Hai kamu. Apa kabar? Maaf untuk kolom pesan yang terpaksa harus kuakhiri. Sebenarnya, aku ingin sekali bercerita banyak ataupun tertawa terbahak-bahak sebab leleuconmu. Hanya saja, semenjak hari ini, aku memilih untuk menjauh darimu. Aku harus membiasakan diri tanpamu. Maafkan aku.
Apakah di sana hujan? Jaga dirimu baik-baik. Kamu seringkali hujan-hujanan lalu sakit. Beristirahatlah sejenak dari pekerjaanmu yang membuatmu penat. Buatlah secangkir teh hangat, pandanglah langit senja. Lalu, ingatlah aku sekadarnya, sebagai seorang yang pernah hadir di hidupmu. Mungkin aku bukan wanita yang istimewa seperti orang yang pernah kau cinta. Namun, kenanglah aku sebagai sosok yang sempat singgah walau hanya sementara. Pun, kisah kita harus usai dengan cara yang tanpa kita duga.
Kita pernah menghabiskan waktu bersama, sekadar saling pandang dari kejauhan. Kita pernah saling jatuh dan cinta di waktu yang bersamaan. Walaupun di akhir cerita, kita sama-sama terluka karena sebuah perasaan.
Perasaanku masih utuh seperti dulu. Masih sama, ketika kita pertama kali berjumpa. Entah mengapa, senyummu masih saja menghiasi anganku, juga mimpiku. Nampak nyata, setiap kali aku memejamkan mata. Aku begitu merindukanmu. Lalu, bagaimana denganmu?
Lagu-lagu yang terputar masih saja tentang dirimu – sebagai penghantar tidurku. Segala hal dalam hariku, selalu mengingatkanku perihal sosokmu. Semua hal kesukaanmu selalu muncul dalam liminasaku. Lalu, sesulit inikah melupa soal kamu? Terlalu banyak kenang yang menjadikan air mataku berlinang.
Pengungkapan rasa terkadang kurang baik bagi sebagian orang. Ya, termasuk ketika kamu berkata perihal apa yang ada di dalam dada. Cintamu terbalaskan. Namun, tidak terbebaskan. Semua terlambat, waktu kita tidak tepat. Aku mulai menghitung hari menuju akad. Dulu aku berkhayal kau yang akan menjabat tangan ayahku. Kenyataannya, bukan kamu.
Mungkin saat ini, rasa yang ada di antara kita masih sama. Kita sama-sama saling cinta. Namun, Tuhan menghendaki untuk tidak bersama. Aku menjauh bukan karena aku jenuh. Ada hal yang kusebut sebagai tameng dari segala luka, dan inilah caranya. Maafkan aku.
Sekali lagi, maafkan aku. Terima kasih untuk segalanya. Kita hanyalah dua orang pengecut yang tak berani mengakui perasaan sendiri. Mungkin memang seperti ini kisah kita diakhiri. Ingatlah aku sebagai sosok yang pernah hidup dalam hatimu. Aku akan mengenangmu sebagai orang yang istimewa dalam hidupku. Berbahagialah tanpa aku. Kau berhak dan pantas untuk bahagia. Orang yang akan mendampingimu, akan sangat bersyukur dapat memilikimu. Aku pamit dari kisah kita yang berakhir pahit.
Kini, aku berjanji pada diri untuk menjalankan sebuah pesan darimu. “Jika kamu menikah, aku hanya berpesan, cintai suamimu. Sama seperti di saat kau pernah mencintaiku, dulu.”
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”