelasi positif antara bersyukur dan bahagia, di mana manusia akan cenderung lebih bahagia ketika didorong untuk mengingat hal-hal yang mereka syukuri dalam hidup mereka.
Sesederhana itu bersyukur, sesederhana itu pula bahagia. Fokus dan bersyukur dengan apa yang kita miliki akan membuat kita lebih merasa damai dan bahagia. Jangan sampai kita sibuk mengejar hal-hal yang belum terjadi, sementara hal-hal bermakna di sekeliling kita abaikan. Padahal, rasa bahagia itu seringkali hadir dari hal-hal sederhana yang kerapkali tidak kita maknai.
So, setelah membaca uraian di atas, apakah kamu masih berpikir bahwa bahagia itu sulit? Happiness is simple. Jangan jadikan kebahagiaan sebagai tujuan hidup karena proses kehidupan itu terus berputar yang mana hidup di dunia mustahil akan selalu bahagia. Kadang sedih, kadang marah, kadang kecewa, ada banyak warna yang perlu kita rasakan.
Mengulang kembali perkataan Yukka Harlanda, bahagia itu bukan sesuatu yang harus kita capai, melainkan suatu keterampilan dan pola pikir. Pada intinya, kebahagiaan itu kita sendiri yang menciptakan. Buatlah versi bahagiamu sendiri dengan memaknai hidup yang kamu miliki dan jangan jadikan kebahagiaan orang lain sebagai standar kebahagiaanmu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”